Apindo: Semua Kena, Premium-Mewah Hanya Penamaan
Soal PPN 12 Persen
JAKARTA, NusaBali - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) buka suara soal kengototan pemerintah menaikkan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025 nanti.
Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani dalam konferensi pers di Kantor Apindo, Jakarta Selatan, Kamis (19/12) mengatakan bahwa pemerintah memang mengatakan PPN tidak berlaku untuk semua, tapi untuk barang premium. Sejatinya, semua produk dan jasa dikenakan PPN 12 persen kecuali beberapa bahan pokok sembako.
"Sebenarnya itu bukan bahan premium, secara menyeluruh memang kena 12 persen tapi ada beberapa bahan pokok sembako yang tidak terkena. Jadi sebenarnya dasarnya semua barang akan terkena (PPN) 12 persen," ujar Shinta dilansir CNNIndonesia.com.
"Bahwa penamaan itu sebagai barang mewah atau bahan premium itu bisa saja, tapi hampir semua itu terkena 12 persen. Hampir semua jenis barang dan jasa-jasa, kecuali bahan pokok dan sembako," imbuhnya lebih lanjut.
Shinta juga menilai PPN menjadi 12% akan berdampak pada penurunan daya beli masyarakat kelas menengah. Menurut data Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk kelas menengah dan menuju kelas menengah di Indonesia pada tahun 2024 sebanyak 66,35% dari total penduduk Indonesia.
Nilai konsumsi pengeluaran dari kedua kelompok tersebut mencakup 81,49% dari total konsumsi masyarakat. Menurutnya persentase itu akan menurun dengan tekanan PPN 12%.
"Kondisi ini tentu akan diperparah dengan rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% per 1 Januari 2025, yang diperkirakan akan menambah tekanan pada daya beli masyarakat," imbuhnya dikutip dari detikcom.
Shinta mengatakan kengototan itu berpotensi akan membuat semuanya menjadi berat. Pemerintah katanya, memang menggelontorkan sejumlah insentif untuk mengantisipasi dampak itu. Tapi, insentif tidak akan berdampak banyak. Insentif juga katanya, tidak dinikmati dunia usaha. Salah satunya insentif pembebasan pajak penghasilan (PPh) bagi pekerja sektor padat karya bergaji di bawah Rp10 juta.
Ia menilai kebijakan itu tidak memberikan keuntungan bagi pelaku usaha. "(Stimulus) PPh 21 itu bagus, cuma ini diberikannya memang untuk pekerja. Jadi yang kena manfaat itu adalah pekerja yang gajinya di bawah Rp10 juta. Jadi ini tidak membantu pelaku usahanya, industri padat karya itu enggak kebantu," ujarnya.
Shinta meminta pemerintah seharusnya juga membebaskan PPh Badan bagi pelaku usaha agar industri padat karya ikut terbantu dari tekanan kenaikan PPN 12 persen.
"Dan kita enggak minta untuk semua sektor. Tapi paling enggak industri padat karya ini bisa terbantu kalau PPh Badannya ini dibantu," imbuhnya.
Selain pembebasan PPh bagi pekerja bergaji Rp4,8 juta hingga Rp10 juta, Shinta juga menilai stimulus diskon 50 persen iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) selama enam bulan untuk sektor padat karya juga minim manfaatnya bagi pelaku usaha. 7
Komentar