Satgas Bali Imbau Korban 'First Travel' Melapor
Tim Kerja Satuan Tugas Waspada Investasi (SWI) Daerah Bali mengimbau korban jasa perjalanan umrah ‘First Travel’ untuk melaporkan kasus dugaan penipuan tersebut kepada pihak berwajib atau melalui tim yang dikoordinasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
DENPASAR, NusaBali
Kepala Tim Kerja SWI Bali Zulmi di Denpasar, menyakini bahwa masih terdapat banyak calon jamaah yang belum diberangkatkan, selain data yang diberikan First Travel kepada pihak berwenang.
"Pada Agustus ini berdasarkan informasi masyarakat yang diterima Kementerian Agama bahwa masih terdapat banyak calon jamaah yang belum diberangkatkan selain yang dilaporkan First Travel sebelumnya, " kata Zulmi di Denpasar, Rabu (23/8).
Zulmi yang juga Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 8 Bali dan Nusa Tenggara itu menambahkan bahwa berdasarkan data yang dilaporkan First Travel kepada Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Bali per 13 Juni 2017, penyelenggara jasa umrah dan pariwisata itu memiliki 295 calon jamaah program promo yang terdaftar.
Dari jumlah itu, lanjut dia, sebanyak 274 orang dilaporkan telah diberangkatkan pada 17 Mei 2017 dan 21 orang calon jamaah lainnya belum diberangkatkan. "Dari 21 orang yang belum diberangkatkan itu, dua orang diantaranya meminta pengembalian dana," kata Zulmi.
Zulmi lebih lanjut menjelaskan bahwa dalam kegiatan usahanya, penyelenggara jasa umrah dan pariwisata itu memiliki tiga program yakni promo, reguler, dan program VIP.
Paket umrah yang dijual berkisar Rp14,3 juta hingga Rp14,5 juta, nilai lebih murah dibandingkan biaya umrah umumnya sebesar Rp21-22 juta yang ditetapkan Kementerian Agama.
Dengan harga yang ditawarkan ‘miring’ itu membuat sebagian masyarakat tergiur sehingga tertarik dengan bisnis tipu menipu umat tersebut.
Zulmi mengungkapkan di Bali, First Travel membuka kantor cabang di Jalan Mahenderadatta Nomor 18C Denpasar yang dibuka akhir Februari 2017 dan kini telah ditutup setelah izin usahanya dicabut Kementerian Agama pada 1 Agustus 2017. "Tetapi jauh sebelum kantor cabangnya buka di Denpasar pada Februari 2017, sudah banyak agen-agen yang menawarkan usaha itu bahkan mereka menyebarkan brosur bagi yang berminat langsung didaftarkan," ucapnya.
Zulmi mewanti-wanti masyarakat untuk mewaspadai praktik menyimpang perusahaan yang menawarkan produk dengan nilai tidak masuk akal seperti kasus First Travel itu. "Tetap harus waspada terhadap adanya penawaran baik perusahaan formal ada izinya apalagi perusahaan tidak berizin. Jika ada penawaran, harus diwaspdai masuk akal atau tidak," ucapnya.
Dia juga mengimbau masyarakat untuk mengetahui biro perjalanan umrah dan haji yang terdaftar di Kementerian Agama melalui aplikasi android ‘umrahcerdas’. Polda Metro Jaya pada Rabu (9/8) telah menahan Direktur Utama First Travel atau PT First Travel Anugerah Karya Wisata Andhika Surachman dan istrinya Anniesa Hasibuan.
Mereka yang telah merintis usaha First Travel sejak 2009 itu ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan penipuan dan penggelapan uang. Zulmi lebih lanjut menjelaskan OJK tidak memiliki kewenangan untuk kasus tersebut karena wewenang ada di tangan Kementerian Agama.
OJK, lanjut dia, bertugas sebagai wadah koordinasi di Satgas Waspada Investasi baik pusat dan daerah dengan Kementerian Agama sebagai salah satu mitra yang bernaung di dalamnya bersama instansi lain.
