Gugat UU Pemilu, PSI Jalani Sidang Perdana
Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menjalani sidang perdana judicial review (JR) UU Pemilu No.7 tahun 2017 di Mahkamah Konstitusi (MK) setelah pada 21 Agustus lalu melalui Jaringan Advokasi Rakyat Partai Solidaritas Indonesia (Jangkar Solidaritas) mengajukan permohonan judicial review.
JAKARTA, NusaBali
Menurut salah satu advokat Jangkar Solidaritas yang juga Ketua DPW PSI Bali, I Nengah Yasa Adi Susanto mereka menggugat Pasal 173 ayat (3) juncto pasal 173 ayat (1) UU Pemilu.
"Di mana PSI menghendaki agar verifikasi partai politik seharusnya diberlakukan untuk semua peserta pemilu. Kami juga menggugat Pasal 173 ayat (2) huruf E yang kami anggap tidak mendukung upaya memperluas keterwakilan perempuan di politik," ujar Adi usai sidang, Selasa (5/9). Adi menjelaskan, pasal terkait verifikasi berlaku diskriminatif.
Sebab, membedakan perlakuan antara partai politik baru dengan partai politik lama. Padahal banyak faktor yang mempengaruhi seperti faktor demografi, pemekaran beberapa daerah, dan pergantian pengurus partai politik dari pusat hingga ke daerah dalam kurun waktu 5 tahun ini banyak terjadi.
"Sehingga semua partai politik tanpa kecuali harus diverifikasi," tegas pria asal Desa Bugbug, Karangasem ini. Adi juga menilai, pasal 173 ayat 2 diskriminatif dan tidak adil, karena keterwakilan 30 persen perempuan dalam kepengurusan partai politik hanya berlaku di tingkat pusat. Padahal, bila diberlakukan dalam setiap tingkatan akan lahir kebijakan-kebijakan politik yang pro terhadap perempuan.
Ditambah lagi, akan tersedia calon-calon legislatif perempuan. "Hal ini juga akan memudahkan partai politik dalam memenuhi kewajiban 30% caleg perempuan baik untuk pemilihan anggota DPR maupun anggota DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota," papar pria yang juga pemerhati TKI ini.
Sidang perdana dengan agenda pemeriksaan pendahuluan diketuai oleh Hakim Konstitusi, I Dewa Gede Palguna dengan anggota Hakim Aswanto dan Hakim Wahiduddin Adams. Sementara tim advokat Jangkar Solidaritas terdiri dari Adi, Dr Surya Tjandra, Dini Shanti Purwono, Kamaruddin, Nasrullah Nur, Rian Ernest dan Viani Limardi.
Selanjutnya mereka diberi waktu 14 hari kerja untuk perbaikan dan diserahkan kembali ke panitera MK. "Perbaikannya antara lain mengenai penajaman terkait kerugian konstitusional PSI dan uraian kalau norma terkait kepengurusan perempuan hanya mewajibkan di pusat dibatalkan, apa akibat konstitusionalnya," imbuh Adi. Dalam sidang pertama tersebut hadir pula pengurus DPP PSI, antara lain Ketum PSI Grace Natalie, Ketua DPP PSI Ratu Ayu Isyana Bagoes Oka, Ketua DPP PSI Tsamara Amany, Ketua DPP PSI Sumardy, Sekjen PSI Raja Juli Antoni dan Bendum PSI Suci Mayang Sari. *k22
Menurut salah satu advokat Jangkar Solidaritas yang juga Ketua DPW PSI Bali, I Nengah Yasa Adi Susanto mereka menggugat Pasal 173 ayat (3) juncto pasal 173 ayat (1) UU Pemilu.
"Di mana PSI menghendaki agar verifikasi partai politik seharusnya diberlakukan untuk semua peserta pemilu. Kami juga menggugat Pasal 173 ayat (2) huruf E yang kami anggap tidak mendukung upaya memperluas keterwakilan perempuan di politik," ujar Adi usai sidang, Selasa (5/9). Adi menjelaskan, pasal terkait verifikasi berlaku diskriminatif.
Sebab, membedakan perlakuan antara partai politik baru dengan partai politik lama. Padahal banyak faktor yang mempengaruhi seperti faktor demografi, pemekaran beberapa daerah, dan pergantian pengurus partai politik dari pusat hingga ke daerah dalam kurun waktu 5 tahun ini banyak terjadi.
"Sehingga semua partai politik tanpa kecuali harus diverifikasi," tegas pria asal Desa Bugbug, Karangasem ini. Adi juga menilai, pasal 173 ayat 2 diskriminatif dan tidak adil, karena keterwakilan 30 persen perempuan dalam kepengurusan partai politik hanya berlaku di tingkat pusat. Padahal, bila diberlakukan dalam setiap tingkatan akan lahir kebijakan-kebijakan politik yang pro terhadap perempuan.
Ditambah lagi, akan tersedia calon-calon legislatif perempuan. "Hal ini juga akan memudahkan partai politik dalam memenuhi kewajiban 30% caleg perempuan baik untuk pemilihan anggota DPR maupun anggota DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota," papar pria yang juga pemerhati TKI ini.
Sidang perdana dengan agenda pemeriksaan pendahuluan diketuai oleh Hakim Konstitusi, I Dewa Gede Palguna dengan anggota Hakim Aswanto dan Hakim Wahiduddin Adams. Sementara tim advokat Jangkar Solidaritas terdiri dari Adi, Dr Surya Tjandra, Dini Shanti Purwono, Kamaruddin, Nasrullah Nur, Rian Ernest dan Viani Limardi.
Selanjutnya mereka diberi waktu 14 hari kerja untuk perbaikan dan diserahkan kembali ke panitera MK. "Perbaikannya antara lain mengenai penajaman terkait kerugian konstitusional PSI dan uraian kalau norma terkait kepengurusan perempuan hanya mewajibkan di pusat dibatalkan, apa akibat konstitusionalnya," imbuh Adi. Dalam sidang pertama tersebut hadir pula pengurus DPP PSI, antara lain Ketum PSI Grace Natalie, Ketua DPP PSI Ratu Ayu Isyana Bagoes Oka, Ketua DPP PSI Tsamara Amany, Ketua DPP PSI Sumardy, Sekjen PSI Raja Juli Antoni dan Bendum PSI Suci Mayang Sari. *k22
Komentar