Tradisi Makanan Bergizi, Bukan karena Gratis
UPAYA pemerintah untuk menyediakan makan gratis patut diacungi dua jempol. Tujuannya, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, dan masyarakat miskin.
Makanan bergizi merupakan fondasi untuk kemampuan berpikir, emosi, dan gerakan. Kombinasi diet seimbang yang kaya akan sayur, buah, protein berkualitas, lemak sehat, dan biji-bijian utuh dapat meningkatkan kesejahteraan secara keseluruhan dan mendukung perkembangan otak serta tubuh yang optimal. Namun sering tidak bisa berlanjut dikarenakan kemiskinan atau usia.
Di Bali, tradisi dan budaya makan makanan bergizi di kalangan masyarakat miskin dan lansia sering kali terpengaruh oleh nilai budaya dan keterbatasan ekonomi. Namun, nilai gotong royong dan adat istiadat yang kuat membantu menjaga kelangsungan tradisi makan bergizi meskipun ada tantangan. Tradisi masyarakat Bali didasarkan pada keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam. Filosofi ini memengaruhi pola makan. Masyarakat menghormati hasil bumi sebagai berkah dari alam. Mereka memanfaatkan bahan makanan lokal, seperti: sayur, buah, dan hasil pertanian lain untuk memenuhi kebutuhan gizi. Upacara adat sering menyajikan makanan tradisional bergizi seperti nasi, lauk-pauk, dan sayuran yang juga dikonsumsi sehari-hari.
Di Bali, masyarakat memiliki tradisi gotong royong melalui banjar. Dalam tradisi ini, masyarakat memberikan makanan kepada tetangga, terutama saat ada upacara keagamaan. Lansia dan masyarakat miskin sering menerima makanan dari tradisi ini. Tradisi ‘ngejot’ memastikan kelompok rentan tetap mendapat makanan bergizi, meskipun tidak secara rutin. Banyak upacara keagamaan di Bali menyajikan makanan tradisional yang mengandung bahan alami dan bergizi. Misalnya, ‘lawar’, sate lilit, dan sayur urap. Makanan ini sering dibagikan kepada masyarakat setelah upacara, termasuk lansia dan keluarga miskin. Manfaatnya, membantu distribusi makanan bergizi secara merata ke berbagai lapisan masyarakat.
Masyarakat Bali, sering memanfaatkan pekarangan rumah untuk menanam tanaman pangan seperti singkong, pisang, kangkung, dan bayam. Lansia biasanya mengonsumsi makanan sederhana namun bergizi seperti ubi rebus dan daun kelor. Dengan menanam sendiri, mereka dapat menghemat pengeluaran sekaligus memenuhi kebutuhan gizi harian. Pemerintah dan organisasi non-pemerintah juga mendukung tradisi makan bergizi di Bali. Beberapa banjar menyediakan dapur umum untuk memasak makanan bergizi bagi lansia dan masyarakat miskin. Posyandu khusus lansia menyediakan makanan tambahan seperti bubur kacang hijau atau susu yang bergizi. Program ini membantu keluarga miskin membeli bahan pangan seperti beras, telur, dan minyak dengan harga murah.
Makanan bergizi berperan penting dalam mendukung fungsi otak yang optimal. Otak membutuhkan nutrisi untuk memaksimalkan fungsi kognitif, termasuk daya ingat, konsentrasi, dan kemampuan berpikir kritis. Misalnya, Omega-3 berperan dalam membangun membran sel otak, meningkatkan komunikasi antar-neuron, serta melindungi otak dari kerusakan oksidatif. Keseimbangan nutrisi juga mendukung kesehatan emosional dan psikologis, yang tergolong aspek afektif. Kekurangan nutrisi tertentu dapat menyebabkan gangguan suasana hati, termasuk depresi dan kecemasan. Makanan bergizi juga menyediakan energi dan nutrisi penting untuk fungsi motorik, koordinasi, dan stamina fisik. Simpulannya, makanan bergizi merupakan fondasi untuk kesehatan kognitif (kemampuan berpikir), afektif (emosi), dan psikomotor (gerakan). Kombinasi diet seimbang yang kaya akan sayur, buah, protein berkualitas, lemak sehat, dan biji-bijian utuh dapat meningkatkan kesejahteraan secara keseluruhan dan mendukung perkembangan otak serta tubuh yang optimal. Semoga program pemerintah tentang makan gratis dan bergizi dapat dilanjutkan oleh masyarakat berbagai lapisan tanpa kecuali. 7
Komentar