Hari Baik Campur-campur
ORANG Bali menyebut hari baik sebagai dewasa ayu. Sebuah hari yang tak cuma baik, juga indah, cantik, menenteramkan, sehingga apa pun yang dikerjakan berlangsung lancar dan membahagiakan. Hari-hari baik itu punya harinya sendiri.
Aryantha Soethama
Pengarang
ORANG Bali menyebut hari baik sebagai dewasa ayu. Sebuah hari yang tak cuma baik, juga indah, cantik, menenteramkan, sehingga apa pun yang dikerjakan berlangsung lancar dan membahagiakan. Hari-hari baik itu punya harinya sendiri, yang untuk mencapainya melalui perhitungan, rumus-rumus waktu, gerak planet dan bintang-bintang, serta pergerakan kesibukan alam semesta.
Banyak orang Bali fanatik pada hari baik, sehingga untuk memperoleh dewasa ayu mereka mencarinya dengan cermat, bertanya kepada sulinggih atau para pakar ilmu perbintangan dan kalender Bali. Tapi, banyak juga yang tidak terlampau menghiraukan dewasa ayu untuk melaksanakan kegiatan upacara adat dan keagamaan. “Hari baik melangsungkan upakara adalah ketika kita punya banyak waktu dan banyak uang,” celoteh orang-orang tidak fanatik ini.
Kompas Minggu, 27 Juli 2003, memuat cerpen berjudul Hari Baik dengan latar belakang Bali. Alkisah, sepasang muda-mudi sepakat membangun rumah tangga. Kedua keluarga pengantin merestui dewasa ayu melangsungkan pernikahan. Seorang pendeta uzur akan muput upacara itu. Ketika pendeta renta itu hadir, banyak orang terheran-heran, mengapa sulinggih setua itu masih juga muput upakara.
Belum lagi rasa heran itu lenyap, suara berdebam terdengar dari pemiosan. Pendeta itu tergelincir di tangga bambu, terjerembab. Tubuhnya meliuk ke kanan sebelum ia sempat menggapai tiang bambu pemiosan. Bangunan itu bergetar, atapnya yang terbuat dari alang-alang dengan secarik kain kasa putih melambangkan kesucian jagat raya, sempat oleng, bergoyang-goyang sesaat menahan tubuh pendeta ringkih itu.
Sang pendeta terpelanting, terguling, disertai jeritan puluhan orang yang hadir hendak menyaksikan upacara perkawinan di rumah itu. Ia terkapar, terlentang di atas rumput hijau yang kemarin dipangkas rapi. Orang-orang panik merubungnya, memegangi tubuhnya yang terbujur kaku. Mereka yang tadi ngobrol sembari tertawa-tawa berderai langsung terdiam bingung. Mereka mengangkat tubuh pendeta itu, segera melarikannya ke rumah sakit. Rumah yang semula memancarkan kemeriahan dan kebahagiaan itu sontak berubah keruh dirubung kekalutan. Dua jam kemudian berita duka dahsyat disampaikan: orang suci renta itu meninggal di rumah sakit.
Keluarga wanita membatalkan sepihak pernikahan itu. Mereka menuntut agar dicari dewasa ayu baru. Bencana yang terjadi pasti akibat dari kesalahan menetapkan hari baik. Akhirnya keluarga pria setuju untuk berembug mengulang kembali mencari hari baik baru.
Selanjutnya...
1
2
Komentar