Ini Perbedaan Flu Singapura dengan Flu Musiman
Kiat Rawat Pasien Flu Singapura di Rumah Agar Tidak Menular
FLU Singapura dan flu musiman memiliki gejala yang mirip. Namun ada perbedaan spesifik penyakit yang dipicu oleh virus ini.
Dokter spesialis paru Rumah Sakit Penyakit Infeksius Sulianti Saroso dr Pompini A Sitompul mengatakan terdapat perbedaan antara flu Singapura atau penyakit tangan, mulut, dan kuku (HFMD) dengan flu musiman meski gejala keduanya hampir mirip.
“Jadi ada demam, ada nyari tenggorok, mungkin lemas. Tetapi kalau pada flu seasonal atau flu musiman itu disertai dengan batuk. Dan biasanya batuknya kering, badannya sakit-sakit. Itu yang membedakannya," ujar Pompini dalam siaran Kementerian Kesehatan ‘Flu Singapura vs Flu Musiman’ yang disiarkan di Jakarta.
Dia menjelaskan, virus yang menyebabkan kedua penyakit itu pun berbeda. Menurut dia, Flu Singapura disebabkan oleh Coxsackievirus A16 dan Entrovirus A71.
Virus-virus tersebut, katanya, dapat menyebabkan kejadian luar biasa di sejumlah negara. Di negara-negara Asia Pasifik, kejadian luar biasa disebabkan oleh Entrovirus A71, sedangkan di Eropa dan Amerika Serikat disebabkan oleh Coxsackievirus A16.Menurut dia, virus itu paling sering menyerang bayi dan anak-anak, namun dapat juga menyerang orang dewasa. Adapun untuk penularannya adalah melalui kontak langsung dari orang yang sakit ke orang lain, misalnya lewat air liur, atau kontak dengan benda yang terkontaminasi.
"Misalnya terkontaminasi, mainan anak-anak, alat makan, makanan. Kalau kita kontak dengan benda-benda yang sudah terkontaminasi, kemudian kita tangan tidak cuci tangan, memegang hidung, itu akhirnya akan mudah masuk ke dalam tubuh kita," katanya.
Kemudian, ujarnya, Flu Singapura memiliki pola musiman sesuai dengan kondisi iklim setiap negara. Pada sejumlah negara seperti Australia, Amerika Serikat, Hong Kong, China, dan Taiwan, penyakit itu muncul pada musim-musim dengan temperatur yang hangat.
“Kalau untuk negara-negara yang mempunyai iklim yang hangat sepanjang tahun, maka penularan ini bisa terjadi juga sepanjang tahun. Contohnya di Malaysia, Singapura, Thailand, dan Vietnam,” dia menambahkan.
Dia menjelaskan, anak-anak memiliki risiko terkena penyakit tersebut karena kebersihannya kurang. Selain itu, anak-anak di tempat penitipan anak juga berisiko. Meski tidak terlihat sakit, katanya, mereka dapat membawa virus tersebut.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) membagikan kiat-kiat yang bisa dilakukan oleh pengasuh atau orangtua untuk merawat anak sebagai pasien dari penyakit Flu Singapura di rumah sehingga penyakit itu tidak menular ke anggota keluarga lainnya.
Ketua Unit Kerja Koordinasi Infeksi Penyakit Tropik IDAI Prof Dr dr Edi Hartoyo SpA(K) menjelaskan langkah pertama dalam penanganan pada anak dengan HFMD di rumah adalah mengisolasi pasien secara terpisah dari anggota keluarga lainnya dan memisahkan secara khusus barang-barang yang dipakai untuk sehari-hari.
“Penularannya bisa lewat kontak langsung dan kontak tidak langsung, jadi kalau ada yang kena HFMD yang harus dilakukan ialah diisolasi. Kemudian untuk tempat minum, tempat makannya, itu harus disendirikan karena merupakan salah satu sumber penularan,” kata Edi seperti dilansir antaranews.
Apalagi jika di dalam rumah terdapat lebih dari satu anak, maka orangtua sebaiknya memisahkan agar anak-anak tersebut tidak bertemu terlebih dahulu hingga pasien sembuh untuk menghindari penularan.
Dia merekomendasikan agar pasien HFMD di rumah bisa cepat sembuh maka orangtua atau pengasuh memperhatikan pola makan dan asupan yang diberikan kepada pasien.
Pastikan anak mendapatkan nutrisi yang cukup baik dari karbohidrat, protein, lemak, serat, mineral, dan vitamin sehingga imunitasnya dapat bekerja di dalam tubuh dengan baik melawan virus penyebab HFMD.
Apabila sudah berkonsultasi dengan tenaga medis dan anak diberikan obat, pastikan obat-obatan tersebut diminum untuk mengurangi efek buruk dari gejala-gejala yang dialami.
Misalnya apabila terjadi demam dan diberikan obat parasetamol, maka obat itu harus diminum dan diimbangi dengan istirahat yang cukup sehingga tubuh anak bisa menciptakan daya tahan tubuh yang baik selama proses istirahat berlangsung.
Dia juga menyarankan agar pasien tetap bisa mandi secara rutin untuk menjaga kesehatan kulitnya, lantaran HFMD menyerang kulit dan mulut.
“HFMD kan lesinya ada vesikel (lepuh kecil pada kulit berisi cairan), kalau dia misalnya tidak mandi sehingga terkontaminasi dengan kuman yang dari kulit maka vesikel yang asalnya isi air malah jadi nanah, jadi infeksi. Tetap harus mandi, justru kalau bisa mandinya dengan antiseptik,” kata Edi.
Di samping kiat perawatan di rumah, dokter Edi juga membagikan beberapa gejala yang harus diwaspadai oleh orangtua atau pengasuh anak untuk segera membawa anak ke fasilitas kesehatan agar dapat mencegah HFMD tidak menjadi komplikasi atau fatalitas.
Beberapa gejala yang harus diwaspadai tersebut ialah anak dengan demam tinggi di atas 38,5 derajat Celcius, lalu gejala lainnya adalah anak menolak untuk makan karena adanya lesi di dalam mulut, dan yang ketiga ialah anak mengalami penurunan kesadaran dengan demam yang konstan.
“Kalau kesadarannya sudah menurun, maka itu harus segera dibawa (ke fasilitas kesehatan untuk penanganan tenaga medis) karena salah satu komplikasi yang bisa terjadi dan berbahaya ialah radang otak atau meningitis,” katanya. 7 ant
1
Komentar