I Gusti Ketut Mustika Hanya Dihukum Percobaan, Kuasa Hukum: Dari Awal Kasus Ini Dipaksakan
DENPASAR, NusaBali,com – I Gusti Ketut Mustika, Ketua Yayasan Dhyana Pura Bali periode 2016-2020, akhirnya dijatuhi hukuman satu tahun penjara dengan masa percobaan selama dua tahun dalam kasus dugaan penggelapan dana yayasan. Sementara itu, terdakwa lain, R Rulik Setyahadi, divonis dua tahun penjara.
Vonis tersebut dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim I Nyoman Wiguna dalam sidang di Pengadilan Negeri Denpasar pada Kamis (17/10/2024). Sebelumnya kedua terdakwa didakwa melakukan penggelapan dalam jabatan yang mengakibatkan kerugian Rp 25,5 miliar bagi yayasan, dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara.
Penasihat hukum I Gusti Ketut Mustika, Sabam Antonius Nainggolan SH dari SYRA Law Firm, menyatakan kecewa atas proses hukum yang dianggap dipaksakan sejak awal. “Kami sudah merasa tidak adil sejak kasus ini mulai digulirkan. Mekanisme pemeriksaan yayasan sudah diatur secara jelas dalam UU Yayasan Nomor 16 Tahun 2001, yang mensyaratkan pemeriksaan hanya dapat dilakukan berdasarkan penetapan pengadilan. Namun, dalam kasus ini, pemeriksaan dilakukan atas dasar permintaan pihak lawan yang kalah dalam pemilihan pengurus yayasan,” ujar Sabam.
Menurut Sabam, audit yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) I Wayan Ramantha dalam kasus ini tidak memenuhi standar audit investigasi yang seharusnya.
“Dalam persidangan, ahli yang kami hadirkan menyatakan bahwa hasil audit tersebut tidak didukung oleh bukti yang cukup sehingga kesimpulan tidak bisa diandalkan. Bahkan, ditemukan adanya pencatatan pengeluaran cek sebesar Rp 46 miliar yang tidak dicantumkan dalam laporan audit awal, yang mengubah perhitungan kerugian menjadi negatif Rp 20,4 miliar,” jelasnya didampingi tim SYRA Law Firm lainnya, Rudi Hermawan SH, Anindya Primadigantari SH MH, Adv I Putu Sukayasa Nadi SH MH
Sabam juga menyoroti bahwa temuan yang menjadi dasar vonis terhadap kliennya adalah masalah administratif terkait pengalihan aset yayasan, seperti penjualan mobil tanpa berita acara. "Ini hanya persoalan administrasi, di mana mobil lama dijual untuk membeli kendaraan baru. Uang hasil penjualan tidak dinikmati oleh klien kami, dan semua saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum pun mengakui hal tersebut," tambahnya.
Selain itu, Sabam menyebutkan bahwa proses hukum ini dipicu oleh perselisihan dalam pemilihan pengurus yayasan periode 2020-2024, yang melibatkan perwakilan dari Perkumpulan Badan Hukum Keagamaan GKPB. “Ketika hasil pemilihan tidak sesuai dengan harapan sebagian pihak, mereka kemudian memaksakan proses hukum yang sebetulnya bertentangan dengan prinsip berorganisasi dalam gereja yang mengedepankan kebersamaan,” ujarnya.
Meski vonis sudah dijatuhkan, tim kuasa hukum menyatakan masih mempertimbangkan langkah hukum selanjutnya. “Kami pikir-pikir untuk menentukan apakah akan mengajukan banding,” tutup Sabam.
1
Komentar