Badung Berhasil Turunkan Angka Stunting dan Kemiskinan Secara Signifikan di 2024
MANGUPURA, NusaBali - Selama 2024, Pemkab Badung berhasil menurunkan angka stunting dan penanganan kemiskinan secara signifikan.
Hal tersebut disampaikan dalam Laporan Rapat Koordinasi Review Kinerja Percepatan Penurunan Stunting, Kabupaten Sehat, dan Penanganan Kemiskinan Ekstrem di Kabupaten Badung Tahun 2024, di Ruang Pertemuan Kriya Gosana, Puspem Badung, Selasa (17/12).
Rapat dipimpin Wakil Bupati I Ketut Suiasa selaku Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kabupaten Badung. Hadir di rakor tersebut, Kepala Bappeda Badung I Made Wira Dharmajaya, perwakilan OPD, serta Forum Lurah dan Forum Perbekel.
Kegiatan ini bertujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan program dan kegiatan intervensi penurunan stunting, memastikan efektivitas program kabupaten sehat, serta menilai upaya penanganan kemiskinan ekstrem yang telah dilaksanakan sepanjang 2024. Evaluasi kinerja yang dilakukan secara periodik setiap tiga bulan menunjukkan hasil positif, yang akan menjadi acuan dalam penyusunan rencana kerja dan program aksi tahun 2025.
Dalam rapat tersebut dipaparkan, upaya penurunan angka stunting dengan target awal 4,9 persen telah berhasil diturunkan menjadi 2,2 persen hingga Oktober 2024. Dari total 19 ribu balita yang menjadi sasaran, sebanyak 91 persen atau 17.700 anak telah tercakup dalam program. Hasil ini menunjukkan peningkatan yang signifikan dibanding tahun sebelumnya. Wabup Suiasa optimistis angka ini dapat bertahan hingga akhir Desember, tanpa adanya temuan baru.
“Pemkab Badung telah menyusun Rencana Aksi Daerah Penurunan Stunting 2025-2029, yang menjadi panduan sistematis dalam menekan angka stunting secara berkelanjutan. Ini dirancang dengan target yang jelas, langkah terukur, serta tanggung jawab yang terdistribusi,” ujarnya.
Dalam hal penurunan kemiskinan, sejak 2023, angka kemiskinan ekstrem di Kabupaten Badung telah mencapai 0 persen, dan kondisi tersebut bertahan sepanjang 2024. Angka kemiskinan umum juga mengalami penurunan, dari 2,3 persen pada 2023 menjadi 2,2 persen di 2024, dengan jumlah individu miskin kini sekitar 16 ribu orang.
“Selain itu, tingkat pengangguran di Kabupaten Badung menunjukkan tren menurun signifikan dari 2,7 persen pada 2023 menjadi 1,8 persen di 2024, angka ini jauh lebih rendah dibanding masa pandemi tahun 2020 yang mencapai 7 persen,” ucap Wabup Suiasa.
Keberhasilan ini menjadikan Badung menjadi kabupaten dengan angka kemiskinan terendah di Indonesia selama hampir 19 tahun berturut-turut, kecuali pada 2020 akibat pandemi. Capaian ini menunjukkan bahwa komitmen Pemkab Badung dalam menekan angka stunting, kemiskinan, dan pengangguran telah membuahkan hasil yang nyata. Wabup Suiasa dalam arahannya menekankan pentingnya kreativitas dan inovasi dalam sosialisasi, ketepatan program, serta proporsionalitas dalam penganggaran untuk mencapai target yang lebih baik di tahun mendatang.
Kepala Bappeda I Made Wira Dharmajaya bersama berbagai pihak terkait mengatakan bahwa rapat evaluasi kinerja tahun 2024 sebagai bagian dari proses review menuju perencanaan 2025, serta menyoroti pentingnya integrasi program dan sinergi antarinstansi untuk penanganan stunting yang menjadi prioritas nasional. Diskusi ini mencakup beberapa isu krusial di lapangan, seperti permasalahan pendataan kependudukan yang tidak sinkron, sehingga berdampak pada penanganan kasus. Desa Darmasaba misalnya, dilaporkan menghadapi tantangan akibat data yang tidak akurat terkait kasus ibu hamil, meninggal, dan melahirkan. Hal ini memperburuk citra desa, sekaligus menyulitkan upaya intervensi kesehatan.
Perbekel Darmasaba IB Surya Prabhawa Manuaba juga menyoroti pentingnya sinkronisasi aturan baru mengenai posyandu dan implementasi integrasi layanan primer (ILP) sebagai garda terdepan penanganan stunting. Namun, juknis (petunjuk teknis) yang belum tersedia menjadi kendala dalam pelaksanaan program. Di sisi lain ada apresiasi terhadap langkah-langkah yang telah diambil, seperti penetapan lokus stunting. Namun, mengingatkan agar data dan kebijakan terkait disampaikan lebih awal untuk mendukung penganggaran dan program yang tepat sasaran.
“Permasalahan data dasar kependudukan sangat mempengaruhi efektivitas program di lapangan. Kami sering mendapati kasus di mana data yang digunakan berasal dari tahun-tahun sebelumnya dan tidak sesuai dengan kondisi terkini. Ke depan, kami berharap forum diskusi dapat lebih melibatkan perwakilan dari tingkat kecamatan hingga kabupaten agar solusi yang dihasilkan lebih komprehensif,” ucapnya. @ ind
Komentar