Cok Ace: Road Map Pelestarian Subak Harus Sejahterakan Petani
DENPASAR, NusaBali.com– Kementerian Kebudayaan RI bersama tokoh dan pemangku kepentingan lokal mengadakan acara “Temu Budaya Subak” pada Senin (11/11) di Universitas Udayana, Bali, sebagai bagian dari Subak Spirit Festival.
Acara ini menjadi ajang pembahasan pentingnya kesejahteraan petani dalam upaya pelestarian sistem subak sebagai Warisan Budaya Dunia.
Budayawan Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati, yang juga menjabat sebagai Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali, menyampaikan bahwa upaya melestarikan subak harus berfokus pada kesejahteraan para petani. Menurutnya, penghasilan dari pertanian saat ini masih jauh di bawah penghasilan sektor pariwisata, sehingga perlu adanya strategi agar profesi petani lebih diminati oleh generasi muda.
“Ini yang harus kita pikirkan karena penghasilan dari pertanian jauh di bawah penghasilan dari pariwisata,” kata pria yang akrab disapa Cok Ace itu. Ia menyoroti stigma negatif bahwa profesi petani dianggap kurang modern, yang menyebabkan minat generasi muda untuk terjun di sektor ini sangat rendah.
Dalam pemaparannya, Cok Ace menjelaskan bahwa rata-rata petani di Bali memperoleh pendapatan sekitar Rp36 juta per hektare setiap panen dengan waktu produksi mencapai empat bulan. "Penghasilan itu belum dipotong ongkos produksi, sehingga pendapatan per bulannya sangat kecil, terlebih bila dibandingkan dengan pekerja pariwisata,” jelas Cok Ace.
Cok Ace juga mendorong agar subak dikelola sebagai daerah wisata budaya untuk mendukung pendapatan petani. Ia memberi contoh Desa Ubud dengan Monkey Forest yang dikelola sebagai destinasi wisata dan menghasilkan pendapatan besar bagi desa. Menurutnya, pendekatan serupa bisa diterapkan di kawasan subak sehingga terjadi subsidi silang yang dapat meningkatkan kesejahteraan petani.
Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan Kementerian Kebudayaan, Irini Dewi Wanti, menyatakan bahwa kesejahteraan petani menjadi tujuan utama dalam penyusunan road map pelestarian subak. “Road map ini diharapkan menjadi dasar kerja sama lintas kementerian dan pemerintah daerah, termasuk di tingkat Provinsi Bali dan lima kabupaten yang menjadi lanskap budaya subak, yaitu Tabanan, Gianyar, Bangli, Badung, dan Buleleng,” jelas Irini.
Dalam cakupan subak yang diakui sebagai Warisan Budaya Dunia, terdapat lima situs penting yaitu Pura Ulun Danu, Danau Batur, Lanskap Subak DAS Pakerisan, Lanskap Subak Caturangga Batukaru, dan Pura Taman Ayun. Selain pemerintah, pelibatan berbagai komponen masyarakat seperti akademisi, seniman, dan petani juga sangat diharapkan untuk mendukung pelaksanaan road map tersebut.
Acara Temu Budaya Subak ini juga dihadiri sejumlah narasumber, di antaranya Gede Sedana (Ketua DPD Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Bali), Moe Chiba (Perwakilan UNESCO), I Made Sarjana (Ketua Lab. Subak dan Agrowisata Fakultas Pertanian Universitas Udayana), dan perwakilan dari Komunitas Petani Muda Keren.
Dengan adanya road map ini, Kementerian Kebudayaan bersama para tokoh dan pemangku kepentingan berharap dapat membawa angin segar bagi para petani, serta menjaga kelestarian subak sebagai bagian dari identitas dan kebanggaan budaya Bali.
Komentar