nusabali

14,9 Persen Orang Bali Rentan Masalah Kejiwaan, Kemenkes Kampanye Pertolongan Pertama pada Luka Psikologis di Denpasar

  • www.nusabali.com-149-persen-orang-bali-rentan-masalah-kejiwaan-kemenkes-kampanye-pertolongan-pertama-pada-luka-psikologis-di-denpasar

DENPASAR, NusaBali.com - Masalah kesehatan jiwa di Bali cukup mengkhawatirkan jika dilihat dari jumlah kasus bunuh diri. Bunuh diri jadi salah satu tanda masalah kejiwaan yang gagal tertangani, sehingga menjadi gangguan jiwa atau berujung mengakhiri hidup karena depresi, kecemasan, sampai skizofrenia.

Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali mengungkapkan, 118.822 orang atau 14,9 persen populasi Pulau Dewata berisiko masalah kejiwaan. Dari ratusan ribu orang yang rentan mengalami masalah kejiwaan, 4,7 persen atau 5.546 orang di antaranya berstatus Orang dengan Masalah Kejiwaan (ODMK). Paling banyak tersebar di Bangli dan Jembrana.

Di sisi lain, Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Polri menyebutkan bahwa Provinsi Bali adalah tiga satuan daerah Polri yang mencatatkan kasus bunuh diri terbanyak selama 1 Januari-19 Agustus 2024. Polda Bali mencatat 101 kasus bunuh diri pada periode ini, jadi ketiga terbanyak setelah Jawa Tengah dan Jawa Timur.

“Melihat jumlah penduduk Bali yang saya rasa tidak sebanyak daerah lain, tentu jumlah kasus bunuh diri itu tergolong tinggi ya,” kata Direktur Kesehatan Jiwa, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dr Imran Pambudi MPHM kepada NusaBali, ditemui di Denpasar, Jumat (6/12/2024).

Selain itu, Imran menuturkan bahwa kurang dari 13 persen penduduk Indonesia yang mengalami masalah kejiwaan mengakses layanan kesehatan. Hal ini jadi pemicu ODMK meningkat menjadi Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) atau justru memilih mengakhiri hidup karena tekanan psikologis akibat masalah kejiwaan.

Penanganan dini terhadap masalah kejiwaan menjadi kunci pencegahan. Penanganan dini ini adalah Pertolongan Pertama pada Luka Psikologis (P3LP). Bukan luka fisik saja yang memerlukan pertolongan pertama, luka batin pun harus diperlakukan serupa demi mencegah luka yang lebih parah.


Untuk itu, pada Jumat di Harris Hotel & Residences Sunset Road, Denpasar, Kemenkes melalui Direktorat Kesehatan Jiwa menggelar Kampanye P3LP. Sosialisasi pertolongan pertama untuk luka batin ini menyasar ratusan mahasiswa yang ada di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung.

“Masalah kesehatan jiwa itu memang dimulai dari anak usia remaja. Mereka juga dikenal sebagai generasi yang katanya tidak struggle, gampang menyerah. Karena kondisi ini, golongan mereka ini jadi rentan dengan masalah-masalah kesehatan (jiwa),” tutur Imran.

Kata Imran yang juga Ketua Dewan Pengawas RSPI Sulianti Saroso, Jakarta ini, Kampanye P3LP adalah upaya promotif Direktorat Kesehatan Jiwa untuk memerangi masalah kejiwaan. Elemen masyarakat, termasuk mahasiswa, diajak bertanggung jawab terhadap kesehatan jiwa lingkungan terdekat mereka, keluarga.

Imran mengatakan, setiap orang bisa menjadi pihak yang memberikan P3LP kepada orang terdekat mereka. Namun, mereka hendaknya memiliki tiga kemampuan yakni mampu memerhatikan, mendengar, dan menghubungkan.

“Melihat. Apakah orang-orang terdekatnya mulai terlihat ada perubahan-perubahan, yang biasanya rajin, rapi, kok akhir-akhir ini acak-acakan,” ungkap Imran.

Kemudian, pemberi P3LP juga harus pandai mendengarkan keluh kesah orang-orang terdekat mereka yang mulai menunjukkan perubahan perilaku. Tidak sekadar mendengarkan, tetapi menyimak dengan rasa empati sehingga kerabat dengan gejala masalah kejiwaan merasa diperhatikan.

Seorang pemberi P3LP tidak dituntut menyelesaikan gejala masalah kejiwaan. Oleh karena itu, mereka dapat menghubungkan orang dengan gejala masalah kejiwaan dengan layanan kesehatan seperti psikolog maupun psikiater.

“First aider (penolong pertama) baru kami mulai bentuk tiga bulan terakhir. Harapan kami first aider ini rasionya 1 banding 10 penduduk. Kalau Bali penduduknya ada 4,36 juta ya berarti perlu 400.000-an, ya kalau bisa 250.000 okelah,” tandas Imran.

Sementara itu, Direktur RSJ Provinsi Bali dr Ni Wayan Murdani MAP yang hadir mewakilkan Pj Gubernur Bali membuka Kampanye P3LP, Jumat pagi, menuturkan bahwa masyarakat Bali perlu memahami kesehatan bukan saja tentang jasmani. Ada yang namanya kesehatan rohani atau kesehatan jiwa yang sama pentingnya.

“Bukan saja P3K, pertolongan pada luka fisik tapi masalah kejiwaan juga memerlukan pertolongan pertama sehingga tidak sampai ke kondisi yang mengalami gangguan jiwa, yang paling berat itu kan skizofrenia,” beber dr Murdani kepada NusaBali.com, ditemui di sela acara Kampanye P3LP.

Murdani menilai, pemilihan segmen mahasiswa untuk upaya promosi masalah kejiwaan sudah tepat dilakukan. Bagaimanapun, masalah kejiwaan di usia remaja memiliki tantangan yang lebih berat dengan faktor pemicu eksternal yang kompleks seperti adanya gawai dan media sosial, sampai pola pergaulan remaja dewasa ini.

“Untuk itu, mereka perlu memiliki kemampuan untuk mengenali dulu masalah-masalah kejiwaan awal. Kemudian, tahu dan memahi, serta nantinya mampu memberikan pertolongan kepada lingkungan pergaulannya dan jadi agen perubahan pertama dan utama di keluarga,” jelas Murdani. *rat

Komentar