nusabali

Belahan Jiwa yang Sesungguhnya

  • www.nusabali.com-belahan-jiwa-yang-sesungguhnya

RASA kurang di dalam, telah lama menjadi kekuatan pendorong yang mendorong manusia untuk mencari tanpa henti, abad demi abad. Kerinduan inilah yang membuat banyak orang mendambakan konsep belahan jiwa.

Di Barat, tidak sedikit orang yang berganti pasangan berkali-kali. Tapi tetap saja belahan jiwanya tidak ketemu. 

Namun, sejarah telah menunjukkan dengan jelas bahwa banyak pencari yang gagal menemukan di luar. Karena sesungguhnya apa yang dicari berada di dalam. Psikolog Carl Jung pernah berpesan: "Ia yang mencari ke luar rawan tersesat. Ia yang menemukan di dalam tercerahkan". Untuk itu, belajar menemukan permata kehidupan di dalam. Dengan mengingat kebijaksanaan ini, mari kita selami lebih dalam esensi pencarian ini.

Pada intinya, akar terdalam rasa kurang di dalam adalah kebiasaan tua untuk selalu mengejar kesempurnaan, baik pada diri sendiri maupun orang lain. Padahal, tidak ada hidup yang bebas dari noda. Kesempurnaan hanyalah ilusi—hidup pada dasarnya tidak ada yang sempurna. Tantangannya, kemudian, terletak bukan pada menghindari kekurangan tetapi pada penerimaan dan transformasinya. Mari belajar merawat ketidaksempurnaan. Anehnya, ketika ketidaksempurnaan dirawat, ia kemudian membuka pintu kesempurnaan.

Ingat jiwa-jiwa yang indah, kesempurnaan bukan keadaan tanpa noda. Tapi ketulusan untuk tersenyum pada semua noda. Filsafat Jepang kuno Kintsukuroi menawarkan panduan mendalam terhadap hal ini. Tradisi ini mengajarkan tentang perbaikan keramik yang rusak dengan menggunakan emas, membuat objek yang diperbaiki terlihat lebih indah justru karena retakan yang dimilikinya. Kehidupan juga mencerminkan prinsip ini. Hidup yang pecah pun bisa dirakit kembali. Lem emas yang paling meyakinkan bernama memaafkan. Baik diri ke diri sendiri maupun kepada orang lain. 

Bertumbuhlah dari memaafkan diri, menerima diri, sampai tumbuh harmoni bersama diri sendiri. Itu lem yang bisa merakit pecahan-pecahan kehidupan. Kurangi terlalu bertenaga mau mengubah orang luar, fokuslah mempercantik hati di dalam. Itu lem yang bisa merakit pecahan kehidupan. Ingatlah, bahkan jiwa yang paling suci pun pernah berbuat kesalahan sebelum menemukan jalannya.  Untuk memaafkan diri sendiri, fokuslah pada pelajaran daripada melihatnya sebagai beban. Saat memaafkan orang lain, pahamilah secara mendalam bahwa luka mereka belum sembuh dan penderitaan yang mendalamlah yang membuat mereka melukai kita.

Melalui perjalanan yang sulit untuk memaafkan diri sendiri dan orang lain, penerimaan diri di dalam mulai muncul. Anda menjadi tempat berlindung bagi diri sendiri, tubuh Anda berubah menjadi tempat perlindungan Anda. Di dalam rumah spiritual ini, bunga self-love akan mekar. Begitu tumbuh harmoni bersama diri sendiri, Anda bisa melihat banyak hal luar biasa di balik hal-hal yang biasa. Daun kering yang jatuh sedang menulis puisi kedamaian dalam keheningan. Saat hujan, dedaunan sedang berbagi kegembiraan. Ketika panas, bunga bermekaran menyanyikan sukacita. Cacing memang tumbuh di lumpur kotor, tapi ia punya misi suci di bumi untuk membuat tanah jadi subur. 

Begitu tumbuh harmoni bersama diri sendiri, Anda akan tidak tertarik mengejar ke luar. Lebih tertarik mekar di dalam. Nama bunganya adalah rasa syukur yang mendalam.

Pada akhirnya, hidup tidak lagi tentang mencari validasi dari luar. Sebaliknya, hidup menjadi sebuah perayaan tentang mekarnya hati di dalam. Dalam beberapa tradisi, keadaan ini disebut sebagai pencerahan. Ide tentang belahan jiwa tidak lagi terlalu menggenggam. Terutama karena jiwa sudah utuh dalam dirinya sendiri. Dan itulah, jiwa-jiwa yang indah, yang Guruji sebut sebagai belahan jiwa yang sesungguhnya. 7

Komentar