ITDC Gelar Upacara Pecaruan Nawa Gempang dan Mapakelem
MANGUPURA, NusaBali - InJourney Tourism Development Corporation (ITDC)/PT Pengembangan Pariwisata Indonesia menggelar upacara adat Pecaruan Nawa Gempang dan Mapakelem di Pulau Peninsula, kawasan The Nusa Dua, Kecamatan Kuta Selatan, Badung pada Jumat (3/1) pagi.
Prosesi ini dilaksanakan bertepatan dengan Kajeng Kliwon Sasih Kapitu, Rahina Sukra Kliwon Bala. Upacara ini bertujuan untuk memulihkan keharmonisan antara manusia dan alam.
Selain dihadiri oleh manajemen, upacara tersebut juga dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk tenant-tenant kawasan The Nusa Dua. Kemudian ada juga dari pihak desa adat di sekitar kawasan The Nusa Dua.
General Manager The Nusa Dua, I Made Agus Dwiatmika, mengatakan upacara ini merupakan kali pertama digelar secara menyeluruh di kawasan The Nusa Dua. Dia menjelaskan, upacara Pecaruan Nawa Gempang dan Mapakelem memiliki tujuan utama memulihkan keharmonisan antara manusia dan alam. Menurutnya, kegiatan ini dilaksanakan sebagai bentuk tanggung jawab terhadap lingkungan yang selama ini telah dimanfaatkan. Oleh karena itu, pihaknya berusaha untuk mengembalikan energi alam ke aura yang positif, sehingga segala hal yang dilakukan ke depan diharapkan bisa harmonis.
“Kita ingin harmonis dengan alam, dengan lingkungan, karena secara sadar atau tidak sadar kita sudah mengeksploitasi lingkungan kita. Misalnya dengan membuang sampah, membuat pembangunan yang mungkin merusak alam,” ujar Dwiatmika saat ditemui di sela kegiatan upacara kemarin.
Dwiatmika menambahkan selama beberapa dekade terakhir, sejumlah peristiwa negatif mungkin terjadi di kawasan The Nusa Dua. Dengan jumlah pengunjung yang mencapai lebih dari dua juta orang per tahun dan aktivitas kawasan yang berlangsung selama 24 jam, keseimbangan energi dianggap penting untuk menciptakan keharmonisan. “Sehingga energi yang mungkin sudah banyak negatif kita berusaha membuat keseimbangan untuk harmonis dengan alam semesta terutama di lingkungan The Nusa Dua,” katanya.
Dwiatmika mengaku, upacara Pecaruan Nawa Gempang dan Mapakelem dirancang berdasarkan keyakinan bahwa prosesi semacam ini idealnya dilaksanakan setiap 20-30 tahun sekali. Sementara untuk upacara kali ini, dia mengatakan fokus utamanya adalah pada penyediaan banten atau sesajen sesuai tingkatan utama dalam tradisi Hindu Bali.
“Kita berusaha memenuhi tingkat upacara bantennya itu sebagai yang utama. Sedangkan pendukungnya kita tetap berusaha mengoptimalkan seperti anggaran biaya, kita akan optimalkan dan kita tidak mau terlalu mewah yang penting bantennya sesuai dengan tingkatan utama. Wewalungannya ada kerbau, kambing dan bebek tiga,” jelas Dwiatmika.
Tak hanya menjadi momen spiritual bagi masyarakat lokal, tetapi upacara yang dilakukan di kawasan The Nusa Dua juga menarik perhatian wisatawan asing dan domestik. Banyak dari mereka yang menyempatkan waktu untuk menyaksikan prosesi tersebut dan mengabadikan momen yang jarang terjadi ini. “Kami tidak melarang wisatawan untuk menonton dan mengabadikan karena ini menjadi bagian dari tradisi yang ada di Bali dan menjadi daya tarik budaya terhadap wisatawa yang hadir di The Nusa Dua,” katanya. 7 ol3
Komentar