Subak Spirit Festival ‘Kick Off’ di Jatiluwih, Lindungi Sawah untuk Pariwisata Berkelanjutan
Subak Spirit Festival
DTW Jatiluwih
Giring Ganesha Djumaryo
Wakil Menteri Kebudayaan RI
Sawah
Subak
Pariwisata Bali
TABANAN, NusaBali.com - Subak menjadi salah satu ikon pariwisata Pulau Dewata. Sistem irigasi pertanian dan pembagian air sawah yang adil dan demokratis ini mencuri perhatian global sehingga dinobatkan sebagai Warisan Dunia UNESCO Tahun 2012 lalu.
Sejak itu, subak jadi magnet wisatawan untuk datang ke Bali menikmati hamparan petak sawah hijau yang berundak dan indah dipandang mata. Seiring waktu, subak sebagai magnet wisata turut menarik pembangunan pariwisata semakin mendekat ke areal subak.
Pariwisata Bali yang sejatinya tumbuh menginang ke subak, kini menggerogoti inangnya sedikit demi sedikit. Sampai-sampai terlupakan bahwa subak sebagai hulu kebudayaan Bali lah yang membesarkan pariwisata. UNESCO bahkan sempat mengancam mencabut Warisan Dunia subak akibat faktor-faktor ini.
“Ayo ke sawah supaya kita bisa melihat permasalahan sawah itu sendiri, sawah adalah natah (pekarangan) kita,” kata Kurator Subak Spirit Festival I Gusti Dibal Ranuh di Subak Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Tabanan, Sabtu (9/11/2024).
Foto: Kurator SSF I Gusti Dibal Ranuh (kiri) dan Ketua Pengelola DTW Jatiluwih Ketut 'John' Purna. -RATNADI
Permasalahan subak sekarang ini disebut tidak hanya didorong penyempitan lahan sawah akibat pembangunan akomodasi pariwisata. Ada permasalahan sumber air yang justru menjadi nadi aktivitas subak. Tanpa air, subak tidak bernyawa.
Berangkat dari permasalahan yang ada, Kementerian Kebudayaan (Kemenbud) RI menginisiasi Subak Spirit Festival (SSF). Kata Dibal Ranuh selaku kurator festival, SSF digalakkan untuk mempromosikan dan mengapresiasi budaya subak Pulau Dewata, terutama dalam hal pemuliaan air.
“Festival ini terinspirasi dari skema proteksi subak Kemenbud, SSF menghargai langkah penting dalam menjaga keseimbangan antara konservasi budaya subak dan pengembangan pariwisata berkelanjutan,” tutur Dibal Ranuh.
SSF dikemas seakan-akan para pengunjungnya menyelami aktivitas budaya agraris. Festival yang berlangsung dua hari sampai Minggu (10/11/2024) ini bertempat di tengah-tengah Subak Jatiluwih, di jalur trekking Monumen UNESCO. Panggung festival bertengger di puncak undak terasering, booth pameran dan UMKM berderet di tepi jalur trekking.
Dibal menegaskan, SSF bukan sekadar festival. Selama dua hari kegiatan, SSF diramaikan upaya promosi budaya agraris seperti lokakarya sunari, lelakut (orang-orangan sawah) dan kapuakan (pengusir burung). Ada pula diskusi subak dan pertunjukan mapantigan di tengah petak sawah berlumpur.
“Inisiatif ini menggarisbawahi sawah sebagai penjaga ekosistem air, juga ruang seni ekologis di mana manusia dan alam terhubung dalam keseimbangan yang harmonis,” imbuh Dibal, menekankan Subak Spirit berlanjut sebagai gerakan di berbagai sektor untuk menjaga kebudayaan subak.
Sementara itu, Ketua Pengelola DTW Jatiluwih Ketut ‘John’ Purna menegaskan, SSF telah memberdayakan masyarakat agraris di Desa Jatiluwih. Masyarakat setempat terlibat langsung mengisi acara baik melalui pertunjukan seni dan demonstrasi kebudayaan subak.
“Mulai dari pelaku kuliner, kesenian, sampai anak-anak muda, semuanya dilibatkan di festival ini. Harapan kami, ini bisa memberikan edukasi terhadap pelestarian sawah bagi masyarakat kami sendiri dan masyarakat Tabanan secara umum,” tegas John.
SSF dibuka Wakil Menteri Kebudayaan RI Giring Ganesha Djumaryo, Sabtu siang, di tengah cuaca Jatiluwih yang mendung. Giring sempat mengelilingi lokasi festival yang penuh dengan demonstrasi budaya agraris. Giring berkomitmen melindungi keberlanjutan subak dan mendorong pembangunan pariwisata yang berkelanjutan.
“Selasa (12/11/2024) besok, saya akan langsung bertemu dengan Kementerian Pariwisata untuk benar-benar bisa bekerja sama bagaimana subak bisa menjadi tempat pariwisata, di saat bersamaan juga, pembangunan di sekitar subak bisa dijaga sehingga subak itu tetap terjaga,” kata Giring
Kata eks Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ini, subak selain sebagai warisan budaya, akan memiliki peran lebih penting di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Sebab, pemerintahan saat ini berambisi mewujudkan swasembada pangan. Subak sebagai produsen gabah dipandang sangat krusial.
“Dalam satu sampai empat tahun ke depan, kita harus memastikan bahwa kita swasembada pangan sesuai arahan Presiden. Program kebudayaan dan pangan ini bisa dilaksanakan bersamaan,” jelas Giring.
Dibal Ranuh selaku Kurator SSF menjamin, gelaran kick off atau permulaan di Subak Jatiluwih ini bukan yang terakhir. SSF bakal mengunjungi subak-subak lain di Pulau Dewata untuk menyebarkan nilai kebudayaan agraris dan memanggil kembali masyarakat Bali ke ‘rumah tua’ mereka yakni subak. *rat
Komentar