Sehari Pasca Tewas, Pasutri Jepang Mendapat Kiriman Paket dari Tokyo
Momen mengharukan terjadi di depan rumah kontrakan pasutri asal Jepang, Matsubasa Nurio, 76, dan Matsuba Hiroko, 76, yang tewas terpanggang, di Perumahan Puri Gading 2 Blok F1 Nomor 6, Lingkungan Buana Gubug, Kelurahan Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Badung, Selasa (5/9) siang.
DENPASAR, NusaBali
Pasalnya, siang itu sekitar pukul 11.30 Wita, datang paket barang yang dikirim anak semata wayang korban dari Tokyo, Jepang. Pantauan NusaBali, paket kiriman dari Tokyo itu diantar dua petugas Kantor Pos Indonesia Cabang Denpasar. Mereka datang di lokasi rumah kontrakan berlantai II milik Sri Eti Sulaiman, perempuan asal Jakarta yang tinggal di Australia tersebut, menggunakan mobil box warna oranye khas Pos Indonesi.
Kedua petugas Pos tersebut tampak kebingungan melihat banyak warga dan polisi berpakaian preman maupun seragam dinas lengkap dengan senjata di rumah kontrakan pasutri Matsubasa Nurio dan Matsuba Hiroko. Maklum, petugas gabungan berjumlah puluhan orang saat itu sedang melakukan oloah TKP di rumah berlantai II dengan 3 kamar tidur tersebut.
Secara perlahan, mobil box tersebut menerobos kerumunan warga. Setelah berhasil lewat, seorang petugas Pos bernama Kirsa, 35, turun dari mobil sembari memegang secarik kertas pengiriman barang. Setelah turun dari mobil, petugas Pos ini masih saja bingung, karena rumah yang dituju sudah diberi garis polisi.
Di tengah kebingungannya itu, seorang petugas kepolisian menghampiri Kirsa untuk menayakan maksud dan tujuan kedatangannya ke lokasi. Usut punya usut, ternyata petugas Pos ini tidak tahu kalau orang yang dikirimi paket dari Tokyo telah tewas mengenaskan sehari sebelumnya, Senin (4/9).
Petugas Pos ini pun terkejut dengan kondisi tersebut. Kemudian, paket barang yang dibawanya langsung diamankan petugas kepolisian untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Petugas Pos bernama Kirsa mengaku hanya sebatas mengatar paket kiriman saja. Dia tak tahu jenis barang yang dikirim ke pasutri Jepang berusia 76 tahun tersebut.
Namun, dari data yang dipegangnya, kata Kirsa, paket barang tersebut dikirim seorang bernama Matsuba Satoru dari Tokyo. Matsuba Satoru kemudian diketahui merupakan anak semata wayang pasutri Matsubasa Nurio dan Matsuba Hiroko, pebisnis ikan tuna dan sekaligus guru privat bahasa Jepang yang sudah 5 tahun tinggal di wilayah Jimbaran.
Menurut Kirsa, paket barang kiriman tersebut diterima Kantor Pos Indonesia Cabang Denpasar, Sabtu (2/9) lalu. Namun, baru Selasa kemarin bisa dikirim kepada ke alamat yang dituju, setelah melalui proses pemeriksaan. “Kalau terimanya sudah hari Sabtu, tapi paket ini kan harus melalui pemeriksaan terlebih dulu sebelum dikirim,” jelas Kirsa.
Kirsa mengaku terkejut mengetahui penerima barang kiriman dari Tokyo ternyata tewas terpanggang dan diduga kuat jadi korban pembunuhan. Meski demikian, sebagai petugas Pos, pihaknya tetap mengirim barang sesuai dengan alamat tujuan pengirimnya. “Saya tidak tahu kalau yang menerima sudah meninggal. Saya juga tidak tahu apa isi baket kiriman tersebut,” katanya.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polresta Denpasar, Kompol Aris Purwanto, mengaku pihaknya sudah menerima paket kiriman yang diidentifikasi dari anak semata wayang korban di Tokyo. Hanya saja, Kompol Aria belum mendapat laporan terkait isi paket kiriman itu. “Paket tersebut dudah di kita, nanti kita cek. Kita juga sudah berkoordinasi dengan anak korban di Jepang. Katanya, dalam waktu dekat dia akan datang ke Bali,” tandas Kompol Aris.
Di sisi lain, cerita tentang kematian pasutri Jepang di Perumahan Puri Gading, Jimbaran bikin kaget para mantan murid privat korban. Bahkan, sal;ah seorang mantan murid korban yang kini tinggal di Manado, Sulawsersi Utara, mengutus ibundanya, Yuka, 40, yang kebetulan tinggal di Jimbaran, untuk datang ke lokasi TKP, Selasa kemarin.
“Kemarin (Senin) saya dikabari oleh anak saya. Dia minta tolong agar saya lihat dulu kondisi rumah mantan gurunya. Apalagi, kedua korban dikenal sangat baik dan mengajari murid, termasuk anak saya, tanpa dipungut biaya sepeser pun,” ungkap Yuka kepada NusaBali di lokasi TKP kemarin.
