Sidang Kelalaian Medis, Pengacara Terdakwa Protes Saksi Ahli
DENPASAR, NusaBali - Sidang lanjutan perkara pidana dugaan kelalaian medis dengan terdakwa Shillea Olimpia Melyta kembali digelar di Pengadilan Negeri Denpasar, pada Selasa (14/1) sore.
Sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim I Putu Agus Adi Antara, ini menghadirkan saksi ahli dr Yudy, SpFM, ahli forensik dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-RSCM, Jakarta, sebagai saksi ahli yang diajukan oleh Penuntut Umum.
Dalam keterangannya, dr Yudy mengaku bukan ahli di bidang farmakologi tersebut. Hal tersebut terungkap saat kuasa hukum terdakwa, I Wayan ‘Gendo’ Suardana, dari Gendo Law Office, mengajukan pertanyaan mendalam terkait farmakologi. “Saya bukan ahli farmakologi,” jawab dr Yudy singkat.
“Jika ahli tidak memahami farmakologi, seharusnya tidak menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan itu. Ahli bahkan tidak tahu istilah latin atau struktur kimia dari obat-obatan yang disebutkan,” tanggap Gendo.
Selain itu, Gendo juga mempertanyakan prosedur persetujuan pemberian obat kepada pasien. Ahli menyatakan persetujuan lisan dapat diterima dalam kondisi tertentu. “Kalau untuk pemberian obat, persetujuan lisan mungkin masih dapat diterima,” kata dr Yudy.
Gendo kemudian menyoroti pernyataan ahli yang menyebut reaksi alergi korban bisa berujung kematian. Ia membantah dengan menyebut fakta korban telah menerima perawatan berupa obat anti-alergi dan kondisi korban berangsur pulih. “Setelah gejala alergi muncul, korban sudah dirawat dan kondisinya normal keesokan harinya. Bahkan, hasil visum korban juga normal,” ujar Gendo.
Dr Yudy pun mengakui penilaiannya tentang alergi korban berdasarkan informasi dari penyidik, tanpa wawancara langsung maupun pemeriksaan terhadap korban. “Pendapat saya di BAP murni dari cerita yang diberikan penyidik. Saya tidak pernah memeriksa korban langsung,” tukasnya.
Diberitakan sebelumnya, Shillea Olimpia Melyta, 30, seorang dokter asal Banto Utara, Kalimantan Tengah didakwa dengan dugaan kelalaian saat menangani seorang pasien.
Shillea diduga memberikan injeksi obat kepada pasien Warga Negara Asing (WNA), meskipun pasien sudah menyatakan alergi terhadap obat-obatan tertentu. Dalam surat dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Putu Deneil Pradipta Intaran, menyebutkan insiden ini terjadi pada 14 Februari 2024.
Kasus berawal saat korban Jamie Irena Rayer Keet, mengalami keluhan sakit punggung dan demam pada pukul 16.00 Wita. Suaminya, Alain David Dick Keet, menghubungi klinik Hydro Medical Dental Solution yang berlokasi di Jalan Subak Sari No 20, Banjar Tegal Gundul, Desa Tibubeneng, untuk mendapatkan perawatan medis di tempat.
Shillea Olimpia Melyta sebagai dokter mandiri di klinik tersebut akhirnya menangani pasien tersebut, didampingi seorang perawat bernama Putu Adnyana Putra. Sebelum memberikan obat, terdakwa bertanya kepada pasien apakah memiliki alergi terhadap obat tertentu. Jamie sudah menyebutkan bahwa dirinya alergi terhadap obat-obatan yang mengandung Non-Steroidal Anti-Inflammatory Drugs (NSAID).
Meskipun sudah mengetahui alergi tersebut, terdakwa tetap memberikan serangkaian injeksi obat, termasuk Antrain yang diketahui berasal dari golongan obat yang sama dengan Ibuprofen dan Aspirin.
Akibatnya, setelah kurang lebih 30 menit menerima injeksi obat-obatan tersebut, Jamie mulai merasakan efek samping berupa pembengkakan di wajah dan mata, serta mengalami sesak napas yang signifikan.
Atas hal itu, Shillea Olimpia Melyta didakwa melanggar Pasal 440 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Ancaman hukuman dalam pasal tersebut berupa pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp 250 juta. 7 cr79
Komentar