Dilarang Orangtua, Tetap Putuskan Kuliah dengan Beasiswa Bidikmisi
Setelah berhasil dapatkan beasiswa Bidikmisi khusus bagi mahasiswa pintar dari keluarga miskin, Gede Agus Rastika sempat terkendala masalah tempat tinggal dan biaya sehari-hari. Akhirnya, dia mendapat bantuan tempat tinggal gratis dari Nyoman Suparni
Kisah I Gede Agus Rastika, Mahasiswa Baru Fakultas Kedokteran Unud dari Keluarga Miskin
AMLAPURA, NusaBali
I Gede Agus Rastika, 18, termasuk salah satu siswa pintar dari keluarga miskin yang diterima masuk Fakultas Kedokteran Unud tahun ajaran 2017/2018 ini. Siswa jebolan SMAN 1 Amlapura, Karangasem ini sebenarnya dilarang sang ayah kuliah, karena miskin dan ibunya menderita gagal ginjal hingga harus rutin menjalani cuci darah. Namun, dia tetap pilih kejar gelar dokter dengan beasiswa Bidikmisi.
Diterima masuk Fakultas Kedokteran Unud melalui PMDK (Penelusuran Minat dan Kemampuan), Gede Agus Rastia merupakan anak kedua dari tiga bersaudara keluarga pasangan I Komang Gede Rastra, 43, dan Ni Luh Alit, 42, pasutri miskin yang tinggal di Banjar Subagan, Desa Bungaya, Kecamatan Bebandem, Karangasem. Sang ayah, Ko-mang Gede Rastra hanyalah seorang petani penggarap. Sedangkan ibundanya, Luh Alit, sudah lama sakit gagal gnjal hingga harus sakit menjalani program cuci darah.
Gede Agus Rastika bisa lolos ke FK Unud melalui jalur PMDK, karena memang berpres-tasi. Selama 3 tahun berturut-turut, Agus Rastika selalu jadi bintang kelas di SMAN 1 Amlapura. Pihak SMAN 1 Amlapura pun ikut mendorongnya kuliah di FK Unud setelah dinyatakan lolos PMDK, sehingga Agus Rastika kian bersemangat.
Itu sebabnya, meskipun berkali-kali dilarang sang sayah melanjutkan kuliah, Agus Astika diam-diam mendaftar sebagai mahasiswa baru di FK Unud, tanpa sepengetahuan orangtua. Selanjutnya, Agus Rastika mengurus beasiswa Bidikmisi (Bantuan Pendidikan Miskin Berprestasi)---bantuan biaya pendidikan bagi calon mahasiswa tidak mampu secara ekonomi dan memiliki potensi akademik baik untuk menempuh pendidikan di perguruan tinggi dalam program studi unggulan, sampai lulus tepat waktu.
Namun, perjuangan Agus Rastika cukup berat. Setelah beasiswa Bidikmisi didapatkan, dia menemui ganjalan berikutnya, yakni tidak memiliki biaya kontrak rumah di Denpasar. Maka, Agus Rastika pun kembali berjuang mencari donatur. Beruntung, LSM Kelompok Peduli Perempuan dan Anak (KPPA) Karangasem yang dipimpin Ni Nyoman Suparni bisa bantu mengusahakan tempat tinggal bagi Agus Rastika. Kebetulan, Nyoman Suparni punya rumah di Denpasar, maka di situlah Agus Rastika tinggal saat ini.
Jadi, dua persoalan utama sudah berhasil dilewati Agus Rastika, yaitu masalah biaya kuliah di FK Unud dan tempat tinggal selama kuliah. Nah, masalah berikutnya yang akan dihadapi Agus Rastika ke depan adalah bekal sehari-hari di Denpasar.
Agus Rastika sendiri sudah resmi jadi mahasiswa FK Unud dan menjalani Ospek (orientasi study dan pengenalan kampus), sejak 31 Agustus 2017 lalu. Uniknya, sang ayah, Komang Gede Raspa, baru mendengar kabar anak lelaki satu-satunya kuliah di FK Unud, melalui tetangganya. Karena putranya sudah resmi kuliah, Komang Gede Raspa pun mengupayakan bekal.
Salah satu upaya yang dilakukan petani penggarap ini adalah dengan menjual bunga pacar galuh. “Dengan jualan bunga pacar galuh, bapak bisa mengirimi saya bekal sebesar Rp 200.000 per minggu,” cerita Agus Rastika saat dikonfirmasi NusaBali, Senin (4/9) lalu.
