Penguger Pura Ulun Danu Beratan Diperiksa Polda Bali
Sekitar 50 pengurus Gebog Pasatakan Pura Ulun Danu Beratan, Desa Pakraman Candikuning, Kecamatan Baturiti, Tabanan mendatangi Mapolda Bali di Jalan WR Supratman Denpasar, Kamis (24/8) pagi.
TABANAN, NusaBali
Mereka datang untuk mengantar Penguger Pura Penataran Ulun Danu Beratan, Putu Suma Arta, yang dipanggil penyidik Polda Bali untuk diperiksa sebagai saksi terkait pemugaran tembok penyengker Pura Penataran Ulun Danu Beratan dan kasus penggembokan Pura Prajapati.
Selain Putu Suma Arta, penyidik Polda Bali kemarin juga memeriksa Mekel (prajuru adat) Pacung, Desa/Kecamatan Baturiti, Putu Kartana, serta dua pekerja bangunan terkait kasus yang sama, yakni Gusti Ngurah Wendra (tukang) dan Wayan Wali (buruh). Putu Suma Arta selaku Penguger Pura Penataran Ulun Danu Beratan dipanggil penyidik Polda Bali, karena dilaporkan oleh mantan Kelian Satakan terkait penggembokan Pura Prajapati dan pembongkaran tembok penyengker di Madya Mandala Pura Penataran Ulun Danu Beratan.
Putu Suma Arta bersama rombongan prajuru Gebog Pesatakan Pura Ulun Danu beratan tiba di Mapolda Bali, Kamis pagi sekitar pukul 09.30 Wita. Prajuru Gebog Pesatakan yang hadir mengantar Putu Suma Arta adalah para Bendesa Adat, Kelian Desa, prajuru Pande Bayan, dan prajuru Pande Marga. Turut serta dalam rombongan adalah Perbekel Candikuning Made Mudita dan Manajer DTW Ulun Danu Beratan, Wayan Mustika.
Meski sudah tiba pukul 09.30 Wita, namun Putu Suma Arta dan tiga rekannya baru masuk ruang penyidikan Polda Bali sengah jam kemudian. Mereka diperiksa selama 8 jam hingga petang pukul 18.00 Wita. “Kami dimintai keterangan terkait pembongkaran tembok penyengker di jaba tengah Pura Ulun Danu Beratan dan penggembokan di Pura Prajapati. Kami keluar ruangan penyidik pukul 18.00 Wita,” ungkap Suma Arta kepada NusaBali, tadi malam.
Kepada penyidik kepolisian, Suma Artha menjelaskan bahwa pangemong Pura Penataran Ulun Danu Beratan diberi nama Gebog Pesatakan, yang terdiri atas 15 desa adat dan 3 kelian desa. Gebok Pesatakan ini terbagi atas 4 Satakan, masing-masing Satakan Candi Kuning (beranggotakan 5 desa adat), Satakan Antapan (terdiri dari 4 desa adat), Satakan Baturiti (terdiri dari 6 desa adat), dan Satakan Bangah (terdiri dari 3 kelian desa).
Mengenai pembongkaran tembok penyengker di Madya Mandala Pura Penataran Ulun Danu Beratan, menurut Suma Arta, penyengker tersebut baru dibuat 2 tahun lalu oleh mantan Kelian Satakan, tanpa ada kesepakatan dan koordinasi. Sesuai kesepakatan rapat triwulan yang digelar DTW Ulun Danu Beratan dan Gebog Pesatakan tanggal 9 Juni 2017, penyengker sepanjang 20 meter tersebut akhirnya dibongkar. Alasannya, dari dulu tidak pernah ada penyengker, yang mungkin tujuannya agar umat langsung bisa tangkil ke Pura Ulun Danu Beratan, stana Dewi Danu, yang berada di tengah Danau Beratan.
