Pelukis Sujena Ungkap ‘Sabda Alam’ di Komaneka
Setiap orang punya siasat berbeda untuk mengkampanyekan agar hibup terjaga harmonis.
GIANYAR, NusaBali
Pelukis I Nengah Sujena,41, antara lain, mengingatkan dan menggugah kesadaran mata batin manusia tentang pentingnya merawat alam sekitar.
Pelukis berjenggot asal Banjar Kawan, Kota Bangli, Bangli, itu mengekspresikan sikap itu dalam pameran tunggalnya ‘Revelation of Nature (sabda/wahyu alam)’ di Komaneka Gallery, Ubud, Gianyar. Pameran dibuka budayawan yang pemilik Museum Neka, Ubud, Pande Wayan Suteja Neka, Minggu (27/8) malam. Pameran akan berlangsung sebulan ke depan.
Acara pembukaan dihadiri kalangan budayawan, pengamat seni rupa Arief B Prasetyo sekaligus pemberi catatan pameran, pencinta seni dari dalam dan luar negeri, dan sejumlah pelukis yang rekan-rekan Sujena.
Pande Suteja Neka menyatakan kabanggaannya atas karya-karya Sujena yang merepresentasikan kecintaan pada alam semesta. Lewat karyanya, Sujena telah menyuarakan suara hati tentang kualitas alam, terutama hayati yang makin terdegradasi. Di antaranya, karya ‘Yang Tersisa’ berupa sebuah pohon perkasa, namun tinggal batang dan ranting kering terhinggap burung bersedih. Namun demikian, pada karya ‘Doa Kesuburan’, menyiratkan Sujena sangat menaruh harapan dan optimisme, bahwa alam akan menjadi baik tatkala manusia masih menjaga keselarasan hubungan dengan Tuhannya.
Sujena juga menyuguhkan instalasi banten (upakara model Bali). Bentuknya, ratusan jahitan tulung cemper berbahan ental digantung berbentuk gunung. Instalasi ini terinspirasi dari konsep keruangan Trihita Karana (keselarasn manusia-manusia, dengan Tuhan dan lingkungan). Pelukis yang telah ratusan kali berpameran baik kelompok dan tunggal ini, pernah meraih penghargaan bergengsi, antara lain, Finalist of Philip Morris Art Awards di Jakarta (1998), Big Five of Nokia Art Awards di Jakarta (1999), Merit Awards of Asia Pacific Nokia Art Awards di Singapura (2000). Big Ten of Pratisara Affandi Adi Karya (2003).
Direktur Komaneka Gallery Komang Wahyu Suteja mengatakan, pameran ‘Revelation of Nature’ Sujana ini merupakan salah satu model pameran coming home (pameran pulang/kembali oleh pelukis yang sama) di Komaneka Gallery Ubud. Seperti sejumlah pelukis lain yang menjadi sahabat Komaneka, Sujena pernah berpameran tunggal di gallery ini, sekitar 10 tahun lalu. ‘’Dibandingkan pameran 10 tahun lalu itu, pada Revelation of Nature ini saya merasakan ada terobosan hebat pada karya-karya Sujena,’’ ujar pencinta seni rupa ini.
Terobosan itu, jelas Komang, tampak dari gaya karya Sujena yang dulunya agak lazim, kini berani dan amat otentik dalam dalam permainan simbolik. Dirinya amat meyakini pelukis semacam Sujena bisa batal melanjutkan menggarap lukisan jika simbol-simbol yang dimainkan tak kuat merepresentasikan suara hati kecilnya. ‘’Meski tampak simpel, saya menangkap bagian pesan mendalam pada simbol ini. Dan, bagian inilah idealisme menarik seorang Sujena,’’ jelas Komang.*lsa
Pelukis berjenggot asal Banjar Kawan, Kota Bangli, Bangli, itu mengekspresikan sikap itu dalam pameran tunggalnya ‘Revelation of Nature (sabda/wahyu alam)’ di Komaneka Gallery, Ubud, Gianyar. Pameran dibuka budayawan yang pemilik Museum Neka, Ubud, Pande Wayan Suteja Neka, Minggu (27/8) malam. Pameran akan berlangsung sebulan ke depan.
Acara pembukaan dihadiri kalangan budayawan, pengamat seni rupa Arief B Prasetyo sekaligus pemberi catatan pameran, pencinta seni dari dalam dan luar negeri, dan sejumlah pelukis yang rekan-rekan Sujena.
Pande Suteja Neka menyatakan kabanggaannya atas karya-karya Sujena yang merepresentasikan kecintaan pada alam semesta. Lewat karyanya, Sujena telah menyuarakan suara hati tentang kualitas alam, terutama hayati yang makin terdegradasi. Di antaranya, karya ‘Yang Tersisa’ berupa sebuah pohon perkasa, namun tinggal batang dan ranting kering terhinggap burung bersedih. Namun demikian, pada karya ‘Doa Kesuburan’, menyiratkan Sujena sangat menaruh harapan dan optimisme, bahwa alam akan menjadi baik tatkala manusia masih menjaga keselarasan hubungan dengan Tuhannya.
Sujena juga menyuguhkan instalasi banten (upakara model Bali). Bentuknya, ratusan jahitan tulung cemper berbahan ental digantung berbentuk gunung. Instalasi ini terinspirasi dari konsep keruangan Trihita Karana (keselarasn manusia-manusia, dengan Tuhan dan lingkungan). Pelukis yang telah ratusan kali berpameran baik kelompok dan tunggal ini, pernah meraih penghargaan bergengsi, antara lain, Finalist of Philip Morris Art Awards di Jakarta (1998), Big Five of Nokia Art Awards di Jakarta (1999), Merit Awards of Asia Pacific Nokia Art Awards di Singapura (2000). Big Ten of Pratisara Affandi Adi Karya (2003).
Direktur Komaneka Gallery Komang Wahyu Suteja mengatakan, pameran ‘Revelation of Nature’ Sujana ini merupakan salah satu model pameran coming home (pameran pulang/kembali oleh pelukis yang sama) di Komaneka Gallery Ubud. Seperti sejumlah pelukis lain yang menjadi sahabat Komaneka, Sujena pernah berpameran tunggal di gallery ini, sekitar 10 tahun lalu. ‘’Dibandingkan pameran 10 tahun lalu itu, pada Revelation of Nature ini saya merasakan ada terobosan hebat pada karya-karya Sujena,’’ ujar pencinta seni rupa ini.
Terobosan itu, jelas Komang, tampak dari gaya karya Sujena yang dulunya agak lazim, kini berani dan amat otentik dalam dalam permainan simbolik. Dirinya amat meyakini pelukis semacam Sujena bisa batal melanjutkan menggarap lukisan jika simbol-simbol yang dimainkan tak kuat merepresentasikan suara hati kecilnya. ‘’Meski tampak simpel, saya menangkap bagian pesan mendalam pada simbol ini. Dan, bagian inilah idealisme menarik seorang Sujena,’’ jelas Komang.*lsa
Komentar