Sedangkan ibunda Agus Rastika, Ni Luh Alit, sehari-harinya hanya terbaring di ru-mahnya, tanpa bisa bekerja lagi sejak mencderita gagal ginjal, Maret 2017 lalu. Kepada NusaBali, Luh Alit mengakui dirinya tidak mampu berbuat banyak untuk menopang biaya kuliah Agus Rastika di FK Unud.
"Saya tidak bisa kerja lagi sejak gagal ginjal Maret 2017. Sebelumnya, saya bekerja sebagai penggarap menanam bunga pacar galuh. Sekarang tinggal di rumah saja," cerita Luh Alit yang ditemui NusaBali secara terpisah di rumahnya kawasan Banjar Subagan, Desa Bungaya, Kecamatan Bebandem.
Luh Alit mengisahkan, dirinya harus rutin menjalani cuci darah di RSUD Karangasem sepekan sekali tiap Jumat atas tanggungan KIS. "Sebenarnya saya belum dapat jadwal cuci darah, mestinya cuci darah dua kali seminggu. Karena RSUD merasa kasihan, maka saya diberikan jadwal sementara tiap Jumat," jelas perempuan berusia 42 tahun ini.
Menurut Luh Alit, Agus Rastika yang diterima kuliah di FK Unud merupakan anak kedua dan satu-satunya lelaki dari tiga bersaudara. Sedangkan kakak sulungnya, Ni Kadek Rastini, 21, kini tercatat sebagai mahasiswi semester VII Poltekes Denpasar. Sebaliknya, si bungsu yang juga perempuan, Ni Ketut Padmi Sari, 15, masih duduk di Kelas X SMAN 1 Amlapura.
Sementara itu, pentolan LSM KPPA Karangasem, Nyoman Suparni, mengaku pihaknya memberikan bantuan berupa tempat tinggal kepada Gede Agus Rastika. "Saya me-mbantunya, karena dia itu anak pintar dari keluarga miskin," jelas Suparni.
Sekadar dicatat, selain selalu jadi bintang kelas selama 3 tahun sekolah di SMAN 1 Amlapura, Agus Rastika juga penyandang predikat ‘Siswa SMA Berprestasi Tingkat Kabupaten Karangasem Tahun 2016’. Kepala Sekolah (Kasek) SMAN 1 Amlapura, Wayan Sugiana, mengaku pihaknya terus memotivasi Agus Rastika agar mau ambil jatah kuliah melalui PMDK di FK Unud. "Sejak duduk di Kelas X, anak itu selalu juara umum. Makanya, kami dorong agar dia kuliah di FK Unud setelah dinyatakan lulus PMDK," papar Wayan Sugiana. *k16
AMLAPURA, NusaBali
I Gede Agus Rastika, 18, termasuk salah satu siswa pintar dari keluarga miskin yang diterima masuk Fakultas Kedokteran Unud tahun ajaran 2017/2018 ini. Siswa jebolan SMAN 1 Amlapura, Karangasem ini sebenarnya dilarang sang ayah kuliah, karena miskin dan ibunya menderita gagal ginjal hingga harus rutin menjalani cuci darah. Namun, dia tetap pilih kejar gelar dokter dengan beasiswa Bidikmisi.
Diterima masuk Fakultas Kedokteran Unud melalui PMDK (Penelusuran Minat dan Kemampuan), Gede Agus Rastia merupakan anak kedua dari tiga bersaudara keluarga pasangan I Komang Gede Rastra, 43, dan Ni Luh Alit, 42, pasutri miskin yang tinggal di Banjar Subagan, Desa Bungaya, Kecamatan Bebandem, Karangasem. Sang ayah, Ko-mang Gede Rastra hanyalah seorang petani penggarap. Sedangkan ibundanya, Luh Alit, sudah lama sakit gagal gnjal hingga harus sakit menjalani program cuci darah.
Gede Agus Rastika bisa lolos ke FK Unud melalui jalur PMDK, karena memang berpres-tasi. Selama 3 tahun berturut-turut, Agus Rastika selalu jadi bintang kelas di SMAN 1 Amlapura. Pihak SMAN 1 Amlapura pun ikut mendorongnya kuliah di FK Unud setelah dinyatakan lolos PMDK, sehingga Agus Rastika kian bersemangat.
Itu sebabnya, meskipun berkali-kali dilarang sang sayah melanjutkan kuliah, Agus Astika diam-diam mendaftar sebagai mahasiswa baru di FK Unud, tanpa sepengetahuan orangtua. Selanjutnya, Agus Rastika mengurus beasiswa Bidikmisi (Bantuan Pendidikan Miskin Berprestasi)---bantuan biaya pendidikan bagi calon mahasiswa tidak mampu secara ekonomi dan memiliki potensi akademik baik untuk menempuh pendidikan di perguruan tinggi dalam program studi unggulan, sampai lulus tepat waktu.
