Gubernur Minta Jangan Diseramkan Berita Gunung Agung
Status awas Gunung Agung di Karangasem memaksa Gubernur Made Mangku Pastika terus berusaha meyakinkan kalangan pariwisata, supaya masalah ini tidak berdampak terhadap kunjungan wistawan ke Bali.
PHRI Berharap Hoax Dibersihkan
DENPASAR,NusaBali
Gubernur Pastika pun minta media jangan diseram-seramkan berita soal Gunung Agung.Terkait hal ini, Gubernur Pastika secara khusus menggelar pertemuan dengan kalangan pelaku wisata di Kantor Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Selasa (3/10). Pastika mengingatkan, letusan Gunung Agung tahun 1963 berbeda dengan status awas Gunung Agung saat ini. Saat bencana Gunung Agung meletus tahun 1963, pemerintahan belum stabil, teknologi juga belum canggih.
“Sebaliknya, sekarang berbeda lagi. Berita Gunung Agung terlalu dibesar-besarkan, jadi serem. Dibanding-bandingkan dengan tahun 1963, ya bedalah situasinya,” tandas Pastika yang dalam pertemuan kemarin didampingi Kadis Pariwisata Provinsi Bali, AA Yuniartha, dan Karo Humas Setda Provinsi Bali Desa Gede Mahendra Putra.
Disebutkan, peristiwa Gunung Agung saat ini begitu cepat menyebar, ditambah lagi dengan adanya hoax (berita bohong). Informasinya jadi simpangsiur. Pastika pun akan meminta Kapolda Bali Irjen Petrus Reinhard Golose untuk usut penyebar hoax. Bila perlu, pelakunya ditahan dan diproses hukum. “Kalau tidak begitu, nggak kapok-kapok, bikin resah saja,” tandas mantan Kapolda Bali ini.
Gubernur Bali asal Buleleng ini juga mengaku sempat mengusut adanya oknum yang mendatangi pengungsi, seraya meminta mereka untuk mengosongkan tempat pengungsian. Akibatnya, pengungsi jadi panik. “Sampai sekarang dicari, orangnya nggak ketemu itu,” katanya.
Menurut Pastika, kalaupun Gunung Agung meletus, warga dari 28 desa di Karangasem yang masuk Kawasan Rawan Bencana (KRB) III dan KRB II sudah mengungsi. Desa-desa tersebut kini sudah kosong, sehingga tidak akan ada korban jiwa jika Gunung Agung meletus. “Kenapa mesti takut? Yang terganggu mungkin penerbangan di bandara. Ya, beritanya jangan diseram-seramkan,” pinta Pastika.
Pastika menegaskan, dengan teknologi canggih seperti sekarang, ancaman Gunung Agung cepat terdeteksi. Apalagi, sekarang sudah dipasang sirine peringatan dini bahaya erupsi Gunung Agung di beberapa titik. Jika Gunung Agung meletus, sirine akan berbunyi nyaring dalam radius 2 kilometer selama 2 jam, sehingga masyarakat masih sempat menyelamatkan diri. “Sekarang warga juga sudah punya HP dan motor. Beda dengan tahun 1963.”
Ditambahkan Pastika, pihaknya sengaja mengumpulkan komponen pariwisata untuk menjelaskan dampak dari erupsi Gunung Agung. Termasuk adanya pembentukan Crisis Centre bila Gunung Agung benar-benar meletus. Saat ini, pembentukan Crisis Centre belum mendesak dilakukan, karena seolah-olah ancaman erupsi Gunung Agung akan berdampak ke sektor pariwisata. “Maaf saja, saya kurang setuju bikin Crisis Centre. Kecuali kalau mau bikin seru-seruan. Jangan malah bikin orang tambah takut ke Bali,” ujarnya.
Pastika pun memberikan jaminan Bali masih layak dikunjungi wisatawan. Pasalnya, destinasi wisata hampir semuanya jauh dari kawasan Gunung Agung, seperti Kuta (Badung), Tanah Lot (Tabanan), Ubud (Gianyar), Nusa Dua (Badung). Kecuali wisatawan yang akan mendaki Gunung Agung, barulah berbahaya.
Kepada kalangan pelaku wisata, Pastika meminta mereka agar terus melakukan sosialisasi melalui biro perjalanan maupun Konsulat Jendral yang ada di Bali terkait kondisi Bali saat ini. Juga harus melakukan klarifikasi terhadap hoax. “Saya juga berencana bertemu dengan para Konsul yang ada di Bali untuk menyampaikan kondisi Bali saat ini, sehingga tidak ada kesimpangsiuran informasi. Saya harap negara-negara yang mengeluarkan travel rarning agar menarik imbauannya,” sebut mantan Kapolda Bali dan Kalakhar BNN ini.
Sementara itu, Ketua BPD PHRI Bali, Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati alias Cok Ace, menyebutkan ada 5 negara yang menetapkan travel advisor (melarang warganya mendekati kawasan yang ditetapkan pemerintah setempat) untuk Bali. Kelima negara tersebut adalah Australia, Inggris, Amerika Serikat, Singapura, dan Selandia Baru.
“Memang 5 negara ini melarang warganya mendekat Gunung Agung. Tapi, ini juga membuat kita takut akan kunjungan wisatawan. Makanya, berita-berita hoax itu saya harapkan bisa dibersihkan. Hoax harus dilawan bersama-sama. Berikan informasi yang benar,” ujar tokoh pariwisata asal Puri Agung Ubud yang juga mantan Bupati Gianyar 2008-2013 ini.
Cok Ace mengatakan, masalah Gunung Agung tetap berpengaruh terhadap kunjungan wisatawan ke Bali. “Menjadi dilematis kita. Tapi, kami akan menyampaikan kepada pemerintah pusat supaya bisa mendesak 5 negara tersebut mencabut travel advisor untuk Bali. Kalaupun terjadi letusan Gunung Agung, kan bisa dijelaskan. Kita sudah siap evakuasi, penanganan bencana juga sudah siap. Jadi, ini peran bersama-samalah,” tegas Cok Ace.
Menurut Cok Ace, angka kunjungan wisatawan ke Bali tahun 2016 mencapai 4,9 juta jiwa. Sedangkan di tahun 2017, angka kunjungan wisata ke Bali ditarget tembus 6 juta jiwa. Buat sementara, sejak Januari hingga awal Oktober 2017 ini, angka kunjungan wisata sudah mencapai 4 juta jiwa. “Kita punya sisa waktu 4 bulan lagi. Kalau kita bisa antisipasi, target 6 juta wisatawan masuk. Namun, kalau pemberitaan terus simpangsiur, apalagi adanya hoax, ini membuat kita khawatir,” keluh Cok Ace. *nat
1
Komentar