Andalkan 12 Pragina, Mentas hingga ke Lombok-Banyuwangi
Sekaa Arja Esti eka Cita populer sebagai Arja Godogan, karena selalu membawakan lakon berjudul ‘Panji’ soal perseteruan Kerajaan Daha vs Kerajaan Kauripan, dengan tokoh putra mahkota berwujud kodok.
Balada Arja Godogan yang Kehilangan Eksistensi Setelah Praginanya Tercerai-berai
KALANGAN generasi muda pencinta seni tradisi di Bali mungkin jarang yang tahu Sekaa Arja Esti Eka Cita. Pasalnya, sekaa kesenian tradisional yang bermarkas di Banjar Dadakan, Desa Abiantuwung, Kecamatan Kediri, Tabanan ini sudah lama bubar, setelah pragina (penari)-nya tercerai berai dan sebagian meninggal dunia. Namun, sekaa kesenian ini banyak dikenang karena popularitasnya sebagai ‘Arja Godogan’.
Sekaa Arja Esti Eka Cita yang oleh masyarakat luas dikenal dengan Arja Godogan, didirikan sekitar tahun 1970. Namun, Arja Godogan bubar pada 1990 silam. Selain ada personelnya yang meninggal, faktor penyebab bubarnya Arja Godogan juga lantaran para praginanya menikah ke daerah lain, hingga tempat tinggal mereka tercerai-berai.
Arja Godogan sendiri didirikan oleh seniman tradisi I Made Liges, 65, seniman serba bisa yang kini jadi Pamangku Pura Kawitan Kabayan. Kala itu, Jro Mangku Made Liges yang berperan sebagai tokoh Kartala eksis bersama 11 pragina lainnya dalam sekaa ini. Dari 12 pragina Arja Godogan ini, 3 orang di antaranya kini sudah meninggal dunia, yakni Ni Made Rintin (pemeran Desak Rai), Ni Nyoman Rimpin (pemeran Galuh atau putri mahkota), dan Dewa Nyoman Lingga (sebagai Penasar).
Sedangkan pragina lainnya yang masih hidup saat ini adalah Ni Nyoman Mayas (berperan sebagai Mantri Buduh), I Ketut Rambat (berperan sebagai Condong), Ni Wayan Sumo (berperan sebagai Limur), Sila Made Rai (berperan sebagai Mantri Manis), I Nyoman Gatra, I Made Rempih (berperan sebagai Penasar), I Nyoman Renin (berperan sebagai Penasar), I Nyoman Rines (berperan sebagai Kartala), dan Made Liges sendiri (berperan sebagai Kartala).
Kenapa disebut Arja Godogan? Julukan yang kemudian mempopulerkan grup kesenian pimpinan Jro Mangku Made Liges ini tak terlepas dari lakon yang selalu dibawakannya saat pentas. Arja Godogan selalu membawakan lakon ‘Panji’, yakni konflik antara Kerajaan Daha vs Kerajaan Kauripan, dengan tokoh sentral putra mahkota (raja muda) yang berwujud godogan (kodok).
Lakon ‘Panji’ yang dibawakan Arja Godogan mengisahkan bagaimana Kerajaan Daha menginginkan Kerajaan Kauripan tidak punya keturunan. Kerajaan Daha pun menyewa penekun ilmu hitam untuk menyihir putra mahkota yang baru lahir di Kerajaan Kauripan agar menjadi godogan (kodok). Karena putranya lahir berwujud kodok, maka Prabu Kauripan membuang bayi tak berdosa tersebut.
Akhirnya, godogan yang dibuah Prabu Kauripandirawat oleh Pan Bekung dan Men Bekung di pondoknya yang berlokasi di tengah hutan. Ketika remaja, godogan ini jatuh cinta dengan putri mahkota dari Jerajaan Daha. Bak gayung bersambut, putri kedaton nan cantik jelita itu juga jatuh hati ke godogan. Sampai akhirnya orangtua asuh godogan, Pan Bekung dan Men Bekung, coba memadik (melamar) ke Istana Kerajaan Daha.
Terang saja Prabu Daha tersinggung putri cantiknya hendak dipersunting pemuda berwujud godogan. Prabu Daha pun perintahkan mahapatih kerajaan membunuh Men Bekung. Namun, Men Bekung kembali dihidupkan oleh godogan yang memang saksi. Sampai akhirnya godogan menyerang penyihir jahat yang telah menyihirnya semasa lahir.
Karena kalah dalam adu kesaktian melawan godogan, penyihir jahat itu akhirnya mengembalikan rupa sang putra mahkota Kerajaan Kauripan. Intinya, godogan berubah wujud menjadi pemuda sangat tampan, karena dia memang pangeran pewaris tahta Kerajaan Kauripan. Pernikahan dengan putri Kerajaan Daha pun dilangsungkan secara megah. Mereka hidup bahagia.
Karena poluler dengan tokoh godogan dalam lakon ‘Panji’, maka Sekaa Arja Esti Eka Cita kemudian dikenal masyarakat luas sebagai Arja Godogan. Ini mirip dengan Sekaa Drama Gong Puspa Anom dari Desa Banyuning, Kecamatan Buleleng yang ngetop lewat lakon ‘Sampek Ing Tay’.
Selanjutnya...
Komentar