110 Pramuwisata Gunung Agung Nganggur
Pemandu wisata yang kini nganggur mulanya mangkal di jalur pendakian Pura Besakih sebanyak 70 orang dan Pura Pasar Agung 40 orang
Aktivitas Pariwisata di Objek Tulamben Juga Lumpuh Total
AMLAPURA, NusaBali
Sebanyak 110 pramuwisata mendaki Gunung Agung praktis jadi pengangguran sejak Gunung Agung masih berstatus siaga, 20 September 2017. Hampir semuanya kini berada di pengungsian, tanpa penghasilan. Sementara, aktivitas pariwisata di Objek Wisata Tulamben, Desa Tulamben, Kecamatan Kubu, Karangasem juga lumpuh total.
Data yang dihimpun NusaBali, Rabu (4/10), pemandu wisata Gunung Agung ber-jumlah 110 orang yang menganggur ini biasanya mengkal di dua jalur berbeda. Pertama, jalur pendakian dari Pura Pasar Agung di Banjar Sogra, Desa Sebudi, Kecamatan Selat, Karangasem berjumlah 40 orang. Kedua, jalur pendakian dari Pura Besakih, Desa Besakih, Kecamatan Rendang, Karangasem berjumlah 70 orang.
Khusus pemandu wisata Gunung Agung dari jalur pendakian Pura Pasar Agung sebanyak 40 orang di antaranya kini mengungsi di Bale Banjar Tabola, Desa/Keca-matan Sidemen, Karangasem. Mereka mengungsi sejak 20 September 2017 atau dua hari sebelum status Gunung Agung naik ke level tertinggi awas.
“Sejak pemerintah menyatakan Gunung Agung ditutup dari aktivitas pendakian, kami tidak lagi beraktivitas melayani wisatawan. Sebab, wisatawan juga dilarang mendaki Gunung Agung,” ungkap Koordinator Pramuwisata Gunung Agung dari jalur pendakian Pura Pasar Agung, I Wayan Widiasa, kepada NusaBali, Rabu kemarin.
Wayan Widiasa berharap Gunung Agung batal meletus. Apalagi, berita terakhir menyebutkan, tingkat kegempaan Gunung Agung sudah menurun. Dengan begitu, Widiasa bersama puluhan pemandu wisata Gunung Agung yang dipimpinnya bisa kembali beraktivitas melayani wisatawan petualang. “Kami tidak punya pekerjaan lain sebagai sumber nafkah, kecuali melayani wisatawan mendaki Gunung Agung,” tandas Widiasa.
Widiasa bersama 39 pramuwisata mendaki Gunung Agung di jalur Pura Pasar Agung semuanya berasal dari Desa Sebudi, Kecamatan Selat. Menurut Kelian Banjar Sogra, Desa Sebudi, I Nyoman Muliarta, seluruh warganya sudah mengungsi karena desanya masuk Kawasan Rawan Bencana (KRB) III dengan jarak 4 kilometer dari kawah puncak Gunung Agung. “Sejak warga kami mengungsi, tidak ada aktivitas, termasuk pemandu wisata mendaki Gunung Agung,” papar Nyoman Muliarta.
Dikonfirmasi NusaBali terpisah, Rabu kemarin, Koordinator Pemandu Wisata Gunung Agung dari jalur Pura Besakih, Jro Mangkuk Kayun, juga mengatakan seluruh anggotanya yang berjumlah 70 orang mendadak jadi pengangguran. “Bahkan, kami sudah menganggur sejak Kamis 14 September 2017 ketika Gunung Agung masih berstatus waspada,” jelas Jro Mangku Kayun.
Menurut Jro Mangku Kayun, setelah ada larangan mendaki Gunung Agung, dia dan rekan-rekannya praktis menganggur. Sampai saat ini, belum ada alternatif pekerjaan lain yang bisa mengepulkan asap dapur keluarganya. “Kami hanya tinggal di pengungsian. Kami telah menerima bantuan pengungsi,” tutur pemandu wisata Gunung Agung asal Banjar Temukus, Desa Besakih ini.
Sementara itu, aktivitas pariwisata di Objek Wisata Tulamben, Desa Tulamben, Kecamatan Kubu juga lumpuh sejak 22 September 2017. Wisatawan yang menginap telah dievakuasi, kegiatan menyelam pun dihentikan, karena para pemilik hotel dan restoran menutup usahanya setelah Desa Tulamben masuk KRB I.
Di Objek Wisata Tulamben terdapat fasilitas 2 hotel berbintang dan 23 hotel non bintang, dengan 370 kamar. Tulamben selama ini dikenal dengan panorama bawah laut hingga jadi lokasi favorit untuk diving. Pantauan NusaBali, Rabu kemarin, aktivitas di Tulamben tutup total, karena tidak ada wisatawan yang datang. Bahkan, hotel-hotel non bintang tanpa penjaga. Hanya hotel-hotel besar terlihat dijaga Satpam.
Instruktur diving di Objek Wisata Tulamben, I Komang Patra, mengatakan aktivitas wisata setempat telah lumpuh sejak status awas Gunung Agung. “Semua kegiatan pariwisata tutup, termasuk hotel, restoran, dan kegiatan menyelam. Kami berharap kegiatan menyelam diizinkan, tapi tidak ada wisatawan,” keluh Komang Patra, Rabu kemarin.
Sedangkan Ketua PHRI Karangasem, I Wayan Tama, mengakui wisatawan yang menginap langsung dievakuasi meninggalkan Objek Wisata Tulamben, begitu Gunung Agung naik status awas, 22 September 2017. Sesuai instruksi pemerintah, kata Wayan Tama, seluruh warga di KRB III, KRB II, dan KRB I mengungsi, termasuk aktivitas pariwisata juga dihentikan. “Pajak hotel dan restoran tahun 2017 anjlok ke titik terendah,” katanya.
Menurut Wayan Tama, Oobjek Wisata Amed yang lokasinya berdampingan dengan Tulamben juga lumpuh., meskipun tidak termasuk wiloayah KRB. “Restoran dan hotel di Objek Wisata Amed juga banyak yang tutup,” kata Wayan Tama yang juga anggota Fraksi Golkar DPRD Karangasem. *k16
Komentar