Tewas Terpanggang Saat Nyabit Rumput
Seorang kakek dari Banjar Taman, Desa Gubug, Kecamatan Tabanan, I Wayan Suweta, 60, tewas terpanggang saat menyabit rumput, Rabu (13/8) sore.
TABANAN, NusaBali
Korban diduga tak bisa menyelamatkan diri dari kobaran api yang disulutnya saat menyabit rumput di tegalan milik kelaurga Anak Agung Gede Agung, karena penyakit stroke-nya kumat.
Informasi di lapangan, sebelum musibah maut merenggut nyawanya, korban Wayan Suweta pamitan kepada istrinya, Ni Nyoman Nitri, 59, untuk pergi menyabit rumput sekaligus membersihkan ilalang di tegalan milik keluarga AA Gde Agung, Rabu sore pukul 15.00 Wita. Ladang di mana korban menyabit rumput hingga akhirnya tewas terpanggang itu berada sekitar 50 meter arah selatan dari rumahnya.
Korban Pekak (Kakek) Wayan Suweta diketahui sudah 6 bulan menggarap tegalan milik keluarga AA Gde Agung tersebut. Bahkan, korban sudah biasa membakar ilalang. Saat kejadian kemarin sore, korban diduga terjebak kobaran api pembakaran ilalang yang dilakukannya.
Saksi pertama yang melihat peristiwa maut kemarin sore adalah I Made Surya Diasa, 35, yang tinggal di sebelah timur lokasi TKP. Saat itu, Surya Diasa melihat ada kepulan asap dan bau angit dari arah barat. Setelah diamati dengan memanjat tembok setinggi 2 meter, dia melihat rumput ilalang terbakar.
Di tengah kobaran api, korban Pekak Suweta terlihat bergerak-gerak dalam kondisi tubuh terbakar. Setelah didekati ketika kobaran api sudah mereda, tubuh korban dalam kondisi melepuh. “Saya lihat Pak wayan Suweta masih bernapas, meski tubuhnya melepuh. Saya pun berlari memanggil warga untuk minta bantuan,” cerita Surya Diasa, warga awal Banjar Kebon Jero Kauh, Desa Munduk, Kecamatan Pupuan, Tabanan yang pounya rumah di Banjar Taman, Desa Gubug.
Tak lama berselang, warga sekampung berdatangan ke lokasi TKP untuk mengevakuasi korban. Bahkan, tiga unit mobil Pemadam Kebakaran dari BPBD Tabanan ikut terjun untuk memadamkan api. Korban Pekak Suweta sendiri sempat akan dibawa ke BRSUD Tabanan untuk mendapatkan perawaranh medis. Namun, saat akan diangkat ke dalam mobil ambulans, korban Pekak Suweta keburu meninggal. Korban tewas mengenaskan dalam kondisi tubuh gosong di bagian punggung, kulitnya banyak yang mengelupas.
Di sisi lain, Kapolsek Tabanan Kompol I Gede Made Surya Atmaja mengatakan korban Pekak Suweta diduga awalnya membakar ilalang yang sebelumnya sudah dibersihkan. ketika api membesar, penyakit stroke yang dideritanya sejak tahun 2008 diduga kambuh, sehingga korban terjebak kobaran api tanpa mampu menyelamatkan diri.
Menurut Kompol Surya Atmaja, peristiwa ini adalah musibah. "Pihak keluarga korban juga sudah pasrah dan menerima kejadian ini sebagai musibah," tegas Kompol Surya Atmaja yang ditemui di lokasi TKP kebakaran maut, Rabu kemarin. Korban Pekak Suweta berpulang buat selamanya dengan meninggalkan istri tercinta, Ni Nyoman Nitri, serta dua anak (I Kadek Juliarta, 42, dan Ni Wayan Swarini Asih, 40), dan 5 cucu.
Sementara itu, istri korban, Nyoman Nitri, mengatakan suaminya sempat istirahat makan siang sekitar pukul 14.00 Wita. Usai makan, suaminya pamitan untuk menyabit rumput di tegalan yang berjarak 50 meter arah selatan dari rumahnya. Dadong (Nenek) Nitri tidak tahu persis peristiwa maut yang merenggut nyawa suaminya. “Tiba-tiba, ada kabar bahwa suami terbakar di tempat menyabit rumput. Saya pun langsung lari menengoknya," keluh Dadong Nitri.
Sedangkan anak bungsu korban, Ni Wayan Swarini Asih, mengaku keluarganya shock atas kematian tragis sang ayah. "Tidak ada firasat apa pun sebelumnya. Mimpi buruk juga tak ada. Paginya, bapak masih normal," cerita Swarini Asih. "Mu-ngkin ini karena penyakit stroke-nya kambuh, sehingga bapak tidak bisa lari dari kobaran api. Bapak mengidap stroke sejak tahun 2008."
Hingga tadi malam, jenazah Pekak Suweta masih dititipkan di BRSUD Tabanan. Belum diputuskan, kapan jenazah pekak korban tewas terpanggang ini akan dikuburkan. "Keluarga masih berembuk soal upacara," papar Swarini Asih. *d
Informasi di lapangan, sebelum musibah maut merenggut nyawanya, korban Wayan Suweta pamitan kepada istrinya, Ni Nyoman Nitri, 59, untuk pergi menyabit rumput sekaligus membersihkan ilalang di tegalan milik keluarga AA Gde Agung, Rabu sore pukul 15.00 Wita. Ladang di mana korban menyabit rumput hingga akhirnya tewas terpanggang itu berada sekitar 50 meter arah selatan dari rumahnya.
Korban Pekak (Kakek) Wayan Suweta diketahui sudah 6 bulan menggarap tegalan milik keluarga AA Gde Agung tersebut. Bahkan, korban sudah biasa membakar ilalang. Saat kejadian kemarin sore, korban diduga terjebak kobaran api pembakaran ilalang yang dilakukannya.
Saksi pertama yang melihat peristiwa maut kemarin sore adalah I Made Surya Diasa, 35, yang tinggal di sebelah timur lokasi TKP. Saat itu, Surya Diasa melihat ada kepulan asap dan bau angit dari arah barat. Setelah diamati dengan memanjat tembok setinggi 2 meter, dia melihat rumput ilalang terbakar.
Di tengah kobaran api, korban Pekak Suweta terlihat bergerak-gerak dalam kondisi tubuh terbakar. Setelah didekati ketika kobaran api sudah mereda, tubuh korban dalam kondisi melepuh. “Saya lihat Pak wayan Suweta masih bernapas, meski tubuhnya melepuh. Saya pun berlari memanggil warga untuk minta bantuan,” cerita Surya Diasa, warga awal Banjar Kebon Jero Kauh, Desa Munduk, Kecamatan Pupuan, Tabanan yang pounya rumah di Banjar Taman, Desa Gubug.
Tak lama berselang, warga sekampung berdatangan ke lokasi TKP untuk mengevakuasi korban. Bahkan, tiga unit mobil Pemadam Kebakaran dari BPBD Tabanan ikut terjun untuk memadamkan api. Korban Pekak Suweta sendiri sempat akan dibawa ke BRSUD Tabanan untuk mendapatkan perawaranh medis. Namun, saat akan diangkat ke dalam mobil ambulans, korban Pekak Suweta keburu meninggal. Korban tewas mengenaskan dalam kondisi tubuh gosong di bagian punggung, kulitnya banyak yang mengelupas.
Di sisi lain, Kapolsek Tabanan Kompol I Gede Made Surya Atmaja mengatakan korban Pekak Suweta diduga awalnya membakar ilalang yang sebelumnya sudah dibersihkan. ketika api membesar, penyakit stroke yang dideritanya sejak tahun 2008 diduga kambuh, sehingga korban terjebak kobaran api tanpa mampu menyelamatkan diri.
Menurut Kompol Surya Atmaja, peristiwa ini adalah musibah. "Pihak keluarga korban juga sudah pasrah dan menerima kejadian ini sebagai musibah," tegas Kompol Surya Atmaja yang ditemui di lokasi TKP kebakaran maut, Rabu kemarin. Korban Pekak Suweta berpulang buat selamanya dengan meninggalkan istri tercinta, Ni Nyoman Nitri, serta dua anak (I Kadek Juliarta, 42, dan Ni Wayan Swarini Asih, 40), dan 5 cucu.
Sementara itu, istri korban, Nyoman Nitri, mengatakan suaminya sempat istirahat makan siang sekitar pukul 14.00 Wita. Usai makan, suaminya pamitan untuk menyabit rumput di tegalan yang berjarak 50 meter arah selatan dari rumahnya. Dadong (Nenek) Nitri tidak tahu persis peristiwa maut yang merenggut nyawa suaminya. “Tiba-tiba, ada kabar bahwa suami terbakar di tempat menyabit rumput. Saya pun langsung lari menengoknya," keluh Dadong Nitri.
Sedangkan anak bungsu korban, Ni Wayan Swarini Asih, mengaku keluarganya shock atas kematian tragis sang ayah. "Tidak ada firasat apa pun sebelumnya. Mimpi buruk juga tak ada. Paginya, bapak masih normal," cerita Swarini Asih. "Mu-ngkin ini karena penyakit stroke-nya kambuh, sehingga bapak tidak bisa lari dari kobaran api. Bapak mengidap stroke sejak tahun 2008."
Hingga tadi malam, jenazah Pekak Suweta masih dititipkan di BRSUD Tabanan. Belum diputuskan, kapan jenazah pekak korban tewas terpanggang ini akan dikuburkan. "Keluarga masih berembuk soal upacara," papar Swarini Asih. *d
Komentar