Krama Desa Adat Bugbug Turun Jalan, Tolak Penyewaan Tanah Adat Tanpa Persetujuan
AMLAPURA, NusaBali.com – Ribuan krama Desa Adat Bugbug kembali turun ke jalan dalam aksi damai menolak penyewaan tanah adat tanpa persetujuan sesuai dengan awig-awig desa adat. Aksi ini berlangsung bertepatan dengan peringatan Hari Ibu, Minggu (22/12/2024), sebagai simbol perlawanan untuk menjaga kelestarian Ibu Pertiwi.
Sebagai bentuk protes, mereka memasang spanduk jumbo bertuliskan "Stop Penyewaan Tanah Adat Tanpa Persetujuan Krama Desa". Spanduk ini dibentangkan di berbagai titik strategis Desa Bugbug, termasuk di belakang massa yang melakukan aksi sejak pagi hingga malam hari.
Polemik penyewaan tanah adat kembali mencuat setelah ditemukan adanya sewa tambahan seluas 1 hektare di kawasan Njung Awit, kini dikenal sebagai Neano Resort, tanpa persetujuan krama desa. Tanah ini sebelumnya juga menjadi objek sengketa setelah penyewaan 2 hektare pada 2021 yang melibatkan Kelian Adat Bugbug, I Nyoman Purwa Ngurah Arsana.
Dalam sidang perkara perdata di Pengadilan Negeri (PN) Amlapura, Ketua Tim 9 Gema Shanti, Gede Putra Arnawa, mengungkapkan bahwa polemik ini terungkap melalui pemeriksaan saksi dari pihak prajuru desa adat. "Penyewaan tanah ini melanggar norma adat dan merusak hubungan antarwarga," tegas Gede Putra Arnawa.
Krama Desa Adat Bugbug telah menunjuk Bendesa Adat, I Nyoman Jelantik, untuk menggugat penyewaan tanah tersebut. Gugatan ini terdaftar dalam perkara No. 255/Pdt.G/2023/PN.Amp dan masih dalam proses hukum.
Sementara itu, pihak prajuru Desa Adat Bugbug menyatakan bahwa proses penyewaan telah sesuai mekanisme adat melalui Paruman Nayaka Desa. Namun, sebagian besar krama desa tidak mengetahui adanya perjanjian ini, yang memicu konflik internal.
Kuasa hukum penggugat, Ida Bagus Putu Agung, menegaskan bahwa awig-awig Desa Adat Bugbug mewajibkan persetujuan komunal seluruh krama untuk keputusan terkait tanah adat. "Perjanjian yang tidak melibatkan semua krama harus dianggap cacat hukum," ujarnya.
Selain gugatan perdata, laporan pidana terhadap Kelian Adat Bugbug, I Nyoman Purwa Ngurah Arsana, juga diajukan ke Polda Bali atas dugaan penyerobotan tanah. Laporan ini melibatkan penyewaan tanah adat yang diduga mencaplok area suci Pura Dang Kahyangan Bukit Gumang.
Aksi damai ribuan massa yang hadir menuntut agar pihak terkait segera menyelesaikan kasus ini sesuai hukum adat dan peraturan yang berlaku. "Tanah adat adalah warisan leluhur yang harus dijaga bersama. Kami berharap proses hukum membawa kejelasan dan keadilan bagi seluruh krama Desa Adat Bugbug," kata Gede Putra Arnawa.
Krama Desa Adat Bugbug juga menggelar paruman atau rapat adat untuk memperkuat sikap mereka terhadap polemik ini. Langkah ini diharapkan dapat menjadi solusi untuk mencegah konflik berkepanjangan dan melindungi aset desa adat sebagai identitas budaya Bali.
Menanggapi gugatan tersebut, I Nyoman Purwa Ngurah Arsana sebelumnya sudah menegaskan jika laporan ini sebagai upaya pencemaran nama baik. Ia bersikeras bahwa penyewaan tanah telah sesuai dengan aturan adat dan mendapat persetujuan prajuru desa.
Ia pun mempertanyakan dasar pelaporan terjadi penyerobotan. Pasalnya, tanah milik Desa Adat Bugbug sesuai dengan bukti sertifikat seluas 23 hektare, dan yang disewakan baru 2 hektare dan atas persetujuan Prajuru Dulun Desa sesuai dengan bukti berita acara persetujuan sewa menyewa. "Semua proses dilakukan melalui Paruman Dulun Desa, tidak ada yang dilanggar," ungkapnya mengklarifikasi.
Komentar