Indonesia Emas, Seperti Apa?
Chaturvarṇyaṁ mayā sṛṣṭaṁ guṇa-karma vibhāgaśaḥ; tasyā kartāraṁ api māṁ viddhi akartāraṁavyayaṁ.(Bhagavad Gita 4.13)
Aku telah menciptakan empat varna sesuai dengan sifat (guna) dan pekerjaan (karma); ketahuilah bahwa Aku adalah pengatur dari semua ini, tetapi sebenarnya Aku adalah yang tidak bertindak dan tidak berubah.
PEMERINTAH mencanangkan Indonesia emas tahun 2045, sekitar 20 tahun lagi. Apa indikatornya? Salah satunya bisa dilihat dari dimensi pendidikan. Data BPS 2021 menyatakan bahwa jumlah penduduk Indonesia sebanyak 272,23 juta jiwa. Dari jumlah itu, mereka yang menamatkan kuliah S3 sebanyak 59.197 jiwa = 0,02 persen. Tamat S2 sebanyak 822.471 jiwa = 0,03 persen. Tamat S1 : 11,58 juta (4,25 persen), jenjang D3 : 3,46 juta jiwa (1,27 persen), D1 dan D2 mencapai 1,15 juta jiwa (0,42 persen). Total tamat sampai perguruan tinggi sebanyak 17,08 juta jiwa (16,7 persen). Lulusan S2 dan S3 di Indonesia hanya 0,45 persen dari jumlah total penduduk produktif berusia 15 – 64 tahun (187 juta jiwa). Malaysia dan Vietnam memiliki angka sekitar 2,43 persen. Sementara negara maju memiliki persentase lulusan S2 dan S3 hingga 9,8 persen.
Bagaimana idealnya Indonesia emas? Mari kita lihat dari teori varna yang dinyatakan oleh Krishna di atas. Menurut-Nya, semesta menciptakan empat varna berdasarkan sifat dan pekerjaan. Sifat (guna) atau yoni atau potensi diri menentukan jenis pekerjaan, dan inilah yang menjadi pondasi dari struktur masyarakat yang ideal. Ada yang memiliki yoni sebagai pemikir, pemimpin atau bela negara, pebisnis, dan pekerja. Tipe pemikir menurut teori varna menduduki posisi puncak, disusul oleh tipe ruler, pebisnis, dan terakhir pekerja. Struktur masyarakat ini akan menjadi ideal hanya jika tersusun seperti piramida. Tipe pemikir berada pada puncak piramida, disusul dengan tipe berikutnya, ruler, pebisnis, dan pekerja.
Jika diumpamakan ada 10 orang, struktur idealnya adalah 1 sebagai pemikir, 2 ruler, 3 pebisnis, dan 4 pekerja. Artinya, dari 100 persen masyarakat, 10 persen pemikir, 20 persen ruler, 30 persen pebinis, dan 40 persen pekerja. Jika merujuk teori ini, Indonesia emas paling tidak struktur masyarakatnya mendekati itu. Siapa yang tergolong pemikir? Filsuf, ilmuwan, sosiolog dan antropolog, ekonom, researcher, pendidik, penulis/sastrawan, aktivis sosial, teolog, dan yang sejenisnya tergolong tipe atau kelas pemikir. Yang tergolong tipe ruler: pemegang kekuasaan (presiden, gubernur, dan seterusnya), administrator, manajer, pemimpin, angkatan bersenjata, polisi dan yang sejenisnya. Yang tergolong pebisnis: pengusaha (entrepreneur), pemilik usaha kecil, investor, pemasar, petani, peternak dan yang sejenisnya. Yang tergolong pekerja: buruh pabrik, pekerja konstruksi, pekerja jasa, pekerja transportasi, pekerja kebersihan, pekerja rumah tangga, buruh migran, dan sejenisnya.
Dari rancang bangun tersebut, jika persentase dihitung dari usia produktif 15 – 64 tahun (187 juta jiwa), maka lulusan S2 dan S3 (higher education) semestinya 10 persen dari 187 juta jiwa = 18,7 juta. Ruler expert: 20 persen dari 187 juta jiwa = 37,4 juta. Bisnis expert: 30 persen dari 187 juta jiwa= 56,1 juta. Labour: 40 persen dari 187 juta jiwa = 74,8 juta. Struktur ideal inilah yang mesti dipenuhi agar bisa disebut Indonesia emas, puncak kejayaan. Tahap berikutnya adalah mengisi dan bertahan saja. Lalu, realita yang terjadi saat ini? Bagaimana formasi angkatan kerja di Indonesia saat ini?
Berdasarkan data BPS yang dikutip CNBC Indonesia, Rabu (8/5/2024), angkatan kerja dengan lulusan SD mengambil porsi 36,54 persen atau 51,95 juta orang. Lulusan SMP yang bekerja sebanyak 18,15 persen atau 25,81 juta orang. Lulusan SMA yang bekerja ada 29,22 juta orang atau 20,55 persen dan SMK sebanyak 17,18 juta orang atau 12,09 persen. Kelompok Diploma IV, S1, S2, S3 yang bekerja sebanyak 14,62 juta orang atau 10,28 persen. Diploma I/II/III dengan 2,40 juta orang atau 2,39 persen.
Dari data ini dapat dilihat bahwa struktur masyararakat di Indonesia masih sebagian besar berada di pondasi, sementara puncak piramida sangat kecil. Struktur ini tentu akan rentan, mudah goyah, dan jatuh. Sedikit saja ada goncangan, bangunannya bisa runtuh. Oleh karena itu, peningkatan kualitas SDM agar mendekati struktur ideal dari catur varna tersebut perlu dijadikan prioritas. 7
Komentar