Cak Mabareng Lebih Fantastis
Prof Bandem menilai pementasan mabareng SMAN 1 Ubud dan SMAN 1 Mengwi merupakan pementasan paling besar, paling semangat, dan paling bagus.
DENPASAR, NusaBali
Dua sekolah mabareng (tampil bersama) cak di ajang Bali Mandara Nawanatya, Taman Budaya Bali, Sabtu (16/9) malam. Mabareng cak ini merupakan kolaborasi antara SMAN 1 Ubud, Gianyar dan SMAN 1 Mengwi, Badung di panggung terbuka Ardha Candra.
Menurut pengamat seni, Prof Dr I Made Bandem MA, cak dari SMAN 1 Ubud dan SMAN 1 Mengwi merupakan cak alegoris, tidak hanya kolosal tapi semangatnya luar biasa tinggi. Kecaknya sudah bagus, semua pola kecak digunakan. “Mabareng cak ini cukup fantastis. Kerumitan serasa bagus dan semangat dari kedua peserta saya lihat sangat bagus,” apresiasinya.
Pementasan malam itu merupakan gabungan dua kecak jadi satu yaitu Ubud dan Mengwi. Kedua SMA lain kabupaten ini menampilkan legenda yang memang berhubungan. “Legenda ini memang berhubungan dan sampai sekarang secara ritual mereka saling mengunjungi antara topeng-topeng di Pura Nataran Sari dan Gunung Lebah di Ubud. Ini penting sebagai suatu legenda yang diangkat,” papar Prof Bandem.
Prof Bandem menilai pementasan mabareng SMAN 1 Ubud dan SMAN 1 Mengwi merupakan pementasan paling besar dan paling semangat, paling bagus selama bulan cak hingga malam itu. “Mereka juga menampilkan lagu-lagu yang paling magis, seperti lagu terakhir. Ini luar biasa, pekerjaan yang luar biasa. Dan ini membutuhkan waktu dan kerja keras dari para guru-gurunya,” imbuh Prof Bandem.
Cak dari SMAN 1 Mengwi malam itu pada komposisinya menitikberatkan pada reformasi ukuran, posisi, dan quotasi dari pola-pola tidak konvensional seperti pola kilitan cak imbal dan nebuk serta pola cak wug. Sementara itu secara musikalisasi, SMAN 1 Ubud menginterpretasikan pola cak yang berlandaskan tradisi ke dalam ruang yang lebih bebas. Namun pola cecandetan cak secara tradisi masih dipakai sebagai asparatus untuk mempresentasikan entitas yang autentik. Adapun sebagai art director adalah I Gusti Ngurah Dika Pratama, composer yakni I Wayan Diana Putra dkk dan koreografernya I Gede Tilem Pastika dan Gede Agus Krisna Dwipayana.
Prof Bandem juga memberi beberapa catatan dari penampilan itu. Di antaranya, cak tersebut memang memiliki segi kerumitan. Segi kerumitannya memang luar biasa bahkan perlu ada beberapa penyederhanaan. “Banyak menampilkan motif-motif yang berbeda, motif-motif yang baru, lalu kemudian mode yang tidak sama. Ada bagian-bagian yang barangkali perlu disederhanakan,” tandasnya. *in
Menurut pengamat seni, Prof Dr I Made Bandem MA, cak dari SMAN 1 Ubud dan SMAN 1 Mengwi merupakan cak alegoris, tidak hanya kolosal tapi semangatnya luar biasa tinggi. Kecaknya sudah bagus, semua pola kecak digunakan. “Mabareng cak ini cukup fantastis. Kerumitan serasa bagus dan semangat dari kedua peserta saya lihat sangat bagus,” apresiasinya.
Pementasan malam itu merupakan gabungan dua kecak jadi satu yaitu Ubud dan Mengwi. Kedua SMA lain kabupaten ini menampilkan legenda yang memang berhubungan. “Legenda ini memang berhubungan dan sampai sekarang secara ritual mereka saling mengunjungi antara topeng-topeng di Pura Nataran Sari dan Gunung Lebah di Ubud. Ini penting sebagai suatu legenda yang diangkat,” papar Prof Bandem.
Prof Bandem menilai pementasan mabareng SMAN 1 Ubud dan SMAN 1 Mengwi merupakan pementasan paling besar dan paling semangat, paling bagus selama bulan cak hingga malam itu. “Mereka juga menampilkan lagu-lagu yang paling magis, seperti lagu terakhir. Ini luar biasa, pekerjaan yang luar biasa. Dan ini membutuhkan waktu dan kerja keras dari para guru-gurunya,” imbuh Prof Bandem.
Cak dari SMAN 1 Mengwi malam itu pada komposisinya menitikberatkan pada reformasi ukuran, posisi, dan quotasi dari pola-pola tidak konvensional seperti pola kilitan cak imbal dan nebuk serta pola cak wug. Sementara itu secara musikalisasi, SMAN 1 Ubud menginterpretasikan pola cak yang berlandaskan tradisi ke dalam ruang yang lebih bebas. Namun pola cecandetan cak secara tradisi masih dipakai sebagai asparatus untuk mempresentasikan entitas yang autentik. Adapun sebagai art director adalah I Gusti Ngurah Dika Pratama, composer yakni I Wayan Diana Putra dkk dan koreografernya I Gede Tilem Pastika dan Gede Agus Krisna Dwipayana.
Prof Bandem juga memberi beberapa catatan dari penampilan itu. Di antaranya, cak tersebut memang memiliki segi kerumitan. Segi kerumitannya memang luar biasa bahkan perlu ada beberapa penyederhanaan. “Banyak menampilkan motif-motif yang berbeda, motif-motif yang baru, lalu kemudian mode yang tidak sama. Ada bagian-bagian yang barangkali perlu disederhanakan,” tandasnya. *in
Komentar