MUTIARA WEDA: Perang Abadi
Sang dhiramrih ayuddha rana tapabrata makalaga wirasadripu Lagy abyuha samadhitattwaguna wahana nira karunadidharana Sanmudra dhwaja singhanada japamantra waradhanuh acintyabhawana Bodhijnana sarottamanhilanaken ripu makaphala dharmasunyata. (Kunjarakarna Dharmakathana, 1.1)
Orang yang teguh berjuang dan bertempur di medan pengendalian diri melawan enam musuh besar sebagai lawannya. Sebagaimana adanya, dia mengambil susunan perangnya sebagai kualitas meditasi sejati, dan keretanya adalah latihan spiritual dengan langkah pertama berupa kasih sayang. Isyarat tangan (mudra) yang benar adalah panjinya, teriakan perangnya adalah japamantra, rumusan-rumusan yang dibisikkan, dan busurnya yang indah adalah kontemplasi atas yang tak terpahami. Pencerahan adalah anak panah utamanya yang menghancurkan musuh, dan sebagai hadiahnya adalah keadaan pembebasan total.
KUNJARAKARNA, pertapa raksasa mendapat kesempatan bertemu dengan Wairocana Buddha. Pada pertemuan tersebut Kunjarakarna diperintahkan untuk pergi ke neraka, menyaksikan semua kejadian di sana, serta bertemu dengan Dewa Yama. Semua pelajaran tentang dharma akan diberikan setelah datang dari sana. Di neraka, Kunjarakarna bertemu dengan berbagai penyiksaan para roh yang telah melakukan berbagai jenis dosa. Kunjarakarna merasakan kengerian yang teramat sangat di sana. Pada sebuah sudut dia melihat para anak buah Yama sedang menyiapkan jambangan besar. Kunjarakarna bertanya mengenai peruntukannya. Mereka menjawab bahwa tempat itu digunakan untuk menghukum Purnawijaya, seorang Gandarwa yang akan segera habis masa menikmati sorganya.
Mendengar itu, Kunjarakarna terkejut, sebab Purnawijaya adalah teman baiknya. Segera setelah menyelesaikan tugasnya di Yamaloka, dia segera menemui Purnawijaya dan mengabarkan berita itu. Untuk mengatasi itu, Kunjarakarna menyarankan agar ikut bersamanya bertemu Buddha Wairocana. Mereka berdua pun berangkat. Setelah bertemu kembali, Kunjarakarna menyatakan telah bertemu Dewa Yama dan kemudian memohon agar Purnawijaya diringankan hukumannya. Rencananya, Purnawijaya akan menghuni neraka lebih dari 10 ribu tahun. Atas kemurahan hati Buddha, mereka berdua pun diajarkan tentang Dharma. Mereka berdua meresapi ajaran rahasia tersebut.
Setelah itu Wairocana menyatakan bahwa Purnawijaya harus tetap ke neraka dan hanya tinggal 10 hari di sana. Hal ini membuat Yama bingung, karena menurut catatan, Purnawijaya harus berada di neraka selama puluhan ribu tahun. Pada saat Dewa Yama menghadiri ritual yang diselenggarakan oleh Purnawijaya setelah bertekad untuk melaksanakan tapa di Himalaya, Beliau bertanya kepada Buddha Wairocana, mengenai kasus yang tidak dimengerti oleh seluruh petugas di Yamaloka. Buddha menjelaskan bahwa siapapun yang telah mendengarkan ajaran Dharma dan bertekad mengikuti ajaran itu secara total, maka orang yang berdosa sekalipun akan diringankan dosanya. Bahkan, semua senjata yang dipakai untuk menyiksa Purnawijaya berubah menjadi benda yang tidak membahayakan. Di akhir cerita, keduanya baik Kunjarakarna maupun Purnawijaya mencapai pembebasan sempurna.
Berdasarkan cerita tersebut, kita bisa melihat bahwa karya seperti ini bisa bersifat politis, yakni sebagai alat untuk menyebarkan misi. Di dalamnya mengandung sebuah metode agar orang-orang tertarik mengikuti ajaran dharma. Strateginya adalah, bahkan orang yang sudah ditentukan waktunya untuk dihukum di neraka pun bisa dibatalkan jika mereka telah mendengarkan dan mampu meresapi ajaran dharma. Strategi ini dipandang efektif sebab setiap orang takut akan hukuman meskipun sudah tahu dirinya bersalah. Untuk menebus semua kesalahan itu tanpa hukuman, mereka akan secara sadar mau belajar dan melaksanakan ajaran dharma sebagaimana Buddha ajarkan.
Apakah kemudian, setelah mengikuti dharma, orang benar-benar bisa terbebas mencapai nirwana sebagaimana Kunjarakarna dan Purnawijaya peroleh? Tentu tidak sesederhana itu. Setelah berada dalam radius dharma, mereka harus melakukan berbagai hal. Sadhana keras harus tetap dilaksanakan. Seperti apa? Kebenarannya ada pada bab (1.1) di atas. Mereka harus berperang melawan musuh di dalam diri, construct atau strategi perangnya adalah meditasi yang benar. Kereta perangnya adalah latihan spiritual yang konsisten dengan langkah pertamanya kasih sayang. Panji-panji dan yel-yelnya adalah mudra dan japa mantra. Busurnya adalah achityabhawana, anak panahnya bodhijnana, dan sasarannya adalah dharmasunyata. Inilah kesimpulan sekaligus pesan inti dari cerita Kunjarakarna itu. Inilah rumusannya jika ingin berada dalam ajaran dharma dan terlepas dari segala hukuman duniawi. 7
1
Komentar