Tim Kajian Teknis Paparkan Rekomendasi Pemeliharaan Kerta Gosa
Universitas Udayana
Fakultas Ilmu Budaya
Pemeliharaan Kerta Gosa
Kadis Kebudayaan Klungkung
I Ketut Suadnyana
SEMARAPURA, NusaBali - Tim Penyusun Kajian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana memaparkan rencana tindak lanjut rekomendasi hasil kajian teknis pemeliharaan Kerta Gosa di ruang rapat Kantor Bupati Klungkung, Kamis (30/1).
Hadir, Sekda Anak Agung Gede Lesmana dan Kadis Kebudayaan Klungkung I Ketut Suadnyana. Rencana tindak lanjut berupa perencanaan teknis yang berisi usulan penanganan dan pencegahan kerusakan bangunan Bale Kerta Gosa, Bale Kambang, dan Pemedal Agung.
Pelestarian cagar budaya ini dengan memperhatikan etika pelestarian dan studi kelayakan yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis, teknis, dan administratif. Sekda Anak Agung Gede Lesmana menyambut baik dan berharap ke depan dengan hasil kajian teknis ini pelestarian cagar budaya bisa terus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. “Peninggalan sejarah leluhur yang dimiliki Kabupaten Klungkung salah satunya Kerta Gosa ini harus kita jaga dan rawat dengan sebaik-baiknya,” ujar Gung Lesmana.
Tidak kalah pantingnya, generasi muda juga harus ikut dan menjaga pelestarian cagar budaya. Kadis Kebudayaan Klungkung Ketut Suadnyana mengatakan ada dua rekomendasi yakni untuk bangunan Pemedal Agung tingkat kerusakan tinggi sehingga perlu restorasi total. Bale Kambang dan Kerta Gosa masih bisa direvitaliasi atau perbaikan pada bagian yang rusak. Selanjutnya digelar rapat bersama untuk mencari solusi dalam merestorasi ketiga situs tersebut. Kerta Gosa sampai saat ini belum menjadi aset Pemkab Klungkung sepenuhnya. “Dalam rapat itu akan kami kaji regulasinya,” kata Suadnyana.
Kerta Gosa merupakan komplek bangunan atau balai pengadilan warisan Keraton Semarapura (1686-1908) dan tetap difungsikan pada masa kekuasaan kolonial Belanda (1908-1942). Bangunan Kerta Gosa sudah ada sejak tahun 1700 Masehi. Hal ini dapat diketahui berdasarkan angka tahun Çandra Çangkala yang terdapat di atas pintu masuk kompleks Kerta Gosa. Çandra Çangkala tersebut berupa Cakra, Yuyu, Paksi-paksi, yang bernilai 1661 Saka atau sekitar 1700 Masehi. Angka tahun ini bersamaan dengan pemerintahan Raja Dewa Agung Jambe, dan konon nama Kerta Gosa diberikan oleh beliau.
Dilansir dari web Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kerta Gosa berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari dua kata, yaitu Kerta (Kertha) dan Gosa. Kertha atau Kerta berarti baik, luhur, aman, tentram, bahagia, dan sejahtera, sedangkan Gosa (berasal dari kata Gosita) berarti dipanggil, diumumkan, dan disiarkan. Jadi Kerta Gosa berarti tempat untuk mengumumkan hal-hal yang baik atau hal-hal untuk mencapai ketentraman dan kesejahteraan. Kerta Gosa juga dapat diartikan sebagai tempat raja untuk mengadakan musyawarah yang berkenaan dengan ketentraman dan kesejahteraan bagi kerajaan yang meliputi bidang keamanan dan peradilan.
Makna bangunan Kerta Gosa tidak terlepas kaitannya dengan istana kerajaan, yang mencangkup unsur-unsur tempat rekreasi, kegembiraan, kemewahan, dan sebagai unsur seni yang monumental dari suatu kerajaan. Sebagai bangunan yang difungsikan untuk sidang pengadilan sejak zaman kerajaan hingga masa kolonial Kerta Gosa memberikan gambaran tentang proses peradilan di masa lalu. Keterangan yang ada menyatakan bahwa tata cara peradilan maupun pejabat yang hadir dalam persidangan masa kolonial masih tetap dilanjutkan dengan tata cara peradilan adat masa sebelumnya. Oleh karena itu, Kerta Gosa sebagai tempat berlangsungnya peradilan terbuka mencerminkan adanya kearifan lokal di bidang nilai keadilan dan keterbukaan dalam sistem hukum. 7 wan
1
Komentar