Heboh Rokok Banten Tak Pakai Tembakau, Bertentangan dengan Makna Ritual
DENPASAR, NusaBali.com - Media sosial lintas platform diramaikan video menarasikan pedagang kecolongan menjual rokok banten yang tidak mengandung tembakau. Menggunakan rokok banten semacam ini dinilai bertentangan dengan makna ritualnya.
Sabtu (18/1/2025), video yang menunjukkan lanjaran (rokok banten) sedang dibongkar menyita perhatian publik. Usut punya usut, lanjaran yang tengah dibongkar itu ternyata tidak mengandung mako (tembakau) sebagaimana lanjaran pada umumnya.
Di balik gulungan kertas putih yang dibongkar itu justru berisi kulit kedelai kering. Di video lain yang beredar di TikTok, ada lagi rokok banten yang dibongkar konsumen malah berisi serabut kelapa.
Padahal, tembakau pada rokok banten atau lanjaran ini bukanlah sesuatu yang dapat diganti sembarangan. Ketika merujuk pada rokok banten yang dipakai ritual keagamaan di Bali, tembakau mengandung makna spritual tersendiri.
Ketua Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kota Denpasar I Made Arka menilai bahwa rokok kretek (non filter) untuk piranti banten semacam ini menyalahi makna lanjaran sebagai piranti upacara.
“Pada dasarnya menyalahi atau tidak sesuai dengan esensi lanjaran itu sendiri yang memakai tembakau,” tutur Arka ketika ditemui NusaBali.com di sela upacara pabayuhan Sapuh Leger di Pura Dalem Tegeh Gumi, Desa Dauh Puri Kauh, Denpasar, Sabtu (18/1/2025).
Kata Arka, penggunaan lanjaran sebagai piranti banten dapat dilihat dari sudut pandang sederhana yakni tradisi bersirih. Tradisi ini disebut lekesan atau nyisig jika mengkhusus merujuk pada penggunaan unsur tembakaunya.
Tembakau dipakai oleh para leluhur dan tetua untuk merawat kekuatan gigi. Tidak heran jika gigi tetua yang menjalankan tradisi nyisig tidak keropos dan berlubang meski usia mereka sudah sangat lanjut. Makna ini lantas ditarik ke esensi spiritual.
“Tembakau dapat dimaknai sebagai penguat srada bakti atau keyakinan dalam beragama. Tembakau ini tidak di lanjaran saja, tapi kalau lanjaran sebagai sarana upacara harus memakai tembakau,” tegas Arka.
Selain itu, tembakau juga merupakan salah satu unsur lekesan yang terdiri dari pamor (kapur laut), gambir, buah pinang, dan tembakau. Kemudian, semua unsur-unsur lekesan ini digulung atau di-lekes dengan daun sirih.
Ketua Majelis Pertimbangan dan Pembinaan Kebudayaan (Listibiya) Kabupaten Badung I Gusti Ngurah Artawan menuturkan lekesan menyimbolkan Panca Dewata.
“Sirih melambangkan Dewa Wisnu, pamor simbol Iswara, gambir simbol Brahma, pinang simbol Mahadewa, dan tembakau simbol Siwa,” ujar Artawan yang juga seorang dalang.
Sementara itu, rokok banten biasanya disertakan pada canang yang dipersembahkan di tempat-tempat tertentu. Hal ini sebagai rarapan untuk menetralisir energi negatif yang merupakan ranah Dewa Siwa dan segala perwujudannya.
“Ketika lanjaran itu tidak sesuai dengan esensinya, maknanya tidak berguna,” tandas Arka. *rat
Di balik gulungan kertas putih yang dibongkar itu justru berisi kulit kedelai kering. Di video lain yang beredar di TikTok, ada lagi rokok banten yang dibongkar konsumen malah berisi serabut kelapa.
Padahal, tembakau pada rokok banten atau lanjaran ini bukanlah sesuatu yang dapat diganti sembarangan. Ketika merujuk pada rokok banten yang dipakai ritual keagamaan di Bali, tembakau mengandung makna spritual tersendiri.
Ketua Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kota Denpasar I Made Arka menilai bahwa rokok kretek (non filter) untuk piranti banten semacam ini menyalahi makna lanjaran sebagai piranti upacara.
“Pada dasarnya menyalahi atau tidak sesuai dengan esensi lanjaran itu sendiri yang memakai tembakau,” tutur Arka ketika ditemui NusaBali.com di sela upacara pabayuhan Sapuh Leger di Pura Dalem Tegeh Gumi, Desa Dauh Puri Kauh, Denpasar, Sabtu (18/1/2025).
Kata Arka, penggunaan lanjaran sebagai piranti banten dapat dilihat dari sudut pandang sederhana yakni tradisi bersirih. Tradisi ini disebut lekesan atau nyisig jika mengkhusus merujuk pada penggunaan unsur tembakaunya.
Tembakau dipakai oleh para leluhur dan tetua untuk merawat kekuatan gigi. Tidak heran jika gigi tetua yang menjalankan tradisi nyisig tidak keropos dan berlubang meski usia mereka sudah sangat lanjut. Makna ini lantas ditarik ke esensi spiritual.
“Tembakau dapat dimaknai sebagai penguat srada bakti atau keyakinan dalam beragama. Tembakau ini tidak di lanjaran saja, tapi kalau lanjaran sebagai sarana upacara harus memakai tembakau,” tegas Arka.
Selain itu, tembakau juga merupakan salah satu unsur lekesan yang terdiri dari pamor (kapur laut), gambir, buah pinang, dan tembakau. Kemudian, semua unsur-unsur lekesan ini digulung atau di-lekes dengan daun sirih.
Ketua Majelis Pertimbangan dan Pembinaan Kebudayaan (Listibiya) Kabupaten Badung I Gusti Ngurah Artawan menuturkan lekesan menyimbolkan Panca Dewata.
“Sirih melambangkan Dewa Wisnu, pamor simbol Iswara, gambir simbol Brahma, pinang simbol Mahadewa, dan tembakau simbol Siwa,” ujar Artawan yang juga seorang dalang.
Sementara itu, rokok banten biasanya disertakan pada canang yang dipersembahkan di tempat-tempat tertentu. Hal ini sebagai rarapan untuk menetralisir energi negatif yang merupakan ranah Dewa Siwa dan segala perwujudannya.
“Ketika lanjaran itu tidak sesuai dengan esensinya, maknanya tidak berguna,” tandas Arka. *rat
1
Komentar