Hari Baik Campur-campur
ORANG Bali menyebut hari baik sebagai dewasa ayu. Sebuah hari yang tak cuma baik, juga indah, cantik, menenteramkan, sehingga apa pun yang dikerjakan berlangsung lancar dan membahagiakan. Hari-hari baik itu punya harinya sendiri.
Tetapi, berminggu-minggu, berbulan-bulan, berbilang tahun, hari baik itu tak pernah disepakati. Dua keluarga itu tak kunjung bersetuju. Di antara mereka kecocokan menjadi sangat mahal. Para orang tua, sepuh, turun tangan, yang justru membuat masalah jadi semakin rumit berbelit. Mereka trauma, sangat hati-hati menetapkan dewasa ayu, agar bencana tidak berulang.
Sepasang sejoli yang urung menikah itu pun bingung, lelah menunggu. Mereka kemudian memutuskan hari baik sendiri, bukan dewasa ayu pernikahan, tapi hari untuk mati. Mereka bunuh diri dengan terjun ke laut dari ujung tebing, dengan tubuh telanjang cuma dililit kain kasa putih. Cerpen ini hendak menyampaikan, betapa orang Bali tidak gampang, dan sering terjebak dalam kerumitan untuk menentukan hari baik.
Benarkah orang Bali berhati-hati menentukan dewasa ayu? Sungguhkah mereka tetap taat dengan pantangan-pantangan memilih hari untuk melakukan kegiatan upakara? Atau mereka kini sudah terbiasa tawar menawar dalam memilih dewasa ayu?
Seorang pemandu wisata mengajak tamunya, bule, berkunjung ke acara ngaben. Si guide menjelaskan, orang Bali sangat taat dan ketat memilih hari baik untuk ngaben, sehingga jenazah bisa berhari-hari di rumah karena memilih hari baik untuk ngaben itu. Si pemandu wisata juga membeberkan, jika hari-hari baik untuk ngaben, saat sama tak akan ada hari baik untuk upacara pernikahan.
Karena si turis senang mendengar penjelasan si guide, turis itu ingin lagi diajak berkeliling keesokan harinya. Di sebuah desa mereka menjumpai gerbang rumah yang dihias meriah. Si turis bertanya, “Apakah keluarga itu sedang melangsungkan upacara ngaben?” Si pemandu mengatakan, “Tidak, tidak, hiasan seperti itu pertanda ada anggota keluarga menikah.”
Si bule kaget, “Bukankah you menjelaskan kemarin, hari baik tak boleh dicampur-campur, harus khusus? Hari ngaben hanya untuk ngaben, menikah untuk menikah.” Si pemandu wisata menjawab, bahwa sekarang orang Bali sudah modern. Artinya, banyak tradisi yang bisa ditawar-tawar. Ia juga menceritakan, kadang terjadi sebuah keluarga sedang ngaben, tetangganya melangsungkan pernikahan. Mendengar penjelasan itu, si bule tersenyum dan menepuk-nepuk bahu si guide.
Tentu jawaban pemandu wisata itu ala kadarnya, tapi belakangan memang sering terjadi saat banyak orang menikah, banyak juga orang diaben. Pada hari-hari bersamaan, tak sedikit keluarga yang menyelenggarakan upacara metatah. Entahlah, mengapa sekarang banyak terjadi yang begini. Dulu-dulu tidak.
1
2
Komentar