Dua Kali Terbitkan SP3, Dua Kali Kapolresta Kalah Praperadilan
DENPASAR, NusaBali - Kasus dugaan tindak pidana nikah tanpa izin sebagaimana diatur dalam Pasal 279 KUHP dengan tersangka Frederik Surya Tjoe (41) - Helda (44) telah dilaporkan sejak 2021, namun berkas perkara ini hingga belum tuntas sekarang.
Bahkan, dua kali Kapolresta Denpasar menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), dua kali pula Kapolresta Denpasar mengalami kekalahan dalam sidang praperadilan.
Terbaru, Kamis (21/11) lalu, permohonan praperadilan Fernando Lesmana (sebagai pelapor) dikabulkan oleh hakim, Tjokorda Putra Budi Pastima, SH, MH di PN Denpasar. Dalam putusannya, hakim memerintahkan termohon dalam hal ini Kapolresta Denpasar untuk melanjutkan penyidikan karena sudah ditemukan tiga alat bukti permulaan yang cukup dalam menetapkan Frederik dan Helda menjadi tersangka. Dengan demikian, SP3 yang diterbitkan oleh Kapolresta Denpasar adalah tidak sah.
"Menyatakan Penghentian Penyidikan sebagaimana dalam surat Termohon Nomor: B/27.B/V/RES.1.24/2024 tanggal 29 Mei 2024 ditujukan kepada Kepala Kejaksaan Negeri Denpasar Hal: Surat Perintah Penghentikan Penyidikan Jo. Surat Perintah Penghentian Penyidikan Nomor: SPPP/10/V/RES.1.24./2024 tanggal 29 Mei 2024 disertai Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan Nomor: S.Tap/80/V/RES.1.24./2024 tanggal 29 Mei 2024 dan Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan Nomor: S Tap/81/V/RES.1.24./2024 tanggal 29 Mei 2024, adalah tidak sah. Memerintahkan Termohon melanjutkan Penyidikan terhadap Laporan Polisi Nomor: LP/B/252/III/2021/RESTA DPS/POLDA BALI, tanggal 28 Maret 2021," baca Budi Pastima dalam putusannya.
Hakim praperadilan juga menimbang keterangan saksi ahli dari pemohon, Dr Ahmad Sofian, SH, MA dosen dari Universitas Bina Nusantara bahwa penyidik yang menerbitkan SP3, sementara penyidik sendiri yang menerbitkan sidik, tersangka, dan DPO. Sehingga secara logika hukum orang yang sudah DPO tidak dapat di SP3. Dan pengadilan sendiri pun sudah menyatakan tidak boleh.
"Dasar penerbitan SP3 karena tidak cukup bukti. Sementara penetapan tersangka karena minimal adanya dua alat bukti. Seharusnya hakim yang memutuskan orang ini terbukti bersalah atau tidak. Kalau penyidik yang menerbitkan SP3 dengan alasan tidak cukup bukti, berarti penyidik sudah memvonis orang tersebut tidak terbukti. Padahal yang menentukan orang itu terbukti bersalah atau tidak adalah hakim di persidangan," kata Ahmad Sofian dalam keterangannya di muka persidangan, Rabu (20/11).
Putusan hakim praperadilan ini seakan menjadi pembelajaran bagi Kapolresta Denpasar karena sebelumnya juga telah menerbitkan SP3 dan Fernando melakukan praperadilan. Putusan majelis hakim I Wayan Suarta, SH, MH pada 17 Januari 2024 menerima permohonan Fernando dan memerintah Kapolresta Denpasar untuk kembali melanjutkan penyidikan. Namun setelah membuka kembali SP3 itu, lagi-lagi Kapolresta Denpasar menerbitkan SP3.
Fernando kembali melakukan praperadilan dan kembali Kapolresta Denpasar dinyatakan kalah. Pada Oktober 2022 lalu, kedua tersangka, Frederik dan Helda, yang telah berstatus DPO mempraperadilkan Kapolresta Denpasar namun putusan hakim praperadilan dimenangkan oleh Kapolresta Denpasar. Menariknya, sekarang Kapolresta Denpasar justru menerbitkan dua kali SP3 dan keduanya itu dibatalkan oleh majelis hakim praperadilan.
Lodewyk Siahaan SH selaku kuasa hukum pelapor yang dihubungi via telepon mengatakan, sesuai fakta persidangan, hakim praperadilan PN Denpasar menyatakan SP3 tanggal 29 Mei 2024 yang diterbitkan Kapolresta Denpasar ditujukan kepada Kepala Kejaksaan Negeri Denpasar adalah tidak sah. Pengacara berdarah Batak ini justru mempertanyakan kepada Kapolresta Denpasar ada apa sehingga dua kali menerbitkan SP3.
Sedangkan penyidik telah menemukan tiga alat bukti permulaan yang cukup. Frederik dan Helda sendiri telah berstatus tersangka dan masuk DPO yang justru diterbitkan sendiri oleh Polresta Denpasar. Bahkan dikuatkan dengan Red Notice oleh Divisi Hubungan Internasional Polri atas permintaan Polda Bali. Selain itu, telah nyata secara fakta di persidangan telah ditemukan tiga alat bukti terkait laporan pengaduan kliennya, yaitu saksi terpenuhi, saksi ahli Dr Eva Achjani Zulfa, SH, MH terpenuhi serta petunjuk persesuaian rekaman CCTV dan bukti di TKP terpenuhi.
"Kami mengucapkan terima kasih kepada hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini yang telah membuat terang peristiwa pidana tersebut. Untuk seterusnya kami akan mengawal laporan kasus ini sampai selesai," katanya. Menanggapi putusan praperadilan tersebut, Kasi Humas Polresta Denpasar, AKP I Ketut Sukadi, mengatakan akan melaksanakan putusan tersebut. "Kita akan proses sesuai dengan aturan dan melaksanakan putusan hakim," katanya. 7rez
Komentar