Giliran Ketua Dewan Ditangkap KPK
Presiden Jokowi puji KPK punya prestasi bagus dengan serentetan OTT pejabat yang dilakukannya
Wakil Ketua DPRD Banjarmasin Juga Diciduk Bersama Dirut PDAM
JAKARTA, NusaBali
hanya berselang sehari setelah penangkapan Bupati Batubara, Sumatra Utara, OK Arya Zulkarnain, KPK kembali menangkap Ketua DPRD Banjarmasih, Kalimantan Selatan, Iwan Rusmali, melalui operasi tangkap tangan (OTT), Kamis (14/9) malam, terkait kasus suap. Sang Ketua Dewan ditangkap berama Wakil Ketua DPRD Banjarmasih, Andi Effendi, dan dua orang lainnya.
Selain Ketua Dewan dan Wakil Ketua Dewan, dua orang lagi yang ditangkap KPK dalam OTT di Banjarmasih, masing-maisng Dirut PDAM Banjarmasin Muslih dan Manajer Keuangan PDAM Banjarmasin, Trensis. Mereka ditangkap terkait dugaan suap persetujuan ‘Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Penyertaan Modal Kota Banjarmasin kepada PDAM’ sebesar Rp 50,5 miliar.
Ada uang tunai Rp 48 juta yang disita petugas KPK dalam OTT ini. Uang tersebut merupakan bagian dari Rp 150 juta yang diterima Dirut PDAM, Muslih, dari rekanan dan telah dibagikan kepada anggota DPRD untuk memuluskan persetujuan Ranperda.
Penangkapan Ketua DPRD Banjarmasin bersama tiga rekannya ini berawal 11 September 2017, ketika Muslih (Dirut PDAM) diduga meminta kepada pihak perusahaan untuk menyediakan dana Rp 150 juta dan menyerahkannya kepada Trensis (Manmajer Keuangan PDAM). Sehari kemudian, 12 September 2017, uang Rp 150 juta itu diserahkan kepada Trensis. Kemudian, Trensis menaruhnya di dalam brankas di kantornya.
Dua hari kemudian, 14 September 2017, Muslih memerintahkan Trensis menga-mbil Rp 100 juta dari brankas dan meminta Rp 5 juta sebagai pengganti pemberian terdahulu kepada sang Ketua Dewan, Iwan Rusmali. Hari itu pula, Trensis memberikan uang Rp 45 juta ke Wakil Keta Dewan, Andi Effendi, di Kantor DRPD Banjarmasin. Selanjutnya, Andi menemui Trensis di Kantor PDAM untuk mengambil sisa uang yang belum diberikan sebesar Rp 50 juta.
Sore itu pula, Kamis (14/9) pukul 18.50 Wita, KPK menangkap Trensis di Kantor PDAM Banjarmasih, berikut uang Rp 30,8 juta. Di tempat yang sama pula, Muslih ditangkap KPK. Malamnya sekitar pukul 20.30 Wita, gilitan Wakil Ketua Dewan, Andi Effendi, yang ditangkap KPK di rumahnya di Banjarasin.
Terakhir, Ketua DPRD Banjarmasih, Iwan Rusmali, ditangkap KPK di rumkah-nya, Jumat (15/9) dinihari pukul 00.30 Wita. Selanjutnya, sang Ketua Dewan dan tiga rekannya dibawa ke Mapolda Kalsel. Kemudian, mereka dibawa ke Kantor KPK di Jakarta dan semuanya ditetapkan sebagai tersangka.
"KPK meningkatkan status penanganan perkara sekaligus menetapkan 4 orang tersangka," ujar Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata di Jakarta, Jumat kemarin. Ketua DPRD dan Wakil Ketua DPRD Banjarmasin masing-masing dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-undang 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sedangkan Dirut PDAM dan Manajer Pemasaran PDAM dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dang-undang 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Menurut Alex Marwata, setelah penetapan tersangka, KPK akan mendalami aliran duit itu suap ke anggota DPRD Banjarmasin lainnya. "Patut diduga, jangan-jangan proyek PDAM ini nggak bener, karena terbukti rekanannya mau terima duit. Ini nanti akan didalami, sejauh mana peran uang yang diberikan PDAM ke anggota DPRD," tandas Alex Marwata.
