nusabali

Pelaku Pariwisata Bali Minta Timbal Balik PHR, Enggan Jadi ‘Sapi Perahan’ untuk Danai Hibah

  • www.nusabali.com-pelaku-pariwisata-bali-minta-timbal-balik-phr-enggan-jadi-sapi-perahan-untuk-danai-hibah

MANGUPURA, NusaBali.com - Pelaku pariwisata menuntut timbal balik dari pemungutan Pajak Hotel dan Restoran (PHR). Selama ini pemerintah dianggap ingin pajaknya saja, sedangkan tidak ada kontribusi signifikan kepada sektor pariwisata itu sendiri dari segi upaya promosi dan program pro kepariwisataan.

Tuntutan sekaligus keluhan para pelaku usaha pariwisata ini mengemuka di acara Dialog Ekonomi Calon Bupati Badung yang digelar Kadin Kabupaten Badung di Hotel Made Bali, Kelurahan Sempidi, Mengwi pada Jumat (15/11/2024).

Seperti yang diketahui, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Badung sangat bergantung pada pajak pariwisata. Lebih dari 80 persen PAD Gumi Keris berasal dari sektor ini. Namun, pelaku pariwisata menilai kontribusi sektor pariwisata yang begitu besar belum diapresiasi dengan semestinya.

Di acara uji publik berformat dialog ini, Ketua DPD ASITA Bali Putu Winastra awalnya mengomentari program para pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Badung yang cenderung ‘hibah-hibah saja.’ Sedangkan, tidak ditemukan satupun program konkret yang bersifat timbal balik untuk sektor pariwisata.

“Padahal, Bapak mendapat dana yang begitu besar dari pariwisata. Ini sangat ironis. Di satu sisi, Bapak memakai dana yang kami hasilkan untuk pembangunan tetapi Bapak tidak mengembalikan ke pariwisata itu sendiri,” ungkap Winastra.

Kata Winastra, ASITA Bali berkontribusi terhadap 40 persen jumlah kunjungan ke Pulau Dewata. Hal ini mempengaruhi PAD kabupaten/kota yang bergantung pada sektor pelancongan seperti Kabupaten Badung.

ASITA menuntut Pemkab Badung berperan lebih signifikan terhadap upaya promosi destinasi wisata. Winastra mengingatkan, promosi destinasi wisata adalah tanggung jawab pemerintah, sedangkan promosi produk pariwisata barulah tugas industri seperti ASITA.

“Faktanya dukungan untuk promosi ini kan tidak ada. Walaupun ada tapi kan tidak signifikan. Bisa dibayangkan, yang didapatkan dari PHR itu sekian triliun tapi berapa untuk dana promosi yang dialokasikan?” tutur Winastra yang juga pemilik Karang Bali Asli (KBA) Tur ini.

Winastra mewanti-wanti, upaya promosi sangat krusial untuk sektor pariwisata agar dikenal lebih luas oleh para wisatawan. Promosi daring sudah dilakukan. Sangat penting juga mengikuti promosi luring seperti menghadiri event di luar negeri yang sangat membutuhkan kehadiran pemerintah.

Hal senada diungkapkan Ketua DPC PHRI Kabupaten Badung I Gusti Ngurah Rai Suryawijaya. Menurutnya, Badung mengantongi Rp 10 triliun lebih dari PHR. Tetapi, tidak ada satu pun program pro pariwisata atau bentuk timbal balik lainnya kepada para pelaku pariwisata.

Bali & Beyond Travel Fair (BBTF) saja yang untuk mempromosi pariwisata Bali berjalan sendiri, kata Rai Suryawijaya. Ini tanpa dukungan dari pemerintah daerah (pemda) di Bali yang paling diuntungkan dengan adanya aktivitas pariwisata di Pulau Dewata.

“Bisa jor-joran hibah miliaran seperti itu tapi Badung tidak diperhatikan. Suka tidak suka, mau tidak mau, Bali masih bergantung pada pariwisata,” ujar Rai Suryawijaya yang juga Wakil Ketua DPD PHRI Provinsi Bali ini.

Baik Winastra dan Rai Suryawijaya sepakat menuntut timbal balik yang konkret dari Pemkab Badung. Timbal balik konkret ini adalah menyisihkan PHR sekian persen, tergantung kebijakan pemerintah, untuk dikembalikan ke sektor pariwisata guna mendukung program-program pro kepariwisataan.

“Harus ada, konkret berapa persen dikembalikan (ke pariwisata), itu yang kami inginkan. Entah itu lima persen, dua persen dari PHR. Bukan dari APBD. Dari Rp 10 triliun itu, berapa persen? Itu keputusan Bapak,” tegas Rai Suryawijaya yang juga putra daerah Badung asal Desa Dalung, Kecamatan Kuta Utara ini.

Sementara itu, Winastra menyarankan bahwa idealnya minimal lima persen dari PHR Badung dikembalikan ke sektor pariwisata. Termasuk di dalamnya untuk program promosi luar negeri dan event internasional seperti BBTF yang bakal digelar Juni 2025 ini di Bali International Convention Center, Nusa Dua.

“Setidaknya lima persen dari PHR itu sangat ideal sekali. Karena satu tahun itu kan banyak sekali ada event di seluruh dunia. Termasuk di Bali, BBTF ini perlu didukung sebagai salah satu event promosi pariwisata internasional yang lahir di Bali,” jelas Winastra.

Untuk itu, Rai Suryawijaya berharap pemimpin Badung ke depan tidak ‘omon-omon saja’ ketika membicarakan langkah timbal balik terhadap upaya pengembangan sektor pariwisata yang berbasis budaya. Begitu juga Winastra yang meminta pemimpin Badung nanti jangan hanya ‘lips service.’ *rat

Komentar