Drama Gong Rasa Bebondresan
Sekaa Drama Gong Puspa Kencana Bon Bali dari Banjar Bukit Batu, Desa Samplagan, Gianyar, mencoba menghibur penonton Bali Mandara Mahalango IV di Kalangan Ayodya Taman Budaya, Denpasar, Selasa (22/8) malam.
DENPASAR, NusaBali
Namun, yang ditampilkan seperti drama gong dengan rasa bebondresan. Kesan ini disampaikan oleh beberapa penikmat dan pengamat seni yang cukup serius menonton. Salah satunya pengamat seni pertunjukan, Prof Dr I Wayan Dibia yang ikut hadir menyaksikan pertunjukkan drama gong. “Dari segi musiknya memang ada warna musik drama gong. Babak pertama masih terlihat drama gong. Tetapi setelah itu jadi tidak jelas improvisasinya, bondres nggak karu-karuan,” kritiknya.
Menurutnya, ada hal yang paling menganggu dirinya soal pementasan itu. Hal itu adalah dalam dialog pemainnya. Sang pemain menyebut berulangkali ini drama gong, drama gong. Atau menyebut ini bukan calon arang ini drama gong. Atau ucapan berulang drama gong sing ade ngigel. Penonton sudah tahu itu, tidak usah diucapkan.
“Ini aneh bagi saya. Mereka seharusnya dapat membawa penonton ke suasananya (drama gong,red), bukan dibongkar-bongkar seperti itu (menyebut drama gong berulang kali, red),” katanya.
Upaya I Wayan Sugita selaku koordiantor Sekaa Drama Gong Puspa Kencana Bon Bali, membangun suasana dan bentuk drama gong sebenarnya sudah berhasil di babak-babak awal cerita ‘Cupak Pengeng’ tersebut. Cerita yang mengisahkan tentang keberhasilan Cupak mengalahkan raksasa Wenara. Raksasa yang selama ini mengganggu rakyat dan istana Kediri. Keberhasilan itu membuat Raja Kediri menjodohkan dengan putri satu-satunya, Raden Galuh.
Sementara Raden Galuh kurang dapat menerima perjodohan tanpa cinta. Akibatnya Cupak stress dan pengeng. Ini kemudian berujung dengan sayembara bertarung dengan Cupak. Pesertanya adalah raja-raja sahabat sekitar Kediri. Jika Cupak dapat mengalahkan semua raja-raja itu, Raden Galuh bersedia diperistri Cupak. Demikian sebaliknya. Dalam sayembara itu semua raja-raja sahabat dapat dikalahkan oleh Cupak. Sampai datang Gerantang (adik kandung Cupak yang menyamar) yang mampu mengalahkan Cupak.
Prof Dibia menyayangkan, apa yang dibangun di awal di babak pertama yang sudah lumayan drama gongnya kental sekali. Tetapi setelah itu bondres tidak karuan dengan lawakannya. “Ini acara Bali Mandara Mahalango, jadi secara garapan mereka harus betul-betul utuh. Ini drama gong, jadi improvisasinya tidak sampai keluar dari pakem drama gong,” tandasnya. * in
Namun, yang ditampilkan seperti drama gong dengan rasa bebondresan. Kesan ini disampaikan oleh beberapa penikmat dan pengamat seni yang cukup serius menonton. Salah satunya pengamat seni pertunjukan, Prof Dr I Wayan Dibia yang ikut hadir menyaksikan pertunjukkan drama gong. “Dari segi musiknya memang ada warna musik drama gong. Babak pertama masih terlihat drama gong. Tetapi setelah itu jadi tidak jelas improvisasinya, bondres nggak karu-karuan,” kritiknya.
Menurutnya, ada hal yang paling menganggu dirinya soal pementasan itu. Hal itu adalah dalam dialog pemainnya. Sang pemain menyebut berulangkali ini drama gong, drama gong. Atau menyebut ini bukan calon arang ini drama gong. Atau ucapan berulang drama gong sing ade ngigel. Penonton sudah tahu itu, tidak usah diucapkan.
“Ini aneh bagi saya. Mereka seharusnya dapat membawa penonton ke suasananya (drama gong,red), bukan dibongkar-bongkar seperti itu (menyebut drama gong berulang kali, red),” katanya.
Upaya I Wayan Sugita selaku koordiantor Sekaa Drama Gong Puspa Kencana Bon Bali, membangun suasana dan bentuk drama gong sebenarnya sudah berhasil di babak-babak awal cerita ‘Cupak Pengeng’ tersebut. Cerita yang mengisahkan tentang keberhasilan Cupak mengalahkan raksasa Wenara. Raksasa yang selama ini mengganggu rakyat dan istana Kediri. Keberhasilan itu membuat Raja Kediri menjodohkan dengan putri satu-satunya, Raden Galuh.
Sementara Raden Galuh kurang dapat menerima perjodohan tanpa cinta. Akibatnya Cupak stress dan pengeng. Ini kemudian berujung dengan sayembara bertarung dengan Cupak. Pesertanya adalah raja-raja sahabat sekitar Kediri. Jika Cupak dapat mengalahkan semua raja-raja itu, Raden Galuh bersedia diperistri Cupak. Demikian sebaliknya. Dalam sayembara itu semua raja-raja sahabat dapat dikalahkan oleh Cupak. Sampai datang Gerantang (adik kandung Cupak yang menyamar) yang mampu mengalahkan Cupak.
Prof Dibia menyayangkan, apa yang dibangun di awal di babak pertama yang sudah lumayan drama gongnya kental sekali. Tetapi setelah itu bondres tidak karuan dengan lawakannya. “Ini acara Bali Mandara Mahalango, jadi secara garapan mereka harus betul-betul utuh. Ini drama gong, jadi improvisasinya tidak sampai keluar dari pakem drama gong,” tandasnya. * in
Komentar