Suma Artha menjelaskan, dirinya dipanggil penyidik Polda Bali karena dilaporkan oleh mantan Kelian Satakan terkait penggembokan Pura Prajapati dan pembongkaran tembok penyengker di Madya Mandala Pura Penataran Ulun Danu Beratan. “Mengenai pengancaman dan penggembokan pura, kami tidak tahu dan melihatnya. Sebab, waktu itu kami fokus melayani umat,” katanya. Hanya saja, lanjut Suma Arta, pada malam hari pura memang digembok untuk keamanan. *k21
Selain Putu Suma Arta, penyidik Polda Bali kemarin juga memeriksa Mekel (prajuru adat) Pacung, Desa/Kecamatan Baturiti, Putu Kartana, serta dua pekerja bangunan terkait kasus yang sama, yakni Gusti Ngurah Wendra (tukang) dan Wayan Wali (buruh). Putu Suma Arta selaku Penguger Pura Penataran Ulun Danu Beratan dipanggil penyidik Polda Bali, karena dilaporkan oleh mantan Kelian Satakan terkait penggembokan Pura Prajapati dan pembongkaran tembok penyengker di Madya Mandala Pura Penataran Ulun Danu Beratan.
Putu Suma Arta bersama rombongan prajuru Gebog Pesatakan Pura Ulun Danu beratan tiba di Mapolda Bali, Kamis pagi sekitar pukul 09.30 Wita. Prajuru Gebog Pesatakan yang hadir mengantar Putu Suma Arta adalah para Bendesa Adat, Kelian Desa, prajuru Pande Bayan, dan prajuru Pande Marga. Turut serta dalam rombongan adalah Perbekel Candikuning Made Mudita dan Manajer DTW Ulun Danu Beratan, Wayan Mustika.
Meski sudah tiba pukul 09.30 Wita, namun Putu Suma Arta dan tiga rekannya baru masuk ruang penyidikan Polda Bali sengah jam kemudian. Mereka diperiksa selama 8 jam hingga petang pukul 18.00 Wita. “Kami dimintai keterangan terkait pembongkaran tembok penyengker di jaba tengah Pura Ulun Danu Beratan dan penggembokan di Pura Prajapati. Kami keluar ruangan penyidik pukul 18.00 Wita,” ungkap Suma Arta kepada NusaBali, tadi malam.
Kepada penyidik kepolisian, Suma Artha menjelaskan bahwa pangemong Pura Penataran Ulun Danu Beratan diberi nama Gebog Pesatakan, yang terdiri atas 15 desa adat dan 3 kelian desa. Gebok Pesatakan ini terbagi atas 4 Satakan, masing-masing Satakan Candi Kuning (beranggotakan 5 desa adat), Satakan Antapan (terdiri dari 4 desa adat), Satakan Baturiti (terdiri dari 6 desa adat), dan Satakan Bangah (terdiri dari 3 kelian desa).
Mengenai pembongkaran tembok penyengker di Madya Mandala Pura Penataran Ulun Danu Beratan, menurut Suma Arta, penyengker tersebut baru dibuat 2 tahun lalu oleh mantan Kelian Satakan, tanpa ada kesepakatan dan koordinasi. Sesuai kesepakatan rapat triwulan yang digelar DTW Ulun Danu Beratan dan Gebog Pesatakan tanggal 9 Juni 2017, penyengker sepanjang 20 meter tersebut akhirnya dibongkar. Alasannya, dari dulu tidak pernah ada penyengker, yang mungkin tujuannya agar umat langsung bisa tangkil ke Pura Ulun Danu Beratan, stana Dewi Danu, yang berada di tengah Danau Beratan.
Suma Artha menjelaskan, dirinya dipanggil penyidik Polda Bali karena dilaporkan oleh mantan Kelian Satakan terkait penggembokan Pura Prajapati dan pembongkaran tembok penyengker di Madya Mandala Pura Penataran Ulun Danu Beratan. “Mengenai pengancaman dan penggembokan pura, kami tidak tahu dan melihatnya. Sebab, waktu itu kami fokus melayani umat,” katanya. Hanya saja, lanjut Suma Arta, pada malam hari pura memang digembok untuk keamanan. *k21
1
Komentar