Tutup Usia, Veteran Kerabat Pahlawan Nasional I Gusti Ngurah
Salah seorang veteran asal Puri Carangsari, Kecamatan Petang, Badung, I Gusti Ngurah Raka, tutup usia pada Sabtu (16/9).
MANGUPURA, NusaBali
Almarhum yang masih memiliki hubungan keluarga/kerabat dengan pahlawan nasional Brigjen Anumerta I Gusti Ngurah Rai, wafat di usia 92 tahun di RSUD Mangusada, Kapal, Kecamatan Mengwi, sekitar pukul 22.20 Wita. Almarhum selain meninggal karena usia, juga karena mengalami pembengkakan di paru-paru.
Almarhum I Gusti Ngurah Raka merupakan salah satu pejuang yang ikut melawan penjajahan Jepang sekitar tahun 1942. Almarhum juga salah satu tokoh penting dalam menghimpun masyarakat Carangsari untuk menentang penjajah. Jabatannya adalah Komandan Staf I Arjuna Selatan Pasukan Gerilya dalam Perang Kemerdekaan 1946.
Pejuang kelahiran 1925 yang memiliki empat istri, yakni, almarhum I Gusti Ayu Raka Isma (putri I Gusti Ngurah Putra), Jro Jempiring, Jro Nyoman Wati, dan Jro Nyoman Puspa. Almarhum I Gusti Ngurah Raka meninggalkan 14 anak, terdiri dari 10 putra dan empat putri. Ke–14 putra–putrinya; AA Kurniati, AA Ngurah Wira Negara, AA Supadmi, AA Sutini, AA Ngurah Sutapa, AA Ngurah Suarka, AA Ngurah Widya Putra, AA Ngurah Suta Wijaya, AA Ngurah Suwitra, AA Ngurah Suarjaya, AA Ngurah Raka Sukadana, AA Ngurah Swasti, AA Ngurah Sukamara, AA Ngurah Suka Eling. Mantan anggota DPRD Badung tahun 1977 tersebut meninggalkan 40 cucu dan 12 cicit.
Wafatnya almarhum menyisakan duka mendalam bagi keluarga yang ditinggalkan. Pihak keluarga mengaku cukup terkejut sebab tak punya firasat apa-apa sebelumnya. “Bapak saya dirawat sehari di rumah sakit, kamudian meninggal. Tapi kalau sakitnya sudah sekitar setahun,” kata putra kedelapan dari istri ketiga (Jro Nyoman Wati), AA Ngurah Widia Putra, Senin (18/9).
Di tengah-tengah keluarga, almarhum I Gusti Ngurah Raka dikenal sangat baik dan memiliki sikap yang tegas. Saking tegasnya, menurut pengakuan sang anak, di lingkungan keluarga maupun lingkungan sekitar almarhum sangat disegani. “Beliau dikenal sangat tegas, baik di lingkungan keluarga maupun di masyarakat,” aku Widia Putra.
Kendati memiliki sikap tegas terutama kepada keluarga, almarhum I Gusti Ngurah Raka senantiasa menekankan pentingnya persatuan. Bahkansemboyan Bersatu Kita Teguh, Bercerai Kita Runtuh, terus dipegang teguh oleh almarhum hingga akhir hayat. Dan semboyan itu juga yang diwariskan kepada anak-anak dan cucunya.
“Semboyan bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh itu sering ditekankan beliau. Di keluarga beliau selalu menekankan agar kami senantiasa rukun dan menjaga persatuan,” katanya. Menurutnya, almarhum pernah meraih tanda jasa Bintang Gerilya dan Bintang Kemerdekaan.
Almarhum merupakan Ketua LVRI Cabang Petang, sempat sempat pula menjadi Perbekel Desa Carangsari selama 26 tahun yakni 1951 hingga 1977.
Dengan kepergian almarhum I Gusti Ngurah Raka pihak keluarga mengaku ikhlas. Rencananya jenazah almarhum akan disemayamkan hingga palebon (diperabukan) pada 20 Desember 2017. “Kami mohon doa agar atma beliau amor ring acintya (bersatu dengan-Nya),” tandasnya.
Pihak keluarga pun sempat menunjukkan sebuah catatan almarhum I Gusti Ngurah Raka yang tak diketahui waktu pembuatannya. Catatan di tersebut berisi tentang sekelumit kisahnya yang hendak melakukan penyerangan ke tangsi Jepang di daerah Baha, Mengwi. Dalam catatan itu juga berisi sejumlah tokoh, seperti I Gusti Ngurah Putra (mertua sekaligus pejuang yang meninggal di Pelaga, Petang), I Gusti Nyoman Sregeg (saudara almarhum), I Gusti Ngurah Anom Pacung (adik I Gusti Ngurah Rai), dan I Gusti Ngurah Raka (saudara almarhum dari Saren Kauh). *asa
Almarhum I Gusti Ngurah Raka merupakan salah satu pejuang yang ikut melawan penjajahan Jepang sekitar tahun 1942. Almarhum juga salah satu tokoh penting dalam menghimpun masyarakat Carangsari untuk menentang penjajah. Jabatannya adalah Komandan Staf I Arjuna Selatan Pasukan Gerilya dalam Perang Kemerdekaan 1946.
Pejuang kelahiran 1925 yang memiliki empat istri, yakni, almarhum I Gusti Ayu Raka Isma (putri I Gusti Ngurah Putra), Jro Jempiring, Jro Nyoman Wati, dan Jro Nyoman Puspa. Almarhum I Gusti Ngurah Raka meninggalkan 14 anak, terdiri dari 10 putra dan empat putri. Ke–14 putra–putrinya; AA Kurniati, AA Ngurah Wira Negara, AA Supadmi, AA Sutini, AA Ngurah Sutapa, AA Ngurah Suarka, AA Ngurah Widya Putra, AA Ngurah Suta Wijaya, AA Ngurah Suwitra, AA Ngurah Suarjaya, AA Ngurah Raka Sukadana, AA Ngurah Swasti, AA Ngurah Sukamara, AA Ngurah Suka Eling. Mantan anggota DPRD Badung tahun 1977 tersebut meninggalkan 40 cucu dan 12 cicit.
Wafatnya almarhum menyisakan duka mendalam bagi keluarga yang ditinggalkan. Pihak keluarga mengaku cukup terkejut sebab tak punya firasat apa-apa sebelumnya. “Bapak saya dirawat sehari di rumah sakit, kamudian meninggal. Tapi kalau sakitnya sudah sekitar setahun,” kata putra kedelapan dari istri ketiga (Jro Nyoman Wati), AA Ngurah Widia Putra, Senin (18/9).
Di tengah-tengah keluarga, almarhum I Gusti Ngurah Raka dikenal sangat baik dan memiliki sikap yang tegas. Saking tegasnya, menurut pengakuan sang anak, di lingkungan keluarga maupun lingkungan sekitar almarhum sangat disegani. “Beliau dikenal sangat tegas, baik di lingkungan keluarga maupun di masyarakat,” aku Widia Putra.
Kendati memiliki sikap tegas terutama kepada keluarga, almarhum I Gusti Ngurah Raka senantiasa menekankan pentingnya persatuan. Bahkansemboyan Bersatu Kita Teguh, Bercerai Kita Runtuh, terus dipegang teguh oleh almarhum hingga akhir hayat. Dan semboyan itu juga yang diwariskan kepada anak-anak dan cucunya.
“Semboyan bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh itu sering ditekankan beliau. Di keluarga beliau selalu menekankan agar kami senantiasa rukun dan menjaga persatuan,” katanya. Menurutnya, almarhum pernah meraih tanda jasa Bintang Gerilya dan Bintang Kemerdekaan.
Almarhum merupakan Ketua LVRI Cabang Petang, sempat sempat pula menjadi Perbekel Desa Carangsari selama 26 tahun yakni 1951 hingga 1977.
Dengan kepergian almarhum I Gusti Ngurah Raka pihak keluarga mengaku ikhlas. Rencananya jenazah almarhum akan disemayamkan hingga palebon (diperabukan) pada 20 Desember 2017. “Kami mohon doa agar atma beliau amor ring acintya (bersatu dengan-Nya),” tandasnya.
Pihak keluarga pun sempat menunjukkan sebuah catatan almarhum I Gusti Ngurah Raka yang tak diketahui waktu pembuatannya. Catatan di tersebut berisi tentang sekelumit kisahnya yang hendak melakukan penyerangan ke tangsi Jepang di daerah Baha, Mengwi. Dalam catatan itu juga berisi sejumlah tokoh, seperti I Gusti Ngurah Putra (mertua sekaligus pejuang yang meninggal di Pelaga, Petang), I Gusti Nyoman Sregeg (saudara almarhum), I Gusti Ngurah Anom Pacung (adik I Gusti Ngurah Rai), dan I Gusti Ngurah Raka (saudara almarhum dari Saren Kauh). *asa
1
Komentar