Bahasa Bali Belum Lekat di Anak Muda
Bulan Bahasa Bali Masuk Tahun Ke-7
Kepala Disbud Bali I Gede Arya Sugiartha menyebut bahasa Bali belum melekat kepada para peserta lomba atau pun para pendukung yang hadir menemani. Kehadiran mereka lebih kepada kewajiban yang diberikan pihak sekolah.
DENPASAR, NusaBali
Penyelenggaraan Bulan Bahasa Bali (BBB) untuk membumikan bahasa daerah merupakan terobosan Pemprov Bali. Digelar sejak tahun 2018 setiap bulan Februari, tak terasa tahun depan BBB memasuki tahun ke-7.
Sejak awal penyelenggaraannya, BBB menyasar kalangan muda sebagai generasi penerus kebudayaan Bali. Selama sebulan penuh, mulai murid SD sampai perguruan tinggi, dari tingkat desa hingga provinsi, menggelar berbagai kegiatan menyangkut bahasa Bali, seperti lomba menulis aksara Bali hingga lomba mesatua.
Gelaran BBB menjadi wadah generasi muda Bali untuk mengekspresikan kemampuannya membaca, menulis, mendengar, dan berbicara dalam bahasa ibu. Jumlah peserta lomba-lomba yang digelar terus berkembang setiap tahunnya.
Kendati begitu, Disbud Bali merasa tujuan penyelenggaraan BBB belum menunjukkan hasil maksimal. Kepala Disbud Bali I Gede Arya Sugiartha menyebut bahasa Bali belum melekat kepada para peserta lomba atau pun para pendukung yang hadir menemani. Kehadiran mereka lebih kepada kewajiban yang diberikan pihak sekolah.
“Selama enam kali pelaksanaan BBB, partisipasi anak muda belum banyak. Mereka hanya akan datang kalau ditugaskan. Ini tidak sesuai harapan kita,” kata mantan Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar saat sosialisasi BBB ke-7 Tahun 2025 di Kantor Disbud Bali, Selasa (29/10).
Karena itu, lanjut Arya Sugiartha, Disbud Bali menjanjikan penyelenggaraan BBB tahun depan jauh berbeda dengan penyelenggaraan tahun-tahun sebelumnya. Kadisbud menyebut BBB ke-7 akan digarap dengan ekosistem yang konseptual, dinamis, dan kreatif guna menarik perhatian kalangan muda Bali.
“BBB tahun 2025 akan dikemas lebih dinamis dan kreatif, dengan harapan generasi muda bisa membumikan bahasa Bali, misalnya penggunaan bahasa andap (tidak halus) yang mudah dipahami, ” ujar Arya Sugiartha.
Seniman karawitan ini menuturkan, pihaknya akan menciptakan maskot BBB baru yang lebih dinamis dan agresif. Desainnya kekinian agar searah dengan ekosistem anak muda saat ini. Selain maskot, untuk merebut hati anak muda Bali akan ada jingle BBB baru yang mengadaptasi penggunaan teknologi digital.
Sementara itu dalam mata acara BBB seperti lomba, akan melibatkan penggunaan platform digital seperti media sosial. Dalam lomba pembuatan film pendek berbahasa Bali misalnya, akan melibatkan penggunaan media sosial seperti Facebook, Instagram, TikTok dan pembuatan poster. Pemanfaatan teknologi yang dekat dengan generasi muda saat ini diharapkan lebih mendekatkan anak muda dengan konten bahasa Bali.
Terobosan lain yang akan dilakukan yakni melalui produk-produk UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) yang dijual di stan-stan BBB. Produk kuliner misalnya akan menggunakan kemasan yang mengandung aksara, sastra, dan bahasa Bali. Selain itu, aksara Bali juga akan dijumpai pada produk-produk fashion yang dijual.
“Ini penting. Karena selama ini terlalu larut dengan kegiatan saja, sehingga lupa menyebarluaskan konten bahasa Bali agar bisa dinikmati masyarakat secara mudah. Sekarang ada media sosial yang bisa dimanfaatkan,” ungkap Arya Sugiartha.
Penyelenggaraan BBB ke-7 tahun 2025 akan mengangkat tema ‘Jagat Kerthi - Jagra Hita Samasta’ yang akan membingkai setiap materi yang disajikan selama sebulan penuh. BBB ke-7 akan dikuratori oleh tiga orang akademisi Prof Dr I Nyoman Suarka, MHum (Unud), Drs I Gde Nala Antara, MHum (Unud), dan Dr I Nyoman Larry Julianto, SSn., MSn (ISI Denpasar).
Kurator I Gde Nala Antara menekankan, untuk membumikan bahasa Bali memang tidak lain harus lebih banyak melibatkan generasi muda. Akademisi Sastra Bali Unud ini mengatakan, untuk lebih mengenalkan aksara, bahasa, dan sastra Bali di kalangan muda Bali tidak selalu harus menggunakan bahasa Bali sor singgih (halus). Penggunaan bahasa Bali andap (tidak halus) yang lebih banyak dituturkan sehari-hari justru lebih tepat untuk mendekati generasi saat ini.
“Kita mencari beberapa strategi pembumian bahasa Bali secara mudah dari awal yang sederhana dulu, dengan bahasa sehari-hari, jangan dimulai dari yang tinggi. Jadi mulai menggunakan bahasa yang mudah digunakan tapi tidak melanggar kaidah,” ujarnya.
Hal senada juga diungkapkan Prof Suarka. Dia menyebutkan model pewarisan bahasa mulai dari bahasa andap bukanlah hal tabu. Bahasa andap mudah dijumpai pada satua Bali atau gending rare yang bisa dijadikan bahan sosialisasi bahasa Bali.
“Hal ini sudah alamiah tidak ada hal baru dan memang seperti itu jalannya. Selanjutnya baru naik belajar bahasa madya kemudian alus singgih, karena pemahaman bahasa seperti itu,” jelas akademisi Sastra Jawa Kuno ini.7ad
Komentar