Guru Besar Unud Minta Paslon Sejahterakan Petani, Sebut Plasma Nutfah Bali Menjanjikan
Prof Wayan Suarna
Pertanian
Pariwisata
Subak
NTP
Pilgub Bali
Pilkada 2024
Petani Bali
UNUD
Uji Publik
MANGUPURA, NusaBali.com - Petani di Bali saat ini tengah menghadapi tantangan yang sangat berat. Selain dihantui perubahan iklim, pertanian Pulau Dewata juga terjepit alih fungsi lahan, diserbu produk pertanian luar, dan tidak seksi di mata generasi penerus.
Ketua Divisi Riset Forum Guru Besar Universitas Udayana (Unud) Prof Dr Ir I Wayan Suarna MS menuturkan, petani Bali sedang berada di posisi dilematis dan ironis. Ibarat sudah jatuh, lantas tertimpa tangga, kemudian masih harus digigit dan digonggong anjing.
"Pertanian Bali terkenal dengan subak dan segala macam. Namun, NTP (Nilai Tukar Petani) kita masih di bawah 100. Jadi, petani kita dibanggakan tapi kelihatan masih tercampakkan," ujar Prof Suarna saat jadi panelis Uji Publik Calon Pemimpin Bali di Auditorium Widya Sabha Unud, Jimbaran, Kuta Selatan, Badung, Kamis (10/10/2024).
Indeks NTP di Bali yang menjadi indikator kesejahteraan petani masih di bawah 100. Artinya, indeks harga yang diterima petani (IT) masih lebih rendah dari indeks harga yang dibayar petani (IB). Menandakan, pengeluaran kebutuhan produksi dan konsumsi rumah tangga petani lebih tinggi dibanding pemasukan.
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali mencatat indeks NTP Bali pada Agustus 2024 berada di level 98,30. IT petani di angka 119,27 sedangkan IB di angka 121,33. Baik IT maupun IB petani di Bali sama-sama turun dari bulan sebelumnya masing-masing 1,25 persen dan 0,10 persen.
Untuk itu, Prof Suarna meminta calon pemimpin Bali ke depan punya komitmen kuat untuk revitalisasi pertanian secara regulasi dan kebijakan. Kata dosen Fakultas Peternakan Unud ini, pertanian tidak boleh dipandang sempit sebagai petani dan lahan saja, tapi bisa dilihat multiplier effect-nya terhadap sektor lain, termasuk pariwisata.
"Pertanian adalah sektor primer yang mestinya menjadi andalan. Karena pertanian tidak saja bicara petani dan lahan, tapi juga vibrasinya terhadap budaya, lingkungan, dan kesehatan. Lebih-lebih Bali terkenal karena budaya yang tercipta dari aktivitas pertanian," imbuh Prof Suarna.
Akademisi kelahiran Banjar Kalah, Desa Batubulan, Sukawati, Gianyar 65 tahun silam ini membeberkan, kontribusi sektor pertanian mulai 15 persen dari tahun ke tahun terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Bali. Angka ini perlu digenjot agar petani bergairah dan berdikari.
BPS Bali mencatat, menurut lapangan usaha PDRB Bali di triwulan II 2024 paling besar disumbang kategori penyediaan makanan dan minuman yakni 21,17 persen. Menurut pengeluaran, komponen konsumsi rumah tangga menyumbang paling besar yaitu 52,14 persen. Dua sisi kontributor PDRB ini tidak jauh-jauh dari sektor pertanian.
"Pertanian seharusnya menjadi sektor unggulan dan dijadikan satu sektor prioritas. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB harus digenjot melalui modernisasi dari hulu ke hilir agar petani bergairah tanpa melupakan budaya agraris yang ada," ungkap akademisi yang juga Anggota Pusat Unggulan CORE Unud ini.
Dengan roh pertanian budaya, Bali memiliki potensi menarik untuk dikembangkan. Mengapa? Sebab, Bali punya plasma nutfah atau sumber daya genetik yang hanya ada di Pulau Dewata. Salah satu contohnya adalah buah wani (Mangifera caesia Jack var.) atau binjai, white mango dalam Bahasa Inggris. Kemudian, ada pula salak Sibetan di Karangasem.
"Mengapa tidak mencoba menjadikan wani sebagai produk budaya dari petani itu sendiri? Apalagi waninya itu ngumpen (bijinya kecil). Saya kira masih ada lainnya seperti salak. Petani mesti diberdayakan supaya mampu mempublikasikan milik mereka. Tidak dipublikasikan oleh orang lain karena ini kekayaan Bali." jelas Prof Suarna.
