nusabali

MUTIARA WEDA: Ada atau Tidak Ada?

  • www.nusabali.com-mutiara-weda-ada-atau-tidak-ada

yeyaṃ prete vicikitsā manuṣye- ‘stītyeke nāyamastīti caike, etadvidyāmanuśiṣṭastvayā’haṃ varāṇāmeṣa varastṛtīyaḥ. (Kathopanishad, 1.1.20)

Nachiketa berkata: Ada keraguan mengenai seseorang ketika dia meninggal: Ada yang mengatakan bahwa dia ada; yang lain, bahwa dia tidak ada. Ini yang ingin saya ketahui, diajarkan oleh-Mu. Ini adalah permohonanku yang ketiga.

NACHIKETA diberikan 3 anugerah oleh Yama karena telah menunggu selama 3 hari di kediaman-Nya. Anugerah pertama berupa keramahan dari ayahnya, agar tidak dimarahi karena telah pergi ke Yama Loka. Kedua, anugerah tentang pengorbanan api suci dan sorga. Dan yang ketiga tentang kematian sebagaimana teks di atas. Permohonan yang ketiga ini tampak aneh, apalagi diminta oleh anak muda. Orang yang sedang sibuk menikmati atau menjalani kehidupan di dunia ini tidak memiliki intention tentang pertanyaan ini. Permohonan ini tidak ada gunanya karena tidak practical. Hidup yang terbebas dari sengsara dan selalu berada dalam kenikmatan adalah idaman setiap orang. Setiap tindakan yang kita lakukan sepenuhnya mengarah pada tujuan ini. Nachiketa juga seperti itu, tetapi melampaui.

Lebihnya adalah, dirinya memiliki ide untuk menanyakan sesuatu yang tidak bisa ditanyakan oleh orang kebanyakan, menanyakan sesuatu yang orang tidak diperlukan jawabannya oleh orang kebanyakan. Permintaan ini sangat mengejutkan Yama. Setelah Nachiketa memohon, Yama pun menjawab bahwa para Dewa sekalipun masih ragu tentang rahasia kematian itu, apalagi manusia. Nachiketa disarankan meminta anugerah yang lain. Nachiketa bersikeras dengan mengatakan, jika anugerah yang diterima itu bersifat sementara, suatu saat berakhir, lalu apa artinya anugerah seperti itu. Sebaliknya, jika pengetahuan tentang rahasia kematian ini diperoleh, dan itu bersifat abadi, apakah yang lebih besar dari itu? Nachiketa pun bersikeras agar dianugerahkan pengetahuan itu.

Pertanyaannya, mengapa Nachiketa menanyakan hal aneh? Ada ‘kelainan mental’ apa yang sedang dialaminya? Mungkin, bagi sebagian besar masyarakat, orang seperti Nachiketa ini langka, sehingga berbeda dengan kebanyakan, karenanya kita nyatakan memiliki ‘kelainan’. Namun, bagi mereka yang telah matang merenungkan kehidupan, menyelami suka dukanya, pertanyaan Nachiketa adalah hal yang wajar. Seperti halnya orang yang telah merasakan bahwa hidup ini penuh dengan kehampaan, baik pada saat kaya maupun miskin, saat sakit maupun sehat, pertanyaan seperti ini muncul. Jalan spiritual hadir ketika orang memahami dan merasakan bahwa dimensi dunia ini pada akhirnya tidak membawanya ke mana-mana. 

Ketika diliputi oleh keraguan dan ketidaktahuan, pertanyaan ini natural hadir. Setiap orang yang memiliki tubuh, tanpa kecuali, akan mati. Pada saat hidup, dia secara meyakinkan mengidentifikasi bahwa dirinya ada, bereksistensi. Ada identitas yang menyebabkan dirinya tahu sedang berbeda dengan yang lain. Lalu, jika kemudian tubuh tiba-tiba tidak berfungsi (mati), ke mana identitas tersebut, ke mana eksisten tersebut? Siapa sebenarnya yang menyadari bahwa dirinya bereksistensi, apakah hanya semata-mata kelengkapan dari hidup atau ada entitas lain yang bukan tubuh? 

Jika entitas yang eksis itu ada selain tubuh, lalu bentuknya seperti apa? Apakah menyerupai tubuh, atau yang lain? Apakah entitas tersebut banyak sebanyak orang yang eksis atau tunggal, menyelimuti segalanya? Jika tubuh mati, ke mana entitas tersebut? Bagaimana keadaannya, apakah sama seperti dalam kehidupan sebelumnya, mengalami siang dan malam, suka dan duka silih berganti? Inilah yang menjadi pertanyaan Nachiketa, dan bagi Yama, itu bukan permohonan atau pertanyaan sederhana. 

Yang unik, pada saat bertanya, mengapa Nachiketa bertanya tentang ada dan tidak ada dari identitas atau entitas setelah kematian. Ini mungkin gugusan pemikiran, keyakinan, ideologi yang berkembang di zaman Upanisad ini ditulis. Mungkin pada saat itu ada dua aliran besar pemikiran yang saling bertentangan terhadap permasalahan yang sama. Mungkin Hindu dan Buddha. Hindu mewakili keyakinan tentang entitas itu ‘ada’ setelah kematian, sementara Buddha sebaliknya meyakini bahwa itu tidak ada baik pada saat hidup maupun setelah kematian. Tidak salah bahwa semenjak Buddha menjabarkan ajarannya, sampai saat ini, kedua ajaran ini sangat mempenetrasi banyak belahan dunia. Kemudian, Yama menjelaskan dari sisi bahwa entitas itu ‘ada’ tetapi tidak mudah memahaminya, tidak mudah menemukannya. 7

Komentar