nusabali

Soal Putusan Mahkamah Konstitusi Hapus Presidential Treshold, Parpol Makin Bergairah

  • www.nusabali.com-soal-putusan-mahkamah-konstitusi-hapus-presidential-treshold-parpol-makin-bergairah

Putusan MK yang mengabulkan gugatan uji materi Perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024 itu merupakan putusan yang populis

JAKARTA, NusaBali
Walaupun sangat mengejutkan, partai politik menyambut sumringah keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas minimal pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold). 

Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP Partai Golkar Muhammad Sarmuji menyebut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ketentuan ambang batas minimal untuk pencalonan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential treshold), merupakan putusan yang sangat mengejutkan. 

Menurut dia, putusan MK terhadap 27 gugatan sebelumnya terkait ketentuan tersebut selalu memutuskan untuk menolak. Adapun putusan terbaru itu dibacakan pada Kamis (2/1) oleh Wakil Ketua MK Saldi Isra. “Putusan MK terhadap 27 gugatan sebelumnya selalu menolak. Dalam 27 kali putusannya cara pandang MK dan pembuat UU selalu sama,” kata Sarmuji saat dihubungi di Jakarta, Kamis (2/1).

Dia mengatakan bahwa sebelumnya MK selalu menolak penghapusan presidential treshold itu karena untuk mendukung sistem presidensial di Indonesia bisa berjalan dengan baik. Adapun Ketua Fraksi Golkar DPR RI itu belum mengomentari lebih jauh terkait langkah Partai Golkar dalam menindaklanjuti putusan MK tersebut.

Sementara Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Saleh Partaonan Daulay mendukung putusan MK yang menghapus ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) sebab sejalan dengan perjuangan partainya sejak lama. “PAN mendukung MK yang memutuskan menghapus presidential threshold (PT) minimal 20 persen kursi DPR atau suara sah 25 persen nasional pada pemilu. PAN telah lama ikut berjuang bersama komponen bangsa lainnya untuk menghapus PT tersebut,” kata Saleh dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis (2/1).

Saleh menilai putusan MK yang mengabulkan gugatan uji materi Perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024 itu merupakan putusan yang populis. “Kami mengucapkan terima kasih kepada MK yang telah mengambil keputusan ini. Ini adalah keputusan yang sangat populis yang didukung oleh masyarakat," katanya.

Menurut dia, penerapan presidential threshold secara logika sederhana sangat tidak adil karena banyak hak konstitusional warga negara yang diabaikan dan dikebiri. “Kalau pakai PT, itu 'kan artinya tidak semua warga negara punya hak untuk jadi presiden. Hanya mereka yang memiliki dukungan politik besar yang bisa maju, sementara untuk mendapat dukungan politik seperti itu sangat sulit,” ujarnya.

Padahal, kata dia, Indonesia memiliki banyak calon pemimpin nasional yang layak diandalkan untuk maju sebagai calon presiden (capres) maupun calon wakil presiden (cawapres). Namun, terkendala akibat urusan kepartaian. “Mereka ada di kampus-kampus, bekerja sebagai profesional, aktivis ormas, NGO, dan lain-lain. Namun, mereka ini tidak terpikir untuk maju sebagai capres atau cawapres sebab mereka tidak memiliki modal dasar dan pengalaman menjadi pengurus partai politik,” ucapnya.

Ia berharap semua pihak dapat duduk bersama merumuskan sistem pemilihan presiden (pilpres) ke depan pascaputusan MK tersebut untuk mengupayakan seluruh rakyat memiliki hak sama untuk mencalonkan maupun dicalonkan. “Prinsip dasar dari demokrasi itu adalah persamaan hak dan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, dan itu harus dimulai dari sistem regenerasi dan pergantian kepemimpinan di semua tingkatan. Ini kelihatan sederhana, tetapi pasti membutuhkan waktu yang tidak sedikit untuk menerapkannya,” tutur Saleh.

Sementara Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menyatakan menunggu perkembangan yang ada, dan belum menentukan sikap setuju atau tidak setuju terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai ambang batas persentase minimal pencalonan presiden atau presidential threshold. ”Betul,” kata Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid saat dikonfirmasi ANTARA dari Jakarta, Kamis. 

Sementara itu, Jazilul memandang bahwa putusan MK tersebut sebagai kado tahun baru yang akan menuai berbagai pandangan, baik polemik maupun kontroversi. Walaupun demikian, dia mengatakan bahwa pemerintah dan DPR perlu menyusun kembali norma dalam revisi undang-undang (UU) Pemilu sebagai respons terhadap putusan MK tersebut. “Kami akan menyusun langkah sekaligus menunggu perkembangan dinamika dari lembaga pembentuk UU pasca-MK mengeluarkan putusan tersebut,” kata Jazilul menjelaskan langkah PKB ke depannya.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi memutuskan menghapus ketentuan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) pada Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ucap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo saat membacakan amar putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis. Pasal yang dihapus itu berisi tentang syarat pencalonan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang harus didukung oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki 20 persen kursi di DPR RI atau memperoleh 25 persen suara sah nasional pada Pemilu Legislatif sebelumnya.n ant

Komentar