Selanjutnya, yang menjadi PR adalah menyiapkan SDM petani untuk mengadopsi teknologi tanpa menghilangkan identitas budaya agraris. Prof Suarna menilai, pelatihan sangat diperlukan ke pelosok-pelosok untuk meningkatkan produktivitas dan mendorong diversifikasi produk pertanian, termasuk mengenalkan standar-standar ekspor. *rat
"Pertanian Bali terkenal dengan subak dan segala macam. Namun, NTP (Nilai Tukar Petani) kita masih di bawah 100. Jadi, petani kita dibanggakan tapi kelihatan masih tercampakkan," ujar Prof Suarna saat jadi panelis Uji Publik Calon Pemimpin Bali di Auditorium Widya Sabha Unud, Jimbaran, Kuta Selatan, Badung, Kamis (10/10/2024).
Indeks NTP di Bali yang menjadi indikator kesejahteraan petani masih di bawah 100. Artinya, indeks harga yang diterima petani (IT) masih lebih rendah dari indeks harga yang dibayar petani (IB). Menandakan, pengeluaran kebutuhan produksi dan konsumsi rumah tangga petani lebih tinggi dibanding pemasukan.
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali mencatat indeks NTP Bali pada Agustus 2024 berada di level 98,30. IT petani di angka 119,27 sedangkan IB di angka 121,33. Baik IT maupun IB petani di Bali sama-sama turun dari bulan sebelumnya masing-masing 1,25 persen dan 0,10 persen.
Untuk itu, Prof Suarna meminta calon pemimpin Bali ke depan punya komitmen kuat untuk revitalisasi pertanian secara regulasi dan kebijakan. Kata dosen Fakultas Peternakan Unud ini, pertanian tidak boleh dipandang sempit sebagai petani dan lahan saja, tapi bisa dilihat multiplier effect-nya terhadap sektor lain, termasuk pariwisata.
"Pertanian adalah sektor primer yang mestinya menjadi andalan. Karena pertanian tidak saja bicara petani dan lahan, tapi juga vibrasinya terhadap budaya, lingkungan, dan kesehatan. Lebih-lebih Bali terkenal karena budaya yang tercipta dari aktivitas pertanian," imbuh Prof Suarna.
Akademisi kelahiran Banjar Kalah, Desa Batubulan, Sukawati, Gianyar 65 tahun silam ini membeberkan, kontribusi sektor pertanian mulai 15 persen dari tahun ke tahun terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Bali. Angka ini perlu digenjot agar petani bergairah dan berdikari.
BPS Bali mencatat, menurut lapangan usaha PDRB Bali di triwulan II 2024 paling besar disumbang kategori penyediaan makanan dan minuman yakni 21,17 persen. Menurut pengeluaran, komponen konsumsi rumah tangga menyumbang paling besar yaitu 52,14 persen. Dua sisi kontributor PDRB ini tidak jauh-jauh dari sektor pertanian.
"Pertanian seharusnya menjadi sektor unggulan dan dijadikan satu sektor prioritas. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB harus digenjot melalui modernisasi dari hulu ke hilir agar petani bergairah tanpa melupakan budaya agraris yang ada," ungkap akademisi yang juga Anggota Pusat Unggulan CORE Unud ini.
Dengan roh pertanian budaya, Bali memiliki potensi menarik untuk dikembangkan. Mengapa? Sebab, Bali punya plasma nutfah atau sumber daya genetik yang hanya ada di Pulau Dewata. Salah satu contohnya adalah buah wani (Mangifera caesia Jack var.) atau binjai, white mango dalam Bahasa Inggris. Kemudian, ada pula salak Sibetan di Karangasem.
"Mengapa tidak mencoba menjadikan wani sebagai produk budaya dari petani itu sendiri? Apalagi waninya itu ngumpen (bijinya kecil). Saya kira masih ada lainnya seperti salak. Petani mesti diberdayakan supaya mampu mempublikasikan milik mereka. Tidak dipublikasikan oleh orang lain karena ini kekayaan Bali." jelas Prof Suarna.
Selanjutnya, yang menjadi PR adalah menyiapkan SDM petani untuk mengadopsi teknologi tanpa menghilangkan identitas budaya agraris. Prof Suarna menilai, pelatihan sangat diperlukan ke pelosok-pelosok untuk meningkatkan produktivitas dan mendorong diversifikasi produk pertanian, termasuk mengenalkan standar-standar ekspor. *rat
1
Komentar