Puluhan Penjor ‘Agung’ Meriahkan Tradisi Ngerebong
DENPASAR, NusaBali - Puluhan penjor ukuran besar dengan hiasan yang unik dan megah menghiasi kawasan Pura Agung Petilan, Desa Adat Kesiman, Denpasar berkaitan dengan Tradisi Ngerebong yang digelar pada Redite Pon Medangsia, Minggu (13/10).
Selain menjadi bagian tak terpisahkan dari Tradisi Ngerebong, penjor-penjor ini juga dilombakan yang pesertanya Sekaa Teruna (ST) se-Desa Adat Kesiman, Denpasar.
Lomba Penjor Yadnya ini menjadi bagian dari perayaan sakral diikuti 32 banjar. Mereka berkompetisi menunjukkan kreativitas dan ketulusan dalam menyusun penjor sebagai persembahan suci, bukan sekadar hiasan semata. Ketua Yowana Desa Adat Kesiman, I Wayan Dendy Sandinata menjelaskan bahwa Lomba Penjor Yadnya ini terselenggara berkat dukungan LPD Kesiman dan kerja sama Yayasan Bhuana Kosala Desa Adat Kesiman.
"Kami berterima kasih kepada seluruh pemangku kepentingan, Sekaa Teruna, dan masyarakat Desa Kesiman yang telah ikut ambil bagian dalam perlombaan ini. Penjor ini adalah bentuk yadnya, bukan hanya penjor hiasan biasa, sehingga harus mengikuti pakem tradisional seperti penggunaan hasil bumi, yaitu pala bungkah, pala gantung, dan pala wija," ujar Dendy.
Dendy juga menekankan bahwa meskipun ada perkembangan estetika penjor agar terlihat lebih menarik, prinsip dasar pembuatan penjor tetap harus dipertahankan. Dalam hal ini, bahan-bahan alami yang digunakan tetap menjadi prioritas untuk menjaga keaslian tradisi. "Kami menggunakan bahan-bahan alami seperti daun ental, yang lebih tahan lama dibandingkan bahan lainnya. Memang saat ini ada tren penjor berwarna, namun di lomba ini bahan yang digunakan harus tetap alami, bukan produk buatan pabrik," tambahnya.
Dendy berharap agar lomba semacam ini terus mendapat perhatian dan dukungan dari pemerintah. "Kami ingin lomba seperti ini tidak hanya menjadi ajang seni, tetapi juga sebagai wadah bagi pemuda untuk mengekspresikan bakat mereka dalam melestarikan tradisi dan budaya Bali," harapnya. Sementara itu, Salah satu juri penilaian panureksa Penjor Yadnya, I Wayan Eka Sukertya Ghama atau yang akrab disapa Eka Soca, menjelaskan penilaian dalam lomba ini didasarkan pada beberapa aspek penting.
Aspek pertama adalah kelengkapan penjor, seperti adanya pala bungkah, pala gantung, kober, dan endongan. Kedua, harmoni dan kesegaran bahan, di mana penjor harus memadukan bahan-bahan yang sesuai dengan konsep yang dibuat. Aspek ketiga adalah inovasi dan kreativitas, yang dinilai sangat penting dalam lomba ini, karena Penjor Pengrebongan dianggap sebagai standar penjor agung di Bali.
Ia juga menambahkan bahwa perkembangan seni penjor yang ditampilkan dalam lomba ini terus menunjukkan kemajuan dari waktu ke waktu. Setiap enam bulan sekali, selalu ada inovasi baru dalam konsep dan ide yang diusung oleh para peserta. "Sekarang karya-karya peserta semakin rapi, ukuran penjor lebih seragam, dan estetika semakin menonjol," tukas Eka Soca.
Sebagai juri yang sudah beberapa kali dilibatkan, Eka Soca merasa bangga karena terus dipercaya menjadi bagian dari tim penilai dalam Lomba Penjor Pengrebongan. Menurutnya, ajang ini memberikan kesempatan bagi para undagi penjor muda untuk menunjukkan bakat mereka. “Lomba ini menjadi ajang penting bagi masyarakat Bali untuk melihat perkembangan seni penjor, baik saat upacara piodalan, perayaan Galungan, atau event-event besar di Bali. Saya berharap lomba seperti ini terus dilestarikan, karena dari sini kita bisa menemukan undagi-undagi muda yang berbakat di Kesiman, bahkan di seluruh Bali,” tandasnya.
Sementara itu Ketua Sekaa Teruna Yowana Dharma Laksana (STYDL) Banjar Meranggi, Kesiman Petilan, Kadek Yoga Febrian Ramartha mengungkapkan banjarnya mengusung konsep ‘Canang Rebung’ untuk lomba tahun ini. "Konsep ini kami ambil dari makna canang dalam upacara keagamaan di Bali. Canang merupakan bagian dari yadnya, persembahan suci yang kita persembahkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa sebagai bentuk rasa syukur dan ketulusan," ujar Kadek Yoga, ditemui, Sabtu (12/10) malam.
Inspirasi untuk tema ini, jelasnya, didapat dari pengamatan saat Hari Raya Galungan, di mana ibu-ibu di banjarnya mengaturkan canang. “Saya melihat bahwa canang adalah inti dari yadnya. Setiap hari kita mengaturkan canang, dan penjor juga serupa, sebagai yadnya yang dilambangkan dalam bentuk lain. Dalam konteks Pengerebongan, kami mengambil tema canang rebung, yang digunakan untuk menyambut dan mengiringi Ida Bhatara menuju pura," jelasnya.
Mengadaptasi konsep canang rebung ke dalam penjor menjadi tantangan tersendiri bagi STYDL Banjar Meranggi. Tantangan utamanya terletak pada bagaimana elemen-elemen dalam canang rebung dapat diterapkan ke dalam penjor, seperti tetuasan, warna-warna yang digunakan, hingga detail ornamen yang biasanya ada dalam canang.
Harapannya, orang yang melihat penjor tersebut tanpa membaca judulnya sudah bisa memahami makna di baliknya. Dalam penjor ini, terdapat elemen-elemen seperti sampian uras, reringgitan ulatan, serta gonjer-gonjeran, yang biasanya juga ditemukan dalam canang. 7 cr79
1
Komentar