Verifikasi Penghargaan Kerthi Buwana Sandi Nugraha di ARMA Museum
GIANYAR, NusaBali - Pemerintah Provinsi Bali melalui Dinas Kebudayaan Provinsi Bali akan memberikan penghargaan Kerthi Buwana Sandi Nugraha kepada lembaga atau yayasan yang berperan besar dalam menjaga dan mengembangkan kesenian Bali.
Satu di antaranya Yayasan Walter Spies yang berpusat di ARMA Museum Kecamatan Ubud, Gianyar. Yayasan Walter Spies bersama Yayasan Dwijendra dan Museum Bali (Le Mayeur) diagendakan ditetapkan menerima penghargaan tertinggi oleh Pemerintah Provinsi Bali dalam waktu dekat ini.
Dalam agenda verifikasi, tim Bali Kerthi Buwana Sandhi Nugraha terdiri dari Prof Dr Made Bandem, Prof Dr I Wayan Dibia, dan I Gde Nala Antara mengunjungi Yayasan Walter Spies di ARMA Museum, Ubud, Selasa (3/12). Prof Bandem mengungkapkan, Tim Disbud Bali melakukan verifikasi serangkaian pemberian penghargaan Kerthi Buwana Sandi Nugraha kepada tokoh besar yang berjasa mengembangkan kebudayaan Bali. Salah satunya Yayasan Walter Spies yang mengoleksi karya asli Walter Spies satu satunya di Bali (1933) ada di ARMA Museum.
Prof Bandem menuturkan, Walter Spies sejak tahun 1930 an-1940an telah berperan besar mengembangkan dan memperkenalkan kebudayaan Bali ke kancah dunia. “Penghargaan ini bermula sejak setahun lalu, di mana saat itu Pj Gubernur Bali berkunjung ke Ubud dan bertanya kepada sejumlah tokoh di Ubud siapa tokoh luar negeri yang ikut berjasa mengembangkan kesenian Bali. Nah kami kebetulan ada di Ubud, salah satunya tokoh Walter Spies,” ujar Prof Bandem.
Dia menjelaskan, dipilihnya Walter Spies karena banyak perannya dalam membina dan mengembangkan kesenian Bali. “Kalau bicara kecak, Walter Spies ini selalu orangnya yang tampil mengagungkan mementaskan kecak untuk kepentingan wisatawan. Walter Spies perannya sangat besar ketika membuat film ‘Insel Del Damonem’ atau Bali Pulau Hantu tahun 1931 dan diluncurkan tahun 1933,” tuturnya.
Ketika itu lanjut Prof Bandem, dalam film yang digarap Walter Spies bercerita tentang kesenian Bali di antaranya tarian Kecak dan tari sakral Sanghyang. Ketika 1925, Walter Spies pertama berkunjung ke Ubud. Dia disuguhkan tarian Sanghyang diiringi tarian Kecak. Ketika membuat film beliau memisahkan antara yang sakral dan profan, ini ide sangat brilian tidak mau kesenian Bali didesakralisasikan, di mana tari Sanghyang dan tari Kecak tidak lagi disajikan bersama-sama. Sejak itu mulai tari Kecak disajikan tersendiri untuk wisatawan.
Selain itu, Walter Spies seorang pelukis yang banyak memberikan masukan kepada pelukis tradisional di Ubud. Terutama perspektif, memperkenalkan kanvas, warna, teknik, media, seperti gaya Barat. Walter Spies ikut mendirikan Pita Maha, sebuah yayasan yang lahir dengan aliran pemikiran untuk peningkatan kualitas seni, seperti seni lukis, seni patung di Bali. Karena saat itu, banyak karya seni Bali sudah diboyong oleh wisatawan ke luar negeri.
Prof Bandem mengatakan, secara ketokohan Walter Spies pernah diberikan Anugerah Dharma Kusuma, namun karena kehilangan data akhirnya tidak jadi. Pemilik Museum Arma, Anak Agung Gde Rai menegaskan Museum Arma memiliki koleksi satu-satunya karya Walter Spies di Bali. Karya lukisan berjudul Calonarang. Saat Walter Spies melukis dia mendemontrasikan lukisannya di depan pelukis Ubud. “Dia mempertemukan lukisan gaya barat, disaksikan oleh seniman seperti AA Sobrat, pak Mregeg, seniman Padangtegal diundang. Karya Walter Spies sangat langka, sangat sedikit, karena dia melukis satu karya saja dalam satu tahun,” ujar Gung Rai. 7 nvi
1
Komentar