Penangkapan Ketua dan Wakil Ketua DPRD Banjarmasin itu sendiri terjadi hanya berselang sehari pasca KPK menangkap Bupati Batubara, OK Arya Zulkarnain, melalui OTT di di rumah dinasnya 13 September 2017. Bupati Arya Zulkarnain ditangkap sebagai tersangka dugaan terima fee dengan total commitment fee Rp 4,4 miliar dari berbagai pihak, terkait dengan pengurusan sejumlah proyek infrastruktur di wilayahnya.
Sepanjang tahun 2017 hingga September 2017, sudah ada 3 wilayah yang anggota DPRD-nya ditangkapi KPK. Termasuk di antaranya penangkapan Ketua Komisi B DPRD Jawa Timur, Moch Basuki, dan anggotanya, Ka'bil Mubarok, yang terjaring OTT, 6 Juni 2017 lalu. Mereka ditangkap berikut barang bukti uang Rp 150 juta yang diduga dari Kepala Dinas Pertanian Jawa Timur, sebagai suap untuk menghindari pengawasan dan pemantauan Dewan tentang penggunaan anggaran tahun 2017.
Kemudian, 16 Juni 2017, KPK kembali menangkap Ketua DPRD Kota Mojokerto, Purnomo, beserta dua Wakil Ketua Dewan: Abdullah Fanani dan Umar Faruq. Mereka diduga menerima suap pengalihan anggaran Dinas PUPR Mojokerto. Sang Kadis PUPR Mojokerto juga ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.
Dari OTT terhadap Ketua Dewan Mojokerta dan dua anak buahnya itu, KPK mengamankan uang Rp 470 juta, di mana Rp 300 juta di antaranya merupakan bagian dari Rp 500 juta nominal komitmen untuk pengalihan anggaran di Dinas PUPR. Sebelumnya, ada Rp 150 juta yang dibayarkan pada 10 Juni 2017. Sedangkan sisa duit Rp 170 juta diduga sebagai setoran triwulan.
Sementara itu, Presiden Jokowi puji langkah KPK tangkap Ketua dan Wakil ketua DPRD Banjarmasih atas dugaan suap. "Ya, memang kalau ada bukti, ada fakta-fakta hukum di situ, saya kira bagus," ujar Jokowi dilansir detikcom saat meninjau Pasar Baru, Banjarmasin, Jumat kemarin.
Jokowi menegaskan, prestasi KPK memang dalam OTT. Selama ini, semua tersangka yang ditangkap KPK melalui OTT terbukti bersalah di pengadilan. Prestasi KPK kan memang di OTT," tandas Jokowi.
Belajar dari serentetan kasus OTT yang menjadi anggota Dewan dan kepala dae-rah, Jokowi mengingatkan agar seluruh pejabat berhati-hati mengelola keuangan negara. "Hati-hati dalam mengelola keuangannya, baik APBD maupun APBN, itu adalah uangnya rakyat. Hati-hati," katanya.
Sementara itu, DPP Golkar prihatin atas penangkapan Ketua DPRD Banjarmasih, Iwan Rusmali, yang notabene kadernya. "Kita harus cek dulu, jangan sampai yang masih simpang siur menimbulkan informasi yang salah. Kita tunggu penjelasan resmi dari KPK," ujar Wakil Sekjen DPP Golkar, Ace Hasan, Jumat kemarin.
Jika benar Iwan Rusmali terbukti melakukan korupsi, Golkar akan memberikan bantuan hukum. "Golkar tentu prihatin dengan peristiwa ini. Kami menyampaikan, jika kader tertangkap tangan karena kasus, kita harus pastikan apa kasusnya. Kalau terkait praktek (korupsi), kita harus melakukan pembelaan mendampingi secara advokasi," katanya. *
1
Komentar