Kemarau, Hutan TNBB Rawan Kebakaran
Musim kemarau beberapa bulan belakanagan ini, membuat tanaman di kawasan hutan Taman Nasional Bali Barat (TNBB) mengering.
NEGARA, NusaBali
Selain membuat hewan pengghuni hutan semakin banyak keluar mencari makan, meranggasnya sejumlah tanaman ini, sangat rawan kebakaran. Berdasar pemantauan, kawasan hutan konservasi yang berada di wilayah Buleleng dan Jembrana ini, tampak begitu gersang, terutama semak belukar di sisi-sisi jalan raya.
Kasubag TU TNBB Wirawan, Senin (2/10), mengatakan, kekeringan kawasan hutan konservasi ini hampir selalu terjadi setiap musim kemarau. Jika tanaman gersang, kerap terjadi kebakaran. Selain kerap terbakar karena alam, paling sering terjadi kebakaran pada areal semak belukar di sisi jalan raya setempat, karena diduga faktor kelalaian manusia, seperti membuang puntung rokok sembarangan. “Yang paling rawan kebakaran memang semak belukar dan sabana, dan titik kawasan rawan kebakaran itu, juga berada di sepanjang jalan raya,” ucapnya.
Menghadapi musim kering seperti ini, selain sudah memasang beberapa papan imbauan rawan kebakaran, petugas juga berusaha melakukan pendekatan kepada warga setempat, agar ikut menjaga kawasan hutan. Semisal tidak melakukan pembakaran sampah, berusaha melakukan pemadaman api, termasuk segera menghubungi petugas ketika terjadi kebakaran. “Untuk antisipsi ini, kami ada dua regu pemadam dengan anggota 15 orang per masing-masing regu. Kegiatan patroli juga kami tingkatkan,” ujar Wirawan.
Antisipasi ekstra termasuk peranan warga sekitar itu, menurut Wirawan, sangat penting. Pasalnya, jika sampai terjadi kebakaran, hampir dapat dipastikan akan mengancam habitat hewan dalam hutan, termasuk sejumlah hewan dilindungi, seperti Jalak Bali, juga akan semakin terancam habitatnya. “Jadi kami harap masyarakat ikut sama-sama menjaga. Mudah-mudahan saja, tidak sampai ada kebakaran memasuki musim kemarau sekarang, termasuk seterus-seterusnya,” harapnya. *ode
Kasubag TU TNBB Wirawan, Senin (2/10), mengatakan, kekeringan kawasan hutan konservasi ini hampir selalu terjadi setiap musim kemarau. Jika tanaman gersang, kerap terjadi kebakaran. Selain kerap terbakar karena alam, paling sering terjadi kebakaran pada areal semak belukar di sisi jalan raya setempat, karena diduga faktor kelalaian manusia, seperti membuang puntung rokok sembarangan. “Yang paling rawan kebakaran memang semak belukar dan sabana, dan titik kawasan rawan kebakaran itu, juga berada di sepanjang jalan raya,” ucapnya.
Menghadapi musim kering seperti ini, selain sudah memasang beberapa papan imbauan rawan kebakaran, petugas juga berusaha melakukan pendekatan kepada warga setempat, agar ikut menjaga kawasan hutan. Semisal tidak melakukan pembakaran sampah, berusaha melakukan pemadaman api, termasuk segera menghubungi petugas ketika terjadi kebakaran. “Untuk antisipsi ini, kami ada dua regu pemadam dengan anggota 15 orang per masing-masing regu. Kegiatan patroli juga kami tingkatkan,” ujar Wirawan.
Antisipasi ekstra termasuk peranan warga sekitar itu, menurut Wirawan, sangat penting. Pasalnya, jika sampai terjadi kebakaran, hampir dapat dipastikan akan mengancam habitat hewan dalam hutan, termasuk sejumlah hewan dilindungi, seperti Jalak Bali, juga akan semakin terancam habitatnya. “Jadi kami harap masyarakat ikut sama-sama menjaga. Mudah-mudahan saja, tidak sampai ada kebakaran memasuki musim kemarau sekarang, termasuk seterus-seterusnya,” harapnya. *ode
Komentar