Instansi lain tersebut yakni Polri, Kejaksaan, Bank Indonesia, Kementerian Perindustrian dan Perdagangan, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Perhubungan dan Badan Penanaman Modal termasuk bentukan instansi tersebut di daerah. *ant, isu
"Pada Agustus ini berdasarkan informasi masyarakat yang diterima Kementerian Agama bahwa masih terdapat banyak calon jamaah yang belum diberangkatkan selain yang dilaporkan First Travel sebelumnya, " kata Zulmi di Denpasar, Rabu (23/8).
Zulmi yang juga Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 8 Bali dan Nusa Tenggara itu menambahkan bahwa berdasarkan data yang dilaporkan First Travel kepada Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Bali per 13 Juni 2017, penyelenggara jasa umrah dan pariwisata itu memiliki 295 calon jamaah program promo yang terdaftar.
Dari jumlah itu, lanjut dia, sebanyak 274 orang dilaporkan telah diberangkatkan pada 17 Mei 2017 dan 21 orang calon jamaah lainnya belum diberangkatkan. "Dari 21 orang yang belum diberangkatkan itu, dua orang diantaranya meminta pengembalian dana," kata Zulmi.
Zulmi lebih lanjut menjelaskan bahwa dalam kegiatan usahanya, penyelenggara jasa umrah dan pariwisata itu memiliki tiga program yakni promo, reguler, dan program VIP.
Paket umrah yang dijual berkisar Rp14,3 juta hingga Rp14,5 juta, nilai lebih murah dibandingkan biaya umrah umumnya sebesar Rp21-22 juta yang ditetapkan Kementerian Agama.
Dengan harga yang ditawarkan ‘miring’ itu membuat sebagian masyarakat tergiur sehingga tertarik dengan bisnis tipu menipu umat tersebut.
Zulmi mengungkapkan di Bali, First Travel membuka kantor cabang di Jalan Mahenderadatta Nomor 18C Denpasar yang dibuka akhir Februari 2017 dan kini telah ditutup setelah izin usahanya dicabut Kementerian Agama pada 1 Agustus 2017. "Tetapi jauh sebelum kantor cabangnya buka di Denpasar pada Februari 2017, sudah banyak agen-agen yang menawarkan usaha itu bahkan mereka menyebarkan brosur bagi yang berminat langsung didaftarkan," ucapnya.
Zulmi mewanti-wanti masyarakat untuk mewaspadai praktik menyimpang perusahaan yang menawarkan produk dengan nilai tidak masuk akal seperti kasus First Travel itu. "Tetap harus waspada terhadap adanya penawaran baik perusahaan formal ada izinya apalagi perusahaan tidak berizin. Jika ada penawaran, harus diwaspdai masuk akal atau tidak," ucapnya.
Dia juga mengimbau masyarakat untuk mengetahui biro perjalanan umrah dan haji yang terdaftar di Kementerian Agama melalui aplikasi android ‘umrahcerdas’. Polda Metro Jaya pada Rabu (9/8) telah menahan Direktur Utama First Travel atau PT First Travel Anugerah Karya Wisata Andhika Surachman dan istrinya Anniesa Hasibuan.
Mereka yang telah merintis usaha First Travel sejak 2009 itu ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan penipuan dan penggelapan uang. Zulmi lebih lanjut menjelaskan OJK tidak memiliki kewenangan untuk kasus tersebut karena wewenang ada di tangan Kementerian Agama.
OJK, lanjut dia, bertugas sebagai wadah koordinasi di Satgas Waspada Investasi baik pusat dan daerah dengan Kementerian Agama sebagai salah satu mitra yang bernaung di dalamnya bersama instansi lain.
Instansi lain tersebut yakni Polri, Kejaksaan, Bank Indonesia, Kementerian Perindustrian dan Perdagangan, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Perhubungan dan Badan Penanaman Modal termasuk bentukan instansi tersebut di daerah. *ant, isu
Komentar