Dinas Dagrin: Pertamini Produk Ilegal
Penjualan bahan bakar minyak (BBM) melalui mesin khusus mirip produk Pertamina di SPBU kian menjamur di Buleleng.
SINGARAJA, NusaBali
Pom bensin mini yang biasa dijuluki Pertamini ini tidak hanya mudah ditemui di perkotaan, juga sudah banyak ditemukan di perdesaan. Sayang perkembangan bisnis pom bensin mini tersebut belum memiliki aturan yang jelas. Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagrin) Kabupaten Buleleng sebut produk tersebut masih ilegal.
Pertamini punya kemiripan dengan mesin di SPBU, sama-sama memiliki nozel sebagai alat curah dan meterisasi. Beberapa produk pom mini itu punya tiga nozel masing-masing untuk Premium, Pertalite, dan Pertamax. Konon mesin pom bensin mini itu dipasok dari Denpasar, dengan harga per unit sebesar Rp 8 juta, tergatung kapasitas daya tampung bensin. Rata-rata kapasitas mesin pom mini itu mencapai 200 liter.
Selama ini pemilik pom mini mendapat BBM berupa Premium, Pertalite dan Pertamax dari membeli langsung ke SPBU terdekat. BBM tersebut dijual lebih tinggi dari harga di SPBU. Keuntungan rata-rata perjenis BBM sekitar Rp 50.000 – Rp 100.000.
Secara kasat mata, pom mini tersebut memberi keyakinan bagi pembeli ketimbang membeli BBM eceran, karena pom mini itu dilengkapi dengan meteran sebagai alat ukur. Namun, tidak ada jaminan jika alat ukur tersebut tepat sesuai jumlah yang dibeli oleh pengendara motor. “Ada pom mini ini menguntungkan, karena SPBU tempatnya jauh dari tempat tinggal saya. Tapi kalau melihat meterannya tepat kok, kalau dicurangi tidak tahu,” ujar pengendara sepeda motor yang tengah membeli Pertamax di sebuah pom mini.
Sementara Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Dagrin) Kabupaten Buleleng, I Ketut Suparto dikonfirmasi menyatakan pihaknya tidak punya kewenangan melakukan tera (pengukuran,red) sebagai bentuk pengawasan. Alasannya, produk pom mini tersebut masih ilegal karena belum ada regulasi yang mengatur. “Hasil Rakernas Metrologi pada Juli lalu, dari Kementerian ESDM menyatakan Pertamini itu masih ilegal. Jadi kami di dinas walaupun punya kewenangan Tera, tidak bisa lakukan tera karena tidak ada dasar hukumnya,” terang Suparto.
Masih kata Suparto, dari Rakernas Metrologi itu juga disampaikan Pertamini tersebut akan diatur lebih lanjut. Hanya saja, seperti apa regulasi yang mengatur Pertamini masih harus menunggu.”Nanti akan diatur oleh Kementerian ESDM dan Pertamina, jadi kita sifatnya hanya menuggu regulasi itu. Kalau nanti ada regulasi yang mengatur baru kita bisa Tera,” imbuhnya.
Menurut Suparto, perkembangan usaha Pertamini tersebut dapat menjadi sumber pendapatan asli daerah (PAD) dari hasil Tera. Hanya saja, saat ini belum bisa karena regulasi belum ada. Suparto berpesan agar pemilik dan warga tetap mewaspadai bahaya kebakaran yang dipicu dari Pertamini tersebut, karena menyimpan BBM. *k19
Komentar