nusabali

Prihatin Trans Metro Dewata Dimatisurikan, Penumpang Petisi Pemerintah di Change.org

  • www.nusabali.com-prihatin-trans-metro-dewata-dimatisurikan-penumpang-petisi-pemerintah-di-changeorg

DENPASAR, NusaBali.com - Berawal dari keprihatinan Trans Metro Dewata yang operasinya resmi dihentikan 1 Januari 2025. Penumpang setia menginisiasi petisi daring untuk mendesak pemerintah mengoperasikan kembali transportasi massal Pulau Dewata yang beroperasi di wilayah Sarbagita ini.

Dyah Rooslina jadi inisiator petisi bertajuk ‘Lanjutkan Operasional Bus Trans Metro Dewata sebagai Transportasi Publik di Bali’ yang ia tulis di wahana petisi daring Change.org. Petisi yang ia mulai sejak 29 Desember 2024 itu per Kamis (2/1/2025) pukul 15.20 WITA sudah ditandatangani 12.948 orang.

“Saya sangat prihatin, Bali yang sudah menjadi destinasi pariwisata internasional, akan sangat memalukan kalau tidak punya transportasi publik,” ungkap Dyah, ditemui di sela acara Gerakan Sosial Kembalikan Layanan Operasional BTS Bali di Terminal Ubung, Denpasar, Kamis pagi.

Kata Dyah, Bali baru boleh dikatakan maju apabila transportasi publiknya mumpuni. Trans Metro Dewata (TMD) adalah embrio menuju cita-cita itu. Dalam hal merawat embrio itu agar tumbuh dan matang, kemudian mendapat tanggapan pro kontra dinilai sangat wajar terjadi.

Selaku penumpang setia, Dyah juga kecewa dengan pernyataan Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Bali I Gde Wayan Samsi Gunarta soal kecenderungan masyarakat Bali menggunakan kendaraan pribadi. “Sedangkan, masih banyak yang tidak memiliki kendaraan pribadi, teman-teman disabilitas juga sangat membutuhkan transportasi publik,” tegas Dyah.

Sebagai individu yang menjadikan TMD sebagai moda transportasi harian, Dyah mengaku melihat penumpang dari berbagai kalangan. Mereka ada yang anak-anak, mahasiswa, wisatawan sampai pedagang dengan alasan tarif TMD yang sangat terjangkau, lebih aman dan nyaman dibanding transportasi lain.

“TMD juga mempermudah berwisata, yang dari bandara, mau ke Ubud, atau daerah wisata lain. TMD sangat, sangat mempermudah wisatawan,” jelas Dyah.

Perempuan yang sudah menetap di Bali selama 12 tahun ini khawatir, kalau transportasi publik dimatikan seperti ini, akan bagaimana jadinya Bali ke depan yang semakin ramai dan sumpek oleh kendaraan pribadi. Tidak ada opsi lain selain berdesakan dengan pengguna kendaraan pribadi lainnya di jalan raya.

“Terlalu banyak kendaraan pribadi juga akan menyebabkan polusi. Kalau memang pendapatan Pemprov Bali ditopang pajak kendaraan bermotor (PKB), mestinya ada alokasi dari pajak itu untuk transportasi publik,” ucap Dyah.

Dyah meyakini, PAD Provinsi Bali cenderung lebih tinggi daripada daerah lain karena memiliki industri pariwisata internasional. Tapi, justru kalah dari Provinsi DIY yang tetap bisa mengoperasikan Trans Jogja padahal sama-sama menghadapi penghentian pembiayaan dari Kemenhub.

Penghentian operasional TMD ini dinilai sebagai sebuah kemunduran tidak hanya pada perintisan sistem transportasi publik berbasis bus raya terpadu (BRT) di Bali. Hal ini juga kontraproduktif terhadap upaya penyelesaian masalah kemacetan di Bali selatan seperti Sarbagita yang tidak kunjung selesai dan komitmen Bali Net Zero Emission 2045.

Sebelumnya diberitakan bahwa TMD berhenti operasi lantaran biaya operasionalnya sudah tidak dianggarkan APBN 2025 via Kemenhub. Pengelolaan TMD lantas ditransfer ke Pemprov Bali yang dalam posisi belum siap secara fiskal untuk membiayai operasional TMD. *rat

Komentar