Desa Dukuh Penaban Usulkan Lawar Jepun Didaftarkan HAKI
Tradisi ngelawar don jepun
Museum Pustaka Lontar
HAKI (hak kekayaan intelektual)
Hadir Kadis Kebudayaan Pariwisata
I Putu Eddy Surya Artha
Brida Provinsi Bali
AMLAPURA, NusaBali - Desa Adat Dukuh Penaban, Kelurahan/Kecamatan Karangasem, mengajukan tradisi warisan budaya mengolah daun jepun agar masuk daftar HAKI (hak kekayaan intelektual). Harapannya, agar di kemudian hari tidak ada daerah tertentu mengklaim sebagai hasil warisan budaya.
Bendesa Adat Dukuh Penaban Jro Nengah Suarya, memaparkan hal itu di sela-sela petugas BRIDA (Badan Riset dan Inovasi Daerah) Provinsi Bali, melakukan verifikasi di Museum Pustaka Lontar, Banjar Adat Dukuh Bukit Ngandang, Desa Adat Dukuh Penaban, Kelurahan/Kecamatan Karangasem Jumat (22/11).
Mulanya Bendesa Adat Dukuh Penaban Jro Nengah Suarya berkoordinasi ke Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Karangasem agar mendaftarkan aktivitas mengolah lawar jepun yang jadi tradisi turun temurun di Desa Adat Dukuh Penaban, masuk daftar HAKI. Selanjutnya pihak Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Karangasem mengajukan ke BRIDA Provinsi Bali, sehingga dilakukan verifikasi dengan mengecek ke lapangan sejauh mana aktivitasnya, serta sejarahnya.
Tujuan mengajukan agar masuk daftar HAKI, agar dapat perlindungan hukum. Ternyata tradisi ngelawar daun jepun itu, masuk kekayaan intelektual komunal, didasari pengetahuan tradisional.
Dalam kunjungan rombongan BRIDA Provinsi Bali dikoordinasikan Putu Gede Bayu Negara, memantau tata cara membuat lawar dari daun jepun, mulai dari cara merebus daun jepun, adonan, bumbu yang digunakan, hingga jadi sayur siap dihidangkan, diolah dicampur daging ayam, menjadi satu kemasan berisi sate dan beragam jenis lawar lainnya
Hadir Kadis Kebudayaan Pariwisata I Putu Eddy Surya Artha, Kabid Pengembangan Sumber Daya Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jro Kerti, Bendesa Adat Dukuh Penaban Jro Nengah Suarya, Sekretaris Desa Adat Dukuh Penaban I Nengah Sudana, dan segenap warga.
Jro Suarya menjelaskan, tradisi membuat lawar dari daun jepun telah terjadi sebelum tahun 1712 Masehi, di awal pembangunan Pura Puseh. Sesuai sejarahnya, saat membangun Pura Puseh, di atas bukit, terjadi paceklik, tanaman pangan banyak yang mati, yang tumbuh lebat hanya tanaman jepun, dengan daunnya yang lebat.
Setiap sehabis gotong royong membangun Pura Puseh, katanya warga yang pulang ke rumahnya masing-masing memetik daun jepun, digunakan untuk sayur. Sebab, yang tersisa hanya tanaman itu. Akhirnya terbiasa warga mengonsumsi daun jepun. "Maka saat paruman muncul ide, setiap piodalan di Pura Puseh, agar membuat adonan daun jepun, terutama Purnama Kapat, Purnama Kapitu, Purnama Kadasa, dan Umanis Kuningan, mengolah daun jepun istilah lokal namanya penyaud," jelas Jro Suarya.
Tradisi itu berlanjut turun temurun. Selama ini di setiap piodalan adonan lawar jepun yang dibuat sebanyak 108 tanding, dipersembahkan di setiap palinggih di Pura Puseh.
Kadis Budpar Eddy Surya Artha membenarkan, pihak Desa Adat Dukuh Penaban minta diusulkan, agar tradisi membuat lawar jepun masuk HAKI. "Selain tradisi itu turun temurun, juga untuk pelengkap upacara," katanya.7k16
Komentar