Namun, perjuangan Agus Rastika cukup berat. Setelah beasiswa Bidikmisi didapatkan, dia menemui ganjalan berikutnya, yakni tidak memiliki biaya kontrak rumah di Denpasar. Maka, Agus Rastika pun kembali berjuang mencari donatur. Beruntung, LSM Kelompok Peduli Perempuan dan Anak (KPPA) Karangasem yang dipimpin Ni Nyoman Suparni bisa bantu mengusahakan tempat tinggal bagi Agus Rastika. Kebetulan, Nyoman Suparni punya rumah di Denpasar, maka di situlah Agus Rastika tinggal saat ini.
Jadi, dua persoalan utama sudah berhasil dilewati Agus Rastika, yaitu masalah biaya kuliah di FK Unud dan tempat tinggal selama kuliah. Nah, masalah berikutnya yang akan dihadapi Agus Rastika ke depan adalah bekal sehari-hari di Denpasar.
Agus Rastika sendiri sudah resmi jadi mahasiswa FK Unud dan menjalani Ospek (orientasi study dan pengenalan kampus), sejak 31 Agustus 2017 lalu. Uniknya, sang ayah, Komang Gede Raspa, baru mendengar kabar anak lelaki satu-satunya kuliah di FK Unud, melalui tetangganya. Karena putranya sudah resmi kuliah, Komang Gede Raspa pun mengupayakan bekal.
Salah satu upaya yang dilakukan petani penggarap ini adalah dengan menjual bunga pacar galuh. “Dengan jualan bunga pacar galuh, bapak bisa mengirimi saya bekal sebesar Rp 200.000 per minggu,” cerita Agus Rastika saat dikonfirmasi NusaBali, Senin (4/9) lalu.
Sedangkan ibunda Agus Rastika, Ni Luh Alit, sehari-harinya hanya terbaring di ru-mahnya, tanpa bisa bekerja lagi sejak mencderita gagal ginjal, Maret 2017 lalu. Kepada NusaBali, Luh Alit mengakui dirinya tidak mampu berbuat banyak untuk menopang biaya kuliah Agus Rastika di FK Unud.
"Saya tidak bisa kerja lagi sejak gagal ginjal Maret 2017. Sebelumnya, saya bekerja sebagai penggarap menanam bunga pacar galuh. Sekarang tinggal di rumah saja," cerita Luh Alit yang ditemui NusaBali secara terpisah di rumahnya kawasan Banjar Subagan, Desa Bungaya, Kecamatan Bebandem.
Luh Alit mengisahkan, dirinya harus rutin menjalani cuci darah di RSUD Karangasem sepekan sekali tiap Jumat atas tanggungan KIS. "Sebenarnya saya belum dapat jadwal cuci darah, mestinya cuci darah dua kali seminggu. Karena RSUD merasa kasihan, maka saya diberikan jadwal sementara tiap Jumat," jelas perempuan berusia 42 tahun ini.
Menurut Luh Alit, Agus Rastika yang diterima kuliah di FK Unud merupakan anak kedua dan satu-satunya lelaki dari tiga bersaudara. Sedangkan kakak sulungnya, Ni Kadek Rastini, 21, kini tercatat sebagai mahasiswi semester VII Poltekes Denpasar. Sebaliknya, si bungsu yang juga perempuan, Ni Ketut Padmi Sari, 15, masih duduk di Kelas X SMAN 1 Amlapura.
Sementara itu, pentolan LSM KPPA Karangasem, Nyoman Suparni, mengaku pihaknya memberikan bantuan berupa tempat tinggal kepada Gede Agus Rastika. "Saya me-mbantunya, karena dia itu anak pintar dari keluarga miskin," jelas Suparni.
Sekadar dicatat, selain selalu jadi bintang kelas selama 3 tahun sekolah di SMAN 1 Amlapura, Agus Rastika juga penyandang predikat ‘Siswa SMA Berprestasi Tingkat Kabupaten Karangasem Tahun 2016’. Kepala Sekolah (Kasek) SMAN 1 Amlapura, Wayan Sugiana, mengaku pihaknya terus memotivasi Agus Rastika agar mau ambil jatah kuliah melalui PMDK di FK Unud. "Sejak duduk di Kelas X, anak itu selalu juara umum. Makanya, kami dorong agar dia kuliah di FK Unud setelah dinyatakan lulus PMDK," papar Wayan Sugiana. *k16
Komentar