Pasutri Matsubasa Nurio dan Matsuba Hiroko sendiri sudah hamir 2 tahun tinggal di rumah kontrakan berlantai II milik Sri Eti Sulaiman, sejak November 2015 lalu. Mereka hanya tinggal berdua di rumah beriosi tiga kamar tidur. Sedangkan pembantunya, Ni Nengah Nari, 40, perempuan asal Karangasem, tinggal di tempat lain dan selalu pergi usai bersih-bersih. Kesehariannya, pasutri sepuh asal Jepang ini memberikan pendidikan gratis kepada anak-anak yang hendak belajar bahasa Jepang dan menulis menggunakan huruf Kanji. *dar
Kedua petugas Pos tersebut tampak kebingungan melihat banyak warga dan polisi berpakaian preman maupun seragam dinas lengkap dengan senjata di rumah kontrakan pasutri Matsubasa Nurio dan Matsuba Hiroko. Maklum, petugas gabungan berjumlah puluhan orang saat itu sedang melakukan oloah TKP di rumah berlantai II dengan 3 kamar tidur tersebut.
Secara perlahan, mobil box tersebut menerobos kerumunan warga. Setelah berhasil lewat, seorang petugas Pos bernama Kirsa, 35, turun dari mobil sembari memegang secarik kertas pengiriman barang. Setelah turun dari mobil, petugas Pos ini masih saja bingung, karena rumah yang dituju sudah diberi garis polisi.
Di tengah kebingungannya itu, seorang petugas kepolisian menghampiri Kirsa untuk menayakan maksud dan tujuan kedatangannya ke lokasi. Usut punya usut, ternyata petugas Pos ini tidak tahu kalau orang yang dikirimi paket dari Tokyo telah tewas mengenaskan sehari sebelumnya, Senin (4/9).
Petugas Pos ini pun terkejut dengan kondisi tersebut. Kemudian, paket barang yang dibawanya langsung diamankan petugas kepolisian untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Petugas Pos bernama Kirsa mengaku hanya sebatas mengatar paket kiriman saja. Dia tak tahu jenis barang yang dikirim ke pasutri Jepang berusia 76 tahun tersebut.
Namun, dari data yang dipegangnya, kata Kirsa, paket barang tersebut dikirim seorang bernama Matsuba Satoru dari Tokyo. Matsuba Satoru kemudian diketahui merupakan anak semata wayang pasutri Matsubasa Nurio dan Matsuba Hiroko, pebisnis ikan tuna dan sekaligus guru privat bahasa Jepang yang sudah 5 tahun tinggal di wilayah Jimbaran.
Menurut Kirsa, paket barang kiriman tersebut diterima Kantor Pos Indonesia Cabang Denpasar, Sabtu (2/9) lalu. Namun, baru Selasa kemarin bisa dikirim kepada ke alamat yang dituju, setelah melalui proses pemeriksaan. “Kalau terimanya sudah hari Sabtu, tapi paket ini kan harus melalui pemeriksaan terlebih dulu sebelum dikirim,” jelas Kirsa.
Kirsa mengaku terkejut mengetahui penerima barang kiriman dari Tokyo ternyata tewas terpanggang dan diduga kuat jadi korban pembunuhan. Meski demikian, sebagai petugas Pos, pihaknya tetap mengirim barang sesuai dengan alamat tujuan pengirimnya. “Saya tidak tahu kalau yang menerima sudah meninggal. Saya juga tidak tahu apa isi baket kiriman tersebut,” katanya.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polresta Denpasar, Kompol Aris Purwanto, mengaku pihaknya sudah menerima paket kiriman yang diidentifikasi dari anak semata wayang korban di Tokyo. Hanya saja, Kompol Aria belum mendapat laporan terkait isi paket kiriman itu. “Paket tersebut dudah di kita, nanti kita cek. Kita juga sudah berkoordinasi dengan anak korban di Jepang. Katanya, dalam waktu dekat dia akan datang ke Bali,” tandas Kompol Aris.
Di sisi lain, cerita tentang kematian pasutri Jepang di Perumahan Puri Gading, Jimbaran bikin kaget para mantan murid privat korban. Bahkan, sal;ah seorang mantan murid korban yang kini tinggal di Manado, Sulawsersi Utara, mengutus ibundanya, Yuka, 40, yang kebetulan tinggal di Jimbaran, untuk datang ke lokasi TKP, Selasa kemarin.
“Kemarin (Senin) saya dikabari oleh anak saya. Dia minta tolong agar saya lihat dulu kondisi rumah mantan gurunya. Apalagi, kedua korban dikenal sangat baik dan mengajari murid, termasuk anak saya, tanpa dipungut biaya sepeser pun,” ungkap Yuka kepada NusaBali di lokasi TKP kemarin.
Pasutri Matsubasa Nurio dan Matsuba Hiroko sendiri sudah hamir 2 tahun tinggal di rumah kontrakan berlantai II milik Sri Eti Sulaiman, sejak November 2015 lalu. Mereka hanya tinggal berdua di rumah beriosi tiga kamar tidur. Sedangkan pembantunya, Ni Nengah Nari, 40, perempuan asal Karangasem, tinggal di tempat lain dan selalu pergi usai bersih-bersih. Kesehariannya, pasutri sepuh asal Jepang ini memberikan pendidikan gratis kepada anak-anak yang hendak belajar bahasa Jepang dan menulis menggunakan huruf Kanji. *dar
Komentar