Masih Banyak Penganut Hindu Kawasan Candi Cetho
DENPASAR, NusaBali - Sebanyak 70 persen masyarakat di kawasan Candi Cetho di kaki Gunung Lawu, Dusun Cetho, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah menganut Agama Hindu.
Dari 100 Kepala Keluarga (KK) sebanyak 70 KK beragama Hindu.
Hal itu diakui Pamangku di Candi Cetho, Heri Suwardi atau Jero Mangku Gede Mahardika saat diwawancarai NusaBali yang berkunjung ke Candi Cetho, Jumat (12/10). Menurutnya Candi Cheto saat ini selain menjadi objek wisata juga dimanfaatkan untuk persembahyangan. Bahkan, banyak umat Hindu dari Bali yang tangkil atau bersembahyang di Candi Cetho. Tak hanya sekadar sembahyang, namun ada juga yang memohon kesehatan, keselamatan hingga jabatan. Ada juga beberapa pejabat dari Bali yang menyempatkan diri tangkil ke candi bersejarah ini. "Ada beberapa pejabat dari Bali. Dari Denpasar ada dari Karangasem," jelasnya.
Dalam prosesi persembahyangan di kawasan ini, ada beberapa tahapan yang dilalui. Diawali dengan melukat di rumah joglo dekat pintu masuk. Setelah itu, digelar muspa pertama di tempat peruwatan. "Untuk laki-laki, berjalan di sebelah kanan, dan perempuan di kiri," katanya.
Sebelum ke candi utama ada istilahnya peruwatan, setelah itu dilanjutkan dengan persembahyangan di Palinggih Sudhamala yang berkaitan dengan pemutaran lautan ksirarnawa untuk mencari tirta amerta. Kamudian dilanjutkan dengan persembahyangan di Palinggih Eyang Sabdo Palon dan Eyang Nayagenggong yang merupakan pengabih atau penasihat Prabu Brawijaya. Kemudian terakhir persembahyangan di palinggih utama, dimana dalam persembahyangan ada pelaksanaan meditasi.
Jro Mangku Gede Mahardika –MIASA
Pelaksanaan piodalan di Candi Cetho digelar pada Anggarakasih Medangsia. "Gunung Lawu ini merupakan tempat moksa Raja Brawijaya," ungkap Jero mangku Mahardika. Terkait dengan keberadaan umat Hindu di kawasan ini (Dusun Cetho) dari 100 KK sebanyak 70 merupakan penganut Hindu, 20 KK Islam, dan 10 KK Kristen. Leluhur Jero Mangku Gede Mahardika sendiri merupakan penganut Hindu Kejawen. Dia mengaku mulai menjadi pamangku di sana sejak tahun 1993. Sebelumnya, dirinya sempat menghindar dari kewajiban sebagai pamangku dengan merantau ke Sumatera.
Sebelum menyanggupi ngayah sebagai pamangku, dia sempat menjalani kehidupan yang kelam. Bahkan sempat dianggap gila sehingga pernah dipasung. Setelah itu, dirinya pun ngayah menjadi pamangku. Nama gelar Jero Mangku Gede Mahardika diberikan oleh Ida Pedanda Made Gunung yang sudah lebar (meninggal dunia). 7 mis
1
Komentar