nusabali

Gubernur Perintahkan Pengungsi di Hutan Jati Pindah

  • www.nusabali.com-gubernur-perintahkan-pengungsi-di-hutan-jati-pindah

Gubernur Made Mangku Pastika ditegur Presiden Joko Widodo karena ada puluhan jiwa mengungsi di hutan jati.

SINGARAJA, NusaBali

Gubernur Made Mangku Pastika mendadak mengunjungi lokasi pengungsian yang berada di hutan jati di Banjar Sanih, Desa Bukti, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, Sabtu (30/9). Gubernur meminta para pengungsi yang berjumlah 67 jiwa dari satu Dadia Arya Kebon Tubuh, Banjar Batugiling, Desa Duku, Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem, pindah ke tempat yang lebih nyaman di pusat desa.

Kunjungan Gubernur Pastika secara mendadak pada Sabtu sekitar pukul 10.30 Wita, karena sebelumnya Gubernur ditegur oleh Presiden RI Joko Widodo gara-gara ada warga yang mengungsi di hutan jati. Pemprov Bali dinilai kurang peduli kepada warganya.

”Gara-gara ada di sini (di hutan jati), saya ditegur oleh Presiden. Supaya tahu juga. Jangan mengeluh kalau ada di sini. Jangan bilang nanti pemerintah tidak ada perhatian, padahal dikasih tempat yang jauh lebih baik di desa, kok tidak mau,” tegas Gubernur Pastika.     

Gubernur Pastika meminta agar warga pengungsi mengerti dan memahami situasi yang terjadi, dan tidak memaksakan kehendak. Karena jika tinggal di tenda dengan keterbatasan sarana seperti MCK dan jauh dari pusat pelayanan, tidak saja menyulitkan penanganan, juga menyusahkan kehidupan warga pengungsi itu sendiri.

“Sampai kapan mau bertahan di tenda seperti ini. Ini masih beruntung dikasih air dan listrik nyantol. Tolong dimengerti, jangan memaksakan kehendak. Sudah jauh (tinggalnya jauh dari pusat pengungsian, Red), jalannya susah. Kalau ada anak-anak dan bayi yang sakit, siapa yang mau mengurus. Mau buang air besar di mana ini. Sampai kapan mau seperti ini, panas dan berdebu. Tolong juga pikirkan anak-anak, mereka harus sekolah juga, kalau di sini mau sekolah di mana mereka,” tandas Gubernur Pastika.

Gubernur Pastika meminta seluruh pengungsi di hutan jati pindah ke tempat yang lebih nyaman, dan dapat diakses dengan mudah oleh petugas dalam memberikan bantuan baik makanan maupun pelayanan kesehatan. “Sebenarnya tempat sudah disediakan. Kalau bawa pratima, ya dibawa juga. Toh di sini (di hutan jati, Red) juga mengungsi, di tempat yang lebih nyaman juga mengungsi,” tuturnya.

Akibat ditegur Presiden, Gubernur Pastika juga memarahi aparat Desa Bukti. “Saya marah sama dia (Perbekel Desa Bukti Gede Wardana, Red), kenapa mereka ini (pengungsi) dibiarkan di sini. Itu bayi disorot, semua orang tahu, seluruh dunia tahu. Ini orang banyak, bayi itu disorot, malu kita, di mana sifat nyama braya kita,” ujarnya.

Sementara itu, Perbekel Desa Bukti Gede Wardana menyatakan akan segera memindahkan para pengungsi yang ada di hutan jati. Wardana mengaku, sudah ada beberapa tempat yang akan menjadi titik penampungan mereka. “Mungkin di PAUD dan Balai Kelompok, saya akan segera bicarakan dengan Kelian Desa Pakraman Sanih untuk meminta mereka pindah. Dan memang harus mau pindah, karena saya sudah dimarahi Pak Gubernur,” kata Wardana.

Salah satu warga pengungsi yang dituakan, Ketut Pica, menyatakan akan membujuk warganya agar bersedia pindah. Pica mengaku, warganya sudah merasa nyaman di lokasi, apalagi dekat dengan ternak sapi. “Persoalannya itu, mereka sudah nyaman, soalnya bawa pratima dan ternak. Nanti saya akan sampaikan agar semuanya bisa diajak pindah,” katanya.

Para pengungsi ini berada di lahan perkebunan jati Desa Bukti sejak Jumat (22/9) lalu dengan jumlah sementara 67 jiwa dari 17 KK. Dari jumlah itu tercatat ada bayi berumur 29 hari yang ikut mengungsi. Balita sebanyak 5 orang, dan anak-anak usia sekolah sebanyak 22 orang. Dalam pengungsiannya, warga juga membawa Palinggih Sasuhunan dan puluhan ternak sapi.

