Peredaran Mikol, Kini Urusan Bupati/Walikota
Dengan dicabutnya Perda Provinsi Bali Nomor 5, tidak ada tumpang tindih kewenangan antara pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.
DENPASAR, NusaBali
Urusan peredaran minuman beralkohol (mikol) kini bukan lagi kewenangan Pemerintah Provinsi Bali. Hal ini menyusul dicabutnya Perda Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2012 tentang Pengendalian Peredaran Minuman Beralkhohol di Bali. Gubernur Made Mangku Pastika usai sidang paripurna DPRD Bali, Kamis (14/1) siang menegaskan, urusan peredaran mikol kini ditangani bupati/walikota.
Menurutnya, pencabutan itu menyusul terbitnya Peraturan Menteri (Permen) Perdagangan No. 6/M-DAG/PER/1/2015 yang mengubah peraturan sebelumnya bernomor 20/M-DAG/PER/4/2014. Permen sebelumnya mengatur peredaran minuman beralkohol golongan A hanya dapat dijual di Supermarket dan Hypermart yang sudah langsung mengantongi SKP-A (surat keterangan pengecer minuman beralkohol golongan A atau yang memiliki kadar etanol sebesar 1% - 5%) sedangkan minimarket dan toko pengecer dilarang menjual mikol. Akan tetapi dalam peraturan berikutnya dijelaskan bupati/walikota dapat menetapkan tempat-tempat tertentu sebagai tempat penjualan mikol, seperti di objek pariwisata yang telah ditetapkan melalui Perda setempat. Permen itu juga mengatur bahwa bupati dan walikota bisa menetapkan tempat-tempat tertentu yang menjual mikol untuk diminum langsung di tempat.
Pastika menjelaskan, bupati/walikota juga yang mengatur penuh tentang pengendalian dan pengawasan mikol beserta sanksi administrasi bagi yang melanggar.
Padahal sebelumnya, Pemprov Bali telah menerbitkan Perda Nomor 5 Tahun 2012. Dalam perda itu diatur setiap Toko Bebas Bea (TBB) yang menjual mikol harus memiliki surat izin yang diterbitkan oleh gubernur. Jadi menurut Pastika, dengan terbitnya peraturan tersebut dan juga berdasarkan Undang-Undang no 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, maka dia meminta agar Perda Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2012 dicabut. “Jadi saya minta dicabut saja, karena kewenangan tentang pengawasan dan pengendalian minuman beralkohol ada di bupati dan walikota, serta Gubernur DKI Jakarta saja,” jelasnya. Jadi ke depan dia berharap dengan dicabutnya perda tersebut, tidak ada tumpang tindih kewenangan antara pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten.
Sementara anggota Komisi IV DPRD Bali yang membidangi kesehatan, I Ketut Mandia meminta pemerintah supaya bertindak tegas dengan adanya fenomena pengoplosan minuman beralkohol dengan bebasnya. Bahkan sampai makan korban. “Perda Mikol yang menjadi kewenangan provinsi sudah pindah ke kabupaten dan kota. Kita berharap kabupaten tegas menyikap pengoplosan yang terjadi dimasyarakat. Karena sering pengoplosan makan korban,” ujar Mandia.
Namun demikian kata Mandia, pihak kabupaten tidak sampai mematikan industri kecil yang selama ini menghasilkan mikol di desa-desa yang menjadi tulang punggung keluarga mereka. “Yang industri rumahan ini gimana? Terkadang mereka juga sering disalahkan dan tidak terlindungi payung hukum. Yang salah pengoplosnya,” kata Mandia. “Kita berharap ada kebijakan dari Pemkab supaya mereka dilindungi aturan sebagai industri dan usaha kecil menengah,” tegas politisi PDIP asal Banjar Sente, Desa Pesinggahan, Kecamatan Dawan Klungkung ini. 7 nat
Komentar