PDIP Resmi Pecat Jokowi-Gibran-Bobby
Dinilai Lakukan Pelanggaran Kode Etik-Disiplin Partai
Saat pengumuman, sejumlah elite PDIP hadir mendampingi, seperti Olly Dondokambey, Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul dan Said Abdullah
JAKARTA, NusaBali
DPP PDI Perjuangan (PDIP) resmi umumkan pemecatan Joko Widodo (Jokowi), putranya Gibran Rakabuming Raka serta menantunya Muhammad Bobby Afif Nasution (Bobby Nasution) sebagai kader PDIP. Surat Keputusan (SK) pemecatan dibacakan langsung oleh Ketua Bidang Kehormatan DPP PDIP Komarudin Watubun. Jokowi merupakan Presiden RI dua periode (2014-2019 dan 2019-2024). Sedangkan Gibran Rakabuming Raka adalah putra sulung Jokowi, mantan Walikota Solo yang kini Wakil Presiden (Wapres) RI periode 2024-2029. Sementara Bobby Nasution, menantu Jokowi yang Walikota Medan dan kini Gubernur Sumatera Utara (Sumut) terpilih hasil Pilkada 2024.
"Saya mendapat perintah langsung dari Ketua Umum DPP PDIP untuk mengumumkan secara resmi, sesuai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai di depan seluruh jajaran Ketua DPD Partai se-Indonesia. DPP Partai akan mengumumkan surat keputusan pemecatan terhadap saudara Joko Widodo, Saudara Gibran Rakabuming Raka, dan Saudara Bobby Nasution serta 27 anggota lain yang kena pemecatan," kata Komarudin dalam video yang diterima, Senin (16/12).
Pengumuman pemecatan dibacakan Ketua Bidang Kehormatan DPP PDIP Komarudin Watubun yang duduk di tengah. Dia ditemani tiga pengurus DPP di sebelahnya, yakni Bendahara Umum (Bendum) Olly Dondokambey, Ketua Bappilu PDIP Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul, dan Ketua DPP PDIP Said Abdullah. Mereka kompak mengenakan atribut merah khas partai. Di belakang mereka, terlihat layar bergambar banteng terluka yang tetap berlari dengan mata menyala.
SK pemecatan mereka ditetapkan pada 14 Desember 2024 dengan ditandatangani oleh Ketum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri dan Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto. SK Pemecatan Jokowi Nomor 1649/KPTS/DPP/XII/2024. Dalam SK itu, disebutkan Jokowi selaku kader PDIP yang ditugaskan oleh partai sebagai Presiden RI masa bakti 2014-2019 dan 2019-2024 telah melanggar AD/ART Partai Tahun 2019 serta kode etik dan disiplin partai dengan melawan terang-terangan terhadap keputusan DPP PDIP terkait calon presiden (Capres) dan calon wakil presiden (Cawapres) yang diusung PDIP.
Diketahui PDIP mengusung Capres-Cawapres Ganjar Pranowo-Mahfud MD di Pilpres 2024. Namun, Jokowi memberikan dukungan kepada capres-cawapres dari partai lain (Koalisi Indonesia Maju). Selain itu, Jokowi telah menyalahgunakan kekuasaan untuk mengintervensi Mahkamah Konstitusi (MK) yang menjadi awal rusaknya sistem demokrasi, sistem hukum dan sistem moral etika kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dengan begitu, melakukan pelanggaran etik dan disiplin partai sehingga dikategorikan sebagai pelanggaran berat. Sementara SK Pemecatan Gibran Rakabuming Raka bernomor 1650/KPTS/DPP/XII/2024. Dalam SK itu disebutkan, perbuatan Gibran selaku kader yang ditugaskan partai sebagai Walikota Surakarta (Solo) telah melakukan pelanggaran AD/ART Partai Tahun 2019. Gibran juga telah melanggar kode etik dan disiplin partai dengan tidak memenuhi keputusan DPP Partai terkait dukungan capres-cawapres yang diusung PDIP dengan mencalonkan diri sebagai cawapres partai politik lain (Koalisi Indonesia Maju) hasil intervensi kekuasaan terhadap MK.
Hal itu pun, merupakan pelanggaran kode etik dan disiplin partai yang dikategorikan sebagai pelanggaran berat. Sedangkan SK Pemecatan Bobby Nasution bernomor 1651/KPTS/DPP/XII/2024. Di SK tersebut, disebutkan pula, perbuatan dan tindakan Bobby selaku kader yang ditugaskan partai sebagai Wali Kota Medan telah melakukan pelanggaran AD/ART Partai Tahun 2019. Bobby telah melanggar kode etik dan disiplin partai pula dengan tidak memenuhi keputusan DPP Partai terkait dukungan capres-cawapres yang diusung PDIP dengan mendukung capres-cawapres dari partai politik lain (Koalisi Indonesia Maju) sehingga itu merupakan pelanggaran kode etik dan disiplin partai yang dikategorikan sebagai pelanggaran berat.
Oleh karena itu, DPP PDIP memutuskan memberikan sanksi organisasi berupa pemecatan kepada Jokowi, Gibran dan Bobby. Mereka juga dilarang melakukan kegiatan dan menduduki jabatan apapun yang mengatasnamakan PDIP. "DPP PDIP akan mempertanggungjawabkan surat keputusan ini pada kongres partai. Surat keputusan ini berlaku sejak ditetapkan dan apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan akan ditinjau kembali dan dilakukan perbaikan sebagai mana mestinya," imbuh Komarudin Watubun.
Mengapa baru sekarang pengumuman, kenapa tidak saat Jokowi sedang menjabat sebagai Presiden RI? Ketua DPP PDIP Bidang Pemenangan Pemilu Eksekutif, Deddy Sitorus mengatakan itu karena PDIP memiliki nilai etik. "Menjawab itu, saya menyatakan kami memiliki nilai etik dan moralitas politik untuk menjaga martabat Jokowi sebagai presiden yang harus dihormati semasa menjabat," ujar Deddy melalui keterangan tertulisnya, Senin kemarin. Usai Pileg dan Pilpres pun, PDIP belum mengumumkan pemecatan Jokowi sebagai kader.
Menurut Deddy, setelah Pilpres dan Pileg, pihaknya hanya ingin fokus dan konsentrasi untuk menghadapi Pilkada sebagai agenda politik nasional. "Setelah Pemilukada selesai, kami baru punya waktu untuk mengumpulkan pimpinan partai dari seluruh provinsi untuk mengevaluasi kader-kader yang melakukan pelanggaran aturan partai," papar Deddy.
Jadi, lanjut Deddy, proses pemecatan bukan khusus hanya soal Jokowi dan keluarga. Melainkan, kader-kader di seluruh Indonesia. Deddy menegaskan, pihaknya tidak ingin ada narasi jahat melakukan pemecatan, karena anak mantunya Jokowi bertarung di Pilpres dan Pilkada atau tidak siap berkontestasi. "Jadi, tentu yang terbaik adalah melakukan pemecatan setelah semua kontestasi politik selesai. Sehingga jelas dan tegas bahwa proses ini semata-mata untuk menegakkan aturan dan disiplin partai," terang Deddy.
Jokowi sendiri bergabung ke PDIP pada sekitar tahun 2004. Jokowi kemudian menduduki posisi sebagai salah satu pengurus DPC PDIP Solo. Jokowi kemudian diusung PDIP di Pilkada Solo 2005 berpasangan dengan FX Hadi Rudyatmo lantas mulai digadang-gadang sebagai salah satu calon untuk Pilwalkot Solo. Pasangan ini memerintah Kota Solo selama dua periode (2005-2010 dan 2010-2015). Namun Jokowi mundur sebagai Walikota Solo pada tahun 2012 karena maju sebagai Calon Gubernur (Cagub) di Pilgub DKI Jakarta 2012. PDIP pun resmi mengusung Jokowi yang saat itu didampingi Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dari Gerindra. Jokowi berhasil menjadi Gubernur Jakarta berpasangan dengan Ahok (periode 2012-2017).
Kemudian saat baru memimpin Jakarta dua tahun, Jokowi diproyeksikan untuk maju Pilpres 2014. PDIP lagi-lagi memberikan kepercayaan untuk Jokowi. Maka, pada 2014, PDIP resmi mengusung Jokowi menjadi calon presiden bersama Jusuf Kalla (JK). Pada Pilpres 2019, Jokowi kembali menjajal peruntungan politiknya. Jokowi kembali maju sebagai calon presiden dari PDIP. Kali ini Jokowi didampingi oleh Ma'ruf Amin. Prabowo juga maju kembali dengan didampingi oleh Sandiaga Uno. Hasilnya, Jokowi-Ma'ruf terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden untuk periode 2019-2024.
Namun, pada 2023, muncul dinamika dalam hubungan Jokowi dan PDIP. Hubungan Jokowi dan PDIP mulai tampak renggang. Puncaknya saat putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka maju sebagai cawapres yang mendampingi Prabowo Subianto. Pasangan Prabowo-Gibran yang diusung Koalisi Indonesia Maju (KIM) akhirnya memenangkan Pilpres 2024. Capres-Cawapres usungan PDIP, yakni Ganjar Pranowo-Mahfud MD harus menelan kekalahan di Pilpres 2024 ini. 7 k22
Komentar