Lokasi lahan perkebunan jati itu berada di Dusun Sanih, Desa Bukti, yang menjadi wewidangan Desa Pakraman Sanih. Lokasi perkebunan jati yang menjadi tempat pengungisian 67 jiwa ini berjarak sekitar 1 kilometer dari jalan raya Singaraja–Karangasem. Luas areal perkebunan jati itu mencapai 6 hektare. Areal perkebunan jati ini milik orang luar Desa Bukti. Selama ini areal perkebunan itu dipercayakan pengelolaannya kepada warga Sanih, Ketut Somayasa. Nah kehadiran para pengungsi di perkebunan jati itu karena istri Somayasa berasal dari Desa Dukuh, Karangasem.

Para pengungsi ini kemudian datang bergelombang ke perkebunan jati. Mereka tempati tenda seadanya dari terpal robek tanpa dinding berukuran 6 x 5 meter. Dalam pengungsiannya, warga dari satu Dadia Arya Kebon Tubuh ini juga membawa Palinggih Sasuhunan berupa Daksina yang ditempatkan di areal tempat pengungsian. Selain membawa Palinggih Sasuhunan, para pengungsi juga membawa puluhan ekor ternak sapi. Tercatat ada 70 ekor sapi yang dikandangkan di dekat tenda pengungsian. Puluhan ekor ternak sapi itu diangkut dengan 9 unit truk.

Sementara itu, Jro Mangku Gede Umbara, pamangku di Pura Pasar Agung di Banjar Sogra, Desa Sebudi, Kecamatan Selat, Karangasem, bersama Jro Mangku dari Pura Sad Kahyangan Goa Lawah, mengagendakan menggelar ritual guru piduka (permohonan maaf), pada Soma Kliwon Wariga, Senin (2/10). Harapan dari terlaksananya upacara itu, setidaknya bahaya erupsi Gunung Agung tidak meluas, dan tidak menimbulkan korban jiwa serta kerusakan yang luas seperti yang terjadi saat Gunung Agung meletus tahun 1963. Humas Pangempon Pura Gunung Agung I Wayan Suara mengungkapkan hal itu di Amlapura, Sabtu (30/9).

Menurut Wayan Suara, kemasan upakara untuk upacara tersebut telah disiapkan dari tempatnya mengungsi di Banjar Yehmalet, Desa Antiga Kelod, Kecamatan Manggis. Tinggal mengoordinasikan pihak-pihak terkait yang berangkat melakukan persembahyangan.

“Upacara guru piduka itu semacam permohonan maaf atas segala kekeliruan yang diperbuat secara sengaja atau tidak sengaja, dilakukan umat sedharma selama ini terkait keberadaan Gunung Agung yang disucikan,” ucapnya.

Sedangkan Jro Mangku Gede Umbara dihubungi, beberapa kali ada nada sambung tetapi tidak memberikan respons.

Sementara itu, kondisi Gunung Agung hingga Sabtu (30/9), menurut Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api Badan Geologi Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi Kementerian ESDM RI I Gede Suantika, menyebutkan intensitas gempa mulai melemah. Walau jumlah gempa relatif masih banyak, terhitung pukul 00.00 – 18.00 Wita, sebanyak 448 vulkanik dalam, dan 166 gempa vulkanik dangkal dengan durasi 11-35 detik, tetapi tidak terasa. Sebab, kekuatannya kisaran 1-2 SR.

Sedangkan uap air masih tebal, bercampur solfatara yang dikenal selama ini berupa gas-gas, seperti oksigen, belerang atau sulfur dengan rumus kimia SO2 dan SO3. Juga mengandung unsur karbondioksida CO2 dan air (H2O). Hanya saja, gas tersebut tidak beracun, karena masih di bawah ambang batas. “Tetapi lebih dominan uap air, kelihatannya menonjol mengepul tebal, di ketinggian 50-100 meter di atas kawah,” ungkap Gede Suantika.

Di bagian lain, petugas BNPB menambah pemasangan sirene peringatan kondisi Gunung Agung, dengan nama icast rapid deployment public notification system. Sebelumnya terpasang lima sirene, ditambah pemasangan satu sirene di Polsek Kubu sehingga total 6 sirene terpasang. Keenamnya di  Polsek Selat, Polsek Rendang, Pos Polisi Desa Tianyar, Polsek Kubu, Koramil Karangasem, dan Koramil Abang. *k19, k16

Komentar