Krisis Air Sulit Diselesaikan dalam Waktu Singkat
Pesatnya kemajuan tidak seimbang dengan peningkatan kapasitas air yang dimiliki. Ini menjadi persoalan, karena Badung tidak memiliki ketersediaan air yang lebih.
MANGUPURA, NusaBali
Masalah krisis air bersih di beberapa kawasan di Kabupaten Badung diakui sulit diselesaikan dalam waktu singkat. Hal ini dilontarkan langsung Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Badung I Ketut Suiasa.
Kepada awak media, Senin (14/10) siang, Suiasa mengatakan bahwa saat ini Badung bergantung dari beberapa sumber untuk penyediaan air baku. Suiasa menyontohkan, air yang berada di Estuari Dam adalah milik dari Balai Wilayah Sungai (BWS) Bali-Penida, sehingga jika Kabupaten ingin menggunakan harus sesuai persetujuan dari BWS Bali-Penida. “Kemudian kita masih menggunakan air di Belusungan, itu ada di Peguyangan. Ada Penet juga yang bukan seluruhnya milik Badung,” katanya.
Suiasa yang juga Wakil Bupati Badung ini menambahkan, bahkan jika Bendungan Sidan selesai, air baku yang dihasilkan juga tidak hanya dimiliki Kabupaten Badung, namun juga Denpasar, Gianyar, dan Tabanan. “Jadi permasalahan air bersih ini fundamental sekali. Artinya ada kecendrungan ke depan masih belum bisa terselesaikan dalam waktu singkat,” sebutnya.
Berdasarkan data saat ini, Suiasa menyatakan, air di Perumda Air Minum Tirta Mangutama hanya dapat mengalirkan 500 liter per detik. Kemudian akan ada penambahan 250 liter per detik, itu pun dinilai belum cukup. Sedangkan jika Bendungan Sidan beroperasi, maka diperkirakan akan ada tambahan air bersih sekitar 500 liter per detik. Namun lagi menurut Suiasa, permasalahan ini tidak dapat langsung diselesaikan. Sebab masih ada hal lain yang harus dilakukan perbaikan. Apalagi di wilayah Badung Selatan peningkatan kebutuhan tidak seimbang dengan peningkatan kapasitas air.
“Badung Selatan ini daerahnya terpengaruh tupologi dan geografisnya. Akan berbeda dengan daerah yang datar dan dekat dengan sumber air bakunya. Maka dari segi pengerjaan, perencanaan, penganggaran akan berbeda,” jelasnya.
Pejabat asal Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan ini menambahkan, pesatnya kemajuan tidak seimbang dengan peningkatan kapasitas air yang dimiliki. Ini menjadi persoalan, karena Badung tidak memiliki ketersediaan air yang lebih. “Kita bukan surplus air, tapi minus atau kekurangan. Buktinya kita belum bisa mengelola air selama 24 jam,” jelas Suiasa.
Meski begitu, pemerintah terus berupaya melakukan program untuk mengentaskan krisis air melalui berbagai kegiatan, seperti melakukan pemasangan pipa dan reservoir dan lain sebagainya. Ada juga opsi untuk melakukan kerja sama pengelolaan air dengan pihak ketiga atau swasta. Hanya dalam program penuntasan krisis air bersih ini tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat.
Pun ketika ketersediaan air baku mencukupi, pihaknya masih perlu mesin pendorong dan pipa yang lebih besar atau lebih banyak untuk mengantarkan air kepada masyarakat. Selain itu, untuk pengadaan mesin pun membutuhkan waktu dan anggaran yang cukup. “Untuk ke Badung Selatan, reservoarnya juga harus cukup. Kemudian di Badung Selatan juga perlu mesin pendorong yang disiapkan. Kalau ini sudah memenuhi syarat, baru bisa menyelesaikan permasalhan air. Makanya saya katakan tidak bisa diselesaikan dengan waktu singkat, siapapun pemimpinnya,” imbuhnya. 7 ind
1
Komentar