BVA Minta Barang Strategis Bebas PPN 12%
Kenaikkan tarif atau sewa vila akan jadi bahan pertimbangan di 2025
DENPASAR, NusaBali
Bali Villa Association (BVA) menyatakan keputusan pemerintah memberlakukan tarif PPN 12 % per 1 Januari 2025, akan menjadi bahan pertimbangan. Diantaranya dalam pengadaan aset-aset untuk kebutuhan vila seperti barang elektronik, kendaraan untuk operasional dan perlengkapan lain yang masuk katagori barang mewah dan tentu saja tarif vila akan dilakukan sebagai dampak dari kenaikan PPN menjadi 12 persen.
Pasalnya sesuai keterangan pemerintah, kebutuhan yang masuk katagori barang mewah tersebut merupakan yang terkena PPN 12%. Ketua Bali Villa Association (BVA) Putu Gede Hendrawan atau Jro Hendrawan mengatakan Selasa (17/12). “Hal itu sudah kita bicarakan di BVA kemarin,” ujarnya.
Untuk tahap pertama, BVA meminta pemerintah benar- benar berkomitmen tidak memberlakukan PPN 12% terhadap barang- barang dan jasa yang bersifat startegis dan penting, seperti barang-barang atau bahan kebutuhan pokok, diantaranya beras, daging, telur dan yang lain. Karena apabila dikenakan, akan berdampak langsung terhadap biaya operasional.
Barang- barang kebutuhan pokok itu kan nota bena kebutuhan vila, misalnya untuk bahan breakfast, lunch dan yang lain. “Jadi yang pertama kita minta pemerintah berkomitmen sebagaimana yang disampaikan, tidak mengenakan PPN12 terhadap barang bersifat strategis dan penting tersebut,” tegasnya.
Di sisi lain, BVA lanjut Jro Hendrawan tentu akan melakukan antisipasi terkait pemberlakukan PPN12% itu. Diantaranya akan menjadi bahan pertimbangan dalam pengadaan aset seperti pembelian inventaris barang elektronik, sarana transportasi seperti mobil dan lainnya yang masuk katagori barang mewah. Hal itu karena barang mewah termasuk objek yang kena PPN 12%. Kenaikkan pajak tentu berdampak pada costing atau pembiayaan.
“Ini harus dipertimbangkan,” lanjutnya. Selain itu, kenaikkan UMP/UMK juga meningkatkan pembiayaan. Kata Jro Hendrawan, semua itu akan berpengaruh terhadap biaya operasional.
“Itu yang masih kami pikirkan,” ujarnya. Dia mengiyakan kemungkinan nanti kenaikkan tarif atau sewa vila jadi bahan pertimbangan. “Untuk sementara, komitmen pembebasan PPN 12% pada barang kebutuhan pokok itu yang kita harapkan dari pemerintah,” ujarnya.
Sementara okupansi vila saat ini baru berkisar 60-62 persen. Tingkat hunian tersebut kurang dari capaian rentang waktu yang sama tahun 2023 lalu.
“Sekitar 5 persen kurangnya,” ungkapnya. Karena pada pertengahan Desember 2023, okupansi vila sudah sampai dikisaran 67 persen hingga 70 persen.
Jro Hendrawan memperkirakan ada sejumlah faktor penyebab masih belum peak-nya okupansi vila. Pertama faktor cuaca ekstrem yang terjadi beberapa waktu belakangan, berupa curah hujan tinggi, dengan dampak banjir dan longsor di banyak tempat. Kondisi tersebut menghambat mobilitas masyarakat, termasuk untuk berwisata. Kedua diperkirakan imbas dari erupsi Gunung Lewatobi yang masih ada.
“Kemudian persaingan destinasi,” ungkapnya. Menurutnya dari informasi-informasi yang di update, kompetitor Bali (Indonesia) diantaranya Thailand, Vietnam, Malaysia dan lainnya saling promosi dengan menawarkan kemudahan bagi wisatawan.
Kemudian perkembangan konflik global beberapa kawasan, diperkirakan juga berdampak. “Jadi itu kira-kira yang menyebabkan,” katanya.
Dengan sisa waktu yang tinggal hitungan hari,puncak keramaian kunjungan wisatawan akan terjadi. “Mudah-mudahan mulai tanggal 20 Desember ini akan segera ramai,” harapnya. K